DUA

114K 6.1K 41
                                    

AFIYA memejamkan matanya dan berusaha sabar untuk menghadapi lelaki ini. Ia tahu betul kecemasan yang dialami oleh keluarga pasien dan hapal dengan sangat tentang apa yang harus ia lakukan.

"Tuan, kita berdua tahu kalau nenek anda sudah menghabiskan lima belas menit di sini. Jadi bisa lepaskan saya untuk memeriksa nenek anda? Kita hanya membuang waktu sekarang." Ucap Afiya dengan sabar dan berusaha melepaskan tangan lelaki itu dari kedua sisi lengannya.

Ia meringis saat lelaki itu melepaskan tubuhnya dengan sedikit mendorongnya.

Tanpa menghiraukan lelaki itu, Afiya berlari menuju bangsal pasiennya.

"Segera bawa ke ruang operasi."

Suster tersebut menganggukkan kepalanya dan mulai mendorong ranjang pasien mereka.

Ia mengikuti pasiennya ke ruang operasi namun lagi-lagi tangannya di tarik oleh lelaki tadi.

"Saya memiliki banyak uang untuk menuntut rumah sakit ini dan terutama anda yang tidak cukup cepat untuk menangani pasien. Jika nenek saya tidak bisa sembuh, saya berjanji akan menuntut anda."

Afiya menghembuskan napasnya berusaha membesarkan rasa sabarnya. "Tuan, anda bisa menggunakan uang-uang anda itu nanti untuk menuntut saya. Tapi sekarang hanya saya yang bisa membantu mengoperasi nenek anda. Bisa anda lepaskan tangan saya?"

Dan lagi-lagi, tangan Afiya di hempaskan dengan kuat. Membuatnya kembali meringis.
***

Lima jam..

Selama Lima jam Terra menunggu dengan gelisah di depan ruang operasi neneknya dan berharap neneknya akan bisa di selamatkan.

Ia tidak percaya jika di dalam sana neneknya sedang berjuang dengan dokter yang sangat payah. Ia berjanji dalam hatinya akan membuat dokter itu menderita jika ia sampai kehilangan neneknya.

Sedari tadi ia mencoba untuk menelepon seseorang, seseorang yang ia rasa bisa menenangkan hatinya tapi hingga saat ini, telepon darinya sama sekali tidak terjawab.

"Hallo? Maaf, mas Terra. Mbak Minda nya sekarang lagi live show." Saat teleponnya akhirnya di angkat, bukan suara yang ia harapkan menjawabnya.

"Kapan Feminda selesai?"

"Satu jam lagi, mas. Ada yang bisa saya sampaikan?" Tanya manager kekasihnya itu.

"Kalau Feminda sudah selesai, tolong sampaikan untuk segera telepon saya." Lalu setelah itu, ia langsung mematikan sambungan telepon tanpa berniat untuk mendengar jawaban.

"Terra?" Panggil seseorang membuat terra menoleh. Disana ada ayahnya, Arshad Tedjawidjaja yang setengah berlari menghampirinya.

"Gimana keadaan Oma?" Tanya Arshad yang seharusnya sudah tahu jawabannya.

"Masih di dalam, pa. Astaga, aku akan memecat suster sialan yang merawat Oma dan membiarkan Oma untuk berjalan sendirian di kamar mandi!"

"Terra tenangkan diri kamu. Sekarang yang terpenting adalah keselamatan Oma kamu, Terra." Ucap Arshad berusaha menenangkan putranya.

Ya, benar. Belum saatnya mengeksekusi suster sialan itu. Belum. Yang terpenting adalah keselamatan neneknya karena semua orang tahu betapa berharganya sang nenek.

"Pa, aku tidak akan pernah membiarkan siapapun untuk mengambil nenek sekarang. Selamanya. Tidak setelah mama pergi."

Arshad sangat memahami perasaan anaknya itu karena setelah kepergian istrinya, ibunya lah yang merawat dua putranya dan yang sangat dekat dengan ibunya adalah Terra, putra bungsunya. Mungkin karena saat itu Terra masih sangat kecil dan lebih butuh perhatian seorang ibu.

Suara pintu ruang operasi yang terbuka membuat dua lelaki itu membuyarkan lamunan masing-masing.

"Bagaimana nenek saya?" Tanya Terra yang langsung berlari ke hadapan Afiya.

Afiya tidak langsung menjawab, melainkan melepaskan masker operasinya dan memandangi lelaki lain yang baru saja tiba di hadapannya.

"Bagaimana keadaan ibu saya, dokter?" Tanya Arshad yang mengambil tempat di hadapan dokter itu.

"Kami berhasil melakukan operasi tulang rusuk nyonya Laksmi Tedjawidjaja. Beruntung ia tidak mengalami patah tulang yang serius, tuan Tedjawidjaja. Ibu anda adalah wanita kuat di usianya yang mulai senja." Jawab Afiya tanpa melihat lelaki menyebalkan itu.

"Apa kami bisa menjenguknya?" Tanya Arshad lagi.

"Maafkan saya tapi saya menyarankan agar nyonya Laksmi Tedjawidjaja mendapatkan waktu istirahatnya, tuan. Sekarang beliau tengah mengalami masa transisi."

"Tapi apakah ibu saya benar-benar bisa pulih?"

Afiya tersenyum untuk menenangkan hati keluarga pasiennya itu. "Tuan, untuk sekarang saya tidak bisa memastikan. Meskipun sangat kuat, namun kita semua tahu kalau nyonya Tedjawidjaja sudah berusia lanjut. Tapi saya akan berusaha sekuat tenaga. Saya akan melakukan pemeriksaan lanjutan setelah beliau sadar dan saya menyarankan agar beliau tetap tinggal di sini agar saya bisa terus memantau keadaannya."

Baik Arshad maupun Terra menghela napas lega mendengar ucapan Afiya.

"Lakukan yang terbaik untuk ibu saya, dokter."

Afiya kembali tersenyum. "Itu adalah tugas saya, tuan Tedjawidjaja. Kalau begitu saya permisi dulu." Ucap Afiya dan mulai berjalan meninggalkan mereka.

"Tunggu." Ucap Terra saat Afiya sudah beberapa langkah meninggalkan mereka.

Afiya berhenti dan memejamkan mata lalu membukanya, seolah hal itu bisa membuat dirinya lebih bersabar menghadapi lelaki itu.

Ia membalikkan tubuhnya dan sedikit terkejut saat mendapati lelaki itu telah berdiri di belakangnya. Afiya mundur beberapa langkah untuk menciptakan jarak di antara mereka.

"Jangan berpikir karena anda berhasil dengan operasi ini, saya akan melepaskan anda begitu saja. Saya ingin kesembuhan nenek saya. Mengerti?"

Lelaki gila.

*Bersambung*

Part 2 update yaayy!!

Vomment nya ya teman!😘

Salam manis,
ISYAHNILAM PUNJABI 🖤

TERRAFIYA'S CHOICE (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang