DUA BELAS

79.3K 4.2K 16
                                    

TERRA menghela napasnya berkali-kali. Pasalnya, setiap surat kabar dan media online selalu menampilkan berita dirinya dan Afiya.

Yang sangat mengganjal di hatinya adalah, bagaimana jika berita ini sampai di ketahui oleh Feminda? Wanita yang empat tahun ini sudah mengisi hari-harinya. Apa yang harus ia katakan kepada wanitanya itu?g

Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon manager Feminda.

"Hallo, mas Terra?" Sapa manager Feminda dari ujung sana.

Manager Feminda itu cukup terkejut karena kekasih bosnya menelepon ke nomornya. Tidak pernah lelaki dingin itu meneleponnya selama ini.

"Dimana Feminda?"

"Mbak Minda lagi syuting."

"Di mana?" Ulang Terra dengan nada dingin.

Terra menunggu beberapa saat karena orang yang ia telepon terdiam beberapa saat.

"Oh—kita lagi di Venice." Jawab si manager yang baru mengerti pertanyaan Terra.

"Berapa lama dia di sana? Saya yakin anda sudah tahu berita mengenai saya?" Ucap Terra yang merupakan sebuah pernyataan.

"Kita berada di sini selama dua Minggu. Saya..Sudah tahu, mas Terra." Jawab manager Feminda dengan takut. Terkadang ia berpikir, bagaimana bisa Feminda tahan dengan sifat dingin Terra?

"Apa Feminda sudah tahu?"

"Sepertinya belum karena mbak Minda sangat sibuk."

"Kamu dengar saya baik-baik. Jangan sampai Feminda mengetahui berita itu, mengerti? Dan usahakan agar dia tidak pulang ke Indonesia dalam waktu dekat."
***

Afiya akan berangkat ke rumah sakit saat tiba-tiba saja sebuah mobil yang tidak ia kenali sudah berada di car port rumahnya. Mobil yang asing.

"Mama rasa, kamu harus pergi bersama dengan Terra karena setahu mama, neneknya dirawat di Medistra juga." Ucap Farrahia yang menjawab semua kebingungan Afiya.

"Apa papa yang nyuruh dia ke sini, ma? Ma, Afiya bisa pergi sendiri." Jawab Afiya.

"Sayangnya Afiya, papa tidak mau menerima alasan apapun."

Saat Afiya akan menjawab, terra sudah berdiri di hadapan mereka berdua.

"Pagi, nyonya Darmandira." Ucap Terra sopan.

"Selamat pagi, Terra Tedjawidjaja."

"Bisa saya mengajak Afiya untuk ke rumah sakit?" Tanya Terra.

Farrahia memberikan senyuman lalu mengangguk. "Sampaikan salam saya kepada nyonya Laksmi Tedjawidjaja."
***

Tidak ada pembicaraan apapun di antara Afiya dan Terra bahkan hingga mereka sudah tiba di parkiran rumah sakit Medistra.

"Karena saya menjemput anda, jangan berpikir kalau saya sudah mulai  menerima anda." Kata Terra.

"Jangan berpikir juga kalau saya tersipu dengan aksi anda menjemput saya." Jawab Afiya sambil melepaskan safety belt dan membuka pintu.

Ia ingin cepat-cepat pergi dari dari hadapan lelaki dingin nan menyebalkan itu.

Terra mengikuti Afiya dan berjalan di sebelahnya. Meskipun Afiya sudah berusaha berjalan dengan cepat, ternyata langkahnya masih bisa disamakan dengan langkah lelaki itu. Bahkan Terra tidak kesulitan menyamai langkahnya.

"Anda bisa menjaga jarak dengan saya." Bisik Afiya pada Terra karena beberapa orang mulai memperhatikan mereka.

Sebagian karena tahu berita yang muncul, sebagian lagi karena mereka terpukau melihat dua manusia menakjubkan sedang berjalan bersama.

Sementara Terra terlihat tidak peduli dengan tatapan semua orang yang berada di sekitar mereka. Ia hanya sibuk memandangi kaki jenjang Afiya yang sekarang di balut jeans dengan high heels yang memperindah bentuk jenjangnya.

Terra bingung mengapa wanita ini bisa berjalan begitu lincah dengan sepatu yang hanya menggunakan tonggak tips dan runcing sebagai penyangganya.

Membuatnya tiba-tiba teringat malam itu, malam dimana dengan mudahnya Afiya melepas seluruh gaunnya dan hanya menyisakan lingerie hitam tipis dengan high heels yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
***

Lima belas jam yang lalu..

"Sepertinya kita sudah memiliki kesepakan untuk hari pernikahan kalian. Tapi sekarang, saya sedang tidak ingin membicarakan itu." Kata Garen Darmandira. Ia sedang bicara dengan calon menantunya di sebuah restoran oriental.

"Ini sudah malam, dan kita berdua memiliki sedikit waktu. Tiga jam lagi saya harus terbang ke Perancis dan saya menyempatkan diri untuk bertemu dengan anda." Lanjut Garen.

Terra yang duduk di hadapannya menatap calon mertuanya selama tiga bulan itu. "Kalau anda tidak ingin membicarakan pernikahan, hal apa yang membuat anda meminta saya datang kemari?" Tanya Terra dengan sopan.

Garen tidak langsung menjawab. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi lalu sedikit mengurut pelipisnya.

"Saya ingin anda menganggap anak saya sebagai calon istri anda. Bukan calon istri selama tiga bulan saja."

Terra mengerutkan alisnya tanda ia tidak mengerti. "Memang seharusnya begitu, tuan."

Garen tersenyum. "Bukan itu maksud saya, tapi sebelumnya, biasakan mulai sekarang untuk memanggil saya papa. Begini, yang saya ingin anda lakukan adalah, perlakukan anak saya dengan baik. Seolah-olah kalian memang sedang saling mencintai setidaknya di hadapan publik karena semua orang sedang menatap kalian sekarang.

Saya ingin kalian terlihat seperti dua orang yang saling mencintai dan apa yang kalian lakukan di kamar hotel itu benar-benar karena kemauan kalian."

"Anda benar-benar mengambil semua kehidupan saya." Jawab Terra sarkastik.

Garen tertawa mendengar ucapan calon menantunya. "Saya hanya menginginkan semua ini selama tiga bulan."

Penjelasan Garen cukup membuat Terra mengerti dan yang membuat Terra kesal adalah, ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima.

Garen menatap calon menantunya itu dan karena Terra tidak kunjung menjawab, ia menambahkan, "Saya masih memiliki hak untuk menghancurkan anda, Terra Tedjawidjaja. Karena anda sudah lebih dulu menghancurkan masa depan putri saya. Jadi, saya harap anda mengerti."
***

*Bersambung*

TERRAFIYA'S CHOICE (OPEN PO)Where stories live. Discover now