TIGA

108K 5.7K 44
                                    

MENGAPA ia harus menghadapi keluarga pasien yang seperti ini bentuknya? Ingatkan Afiya untuk memarahi Sheina karena telah membuatnya mendapatkan keluarga pasien seperti ini.

"Tuan, saya juga bisa menuntut anda karena telah melakukan kekerasan dan pemaksaan." Jawab Afiya.

"Persetan dengan itu semua! Silakan tuntut saya dan saya pastikan ada akan kehilangan pekerjaan anda."

Afiya baru akan membuka mulutnya ketika suara ponsel lelaki itu terdengar dan lelaki itu langsung mengambil ponsel yang terletak di saku celananya.

Air muka lelaki itu berubah saat membaca nama si penelepon dan segera meninggalkannya.

Lagi-lagi Afiya menghembuskan napasnya kasar. Ingatkan dia kembali untuk memarahi Sheina.

"Maafkan putra saya, dokter. Dia sangat sensitif jika menyangkut keselamatan neneknya." Ucap Arshad yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Tidak masalah, tuan."

"Tapi sepertinya saya pernah melihat anda, dokter."

Arshad memperhatikan wajah Afiya yang tidak asing menurutnya dan Afiya melakukan hal yang sama.

"Saya rasa, saya pernah bertemu anda dalam perayaan dokter spesialis di istana negara beberapa bulan yang lalu." Ucap Afiya dengan ragu karena ia tidak begitu yakin dengan ucapannya.

"Oh, benar. Saya sudah mengingat anda. Bukankah anda adalah dokter muda yang mendapat anugerah dokter spesialis ortopedi terbaik se-Indonesia?"

Afiya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Namun entah mengapa, Arshad masih merasa jika ia sangat mengenal wanita muda ini. Ia merasa seperti tidak asing dengan wajahnya. Namun lelaki itu mengusir pikirannya jauh-jauh.

Mungkin ia pernah melihatnya di berita dan surat kabar.

"Sekali lagi maafkan putra saya, dokter. Jika tidak salah, nama anda adalah dokter Afiya, benar? Tapi saya lupa nama panjang anda—astaga anak saya baru saja meragukan dokter terbaik di negara ini."

"Saya memahami kecemasan putra anda, tuan Tedjawidjaja. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Arshad masih memandangi punggung Afiya yang menjauhinya. Ia yakin dirinya tidak hanya sekali melihat wanita muda itu.

Lama sekali ia berpikir dan setelah mendapatkan kembali ingatannya, ia tersenyum.

"Sepertinya Terra tidak hanya meragukan dokter orthopedi terbaik di Indonesia, tapi juga meragukan seorang putri Darmandira."
***

Lima jam yang lalu..

Afiya berlari menuju ke ruang operasi dan segera membersihkan tangannya agar benar-benar steril dan mengganti bajunya dengan baju khusus operasi. Wajahnya sudah tertutup masker khusus dan penutup kepalanya.

"Saya minta data lengkap pasien." Ucap Afiya kepada dua suster yang sudah siap untuk membantunya melakukan operasi.

Suster itu menyerahkan beberapa kertas berisi data lengkap kesehatan pasien. Sebenarnya setelah pasien ini datang, tim rumah sakit langsung melakukan pemeriksaan kesehatan agar bisa melakukan prosedur operasi.

Bukan hanya di telantarkan seperti yang di pikirkan lelaki tadi.

"Dokter, pasien bernama nyonya Laksmi Tedjawidjaja. Blood pressure normal, full blood count confirmed negative for stroke." Jelas susternya saat Afiya tengah membaca MRI result di tangannya.

Afiya menganggukkan kepala tanda ia mengerti dengan ucapan susternya sedangkan matanya terus mempelajari data pasien.

"Renal disorder, diabetic nephropathy?" Tanya Afiya.

"No one record, dokter."

"PT dan APTT?"  (1)

"Normal, dokter."

Afiya kembali menganggukkan kepalanya dan menyerahkan data lengkap kesehatan pasien kepada susternya lalu mengambil hasil Rontgen dan mulai mempelajarinya.

"Patah tulang cukup serius tapi tidak sampai mengenai paru-paru." Ucap Afiya yang sedikit bersyukur karenanya.

"Anastesi sudah di berikan sesuai prosedur, dokter."

Afiya kembali mengangguk. Pasiennya sudah siap untuk di operasi. Wanita paruh baya itu sudah berada di bawah pengaruh anastesi.

"EKG normal, dokter."

"Kita mulai." Ucap Afiya.

Dalam hati Afiya, ia sangat ingin operasi ini berhasil karena ia tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan seorang nenek.

"Kita harus berjuang sama-sama." Ucap Afiya pada wanita paruh baya itu. Hal yang selalu ia ucapkan kepada pasiennya meskipun ia tahu pasiennya tidak akan mendengar karena pasiennya dalam pengaruh anastesi total.

Afiya mulai menyayat bagian dada sebelah kiri wanita paruh baya itu. Membuat darah segar segera keluar dari sayatannya. Ia  terus menyayat hingga terlihat patahan tulang yang tidak sejajar.

"Pantau EKG." Ucap Afiya tanpa mengalihkan pandangan dari apa yang sedang ia kerjakan.

"Saya harus memantau pendarahannya." Ucap Afiya pada dirinya sendiri.

Pendarahan terus terjadi karena efek dari tulang yang patah. Membuat sarung tangan dan baju Afiya mulai memerah.

Afiya mengambil beberapa mur dan mulai melubanginya dengan bor.

"Bantu saya menarik tulang ini agar sejajar." Pinta Afiya kepada susternya.

Mereka mulai menarik tulang dengan hati-hati karena tidak ingin menyentuh organ lunak di rongga dada itu yang terus menggeliat.

"Cukup." Ucap Afiya lalu memasang pan itu ke tulang.

Setelah tulang kembali ke bentuk semula, pendarahan berhenti dan Afiya mulai menjahit sayatan yang ia buat.

Ia melirik monitor EKG di sebelahnya dan bersyukur. "Kita berhasil." Ucap Afiya.

Ia bersyukur. Bersyukur karena setidaknya, ia bisa menyelamatkan wanita ini.

Afiya menghembuskan napasnya dan berjalan keluar, membiarkan para perawat menyelesaikan tugas mereka.

*Bersambung*

(1)Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) adalah pemeriksaan untuk mengetahui proses pembekuan darah, yang diukur dalam satuan detik.  Tes ini biasanya dilakukan sebelum operasi untuk memastikan apakah darah mudah atau susah membeku. Jika darah mudah membeku, maka kemungkinan kehilangan darah saat operasi kecil, sedangkan jika darah sulit membeku maka darah akan terus keluar saat operasi sehingga mungkin saja banyak kehilangan darah.

TERRAFIYA'S CHOICE (OPEN PO)Where stories live. Discover now