17

299 38 2
                                    

Relice menatap dirinya di depan cermian dengan mata sembab. Di dalam kamarnya ia merenung terdiam, dia masih merasa bahwa apa yang menimpa kedua sahabatnya adalah sebuah khayalan belaka. Tapi mengingat bahwa memang benar apa yang telah terjadi--itu membuat Relice benar-benar terpukul.

Kehilangan dua sahabat yang benar-benar peduli denganmu adalah hal yang paling menyedihkan kedua setelah kehilangan seorang ibu. Tapi sebenarnya Relice tidak menyangka jika Cloza memeluknya tadi, mengingat hal itu membuat wajahnya kembali memanas.

Ia menghela napas lalu melempar dirinya di atas ranjang dan menatap ke arah langit-langit kamarnya. Sekolah akan diliburkan selama seminggu untuk memperbaiki masalah-masalah yang terjadi. Sebenarnya bisa saja semua masalah ini tidak membuat liburnya sekolah, tapi karena korban yang ada adalah beberapa anak dari Groner School jadilah sekolah diliburkan.

Hari ini Relice memutuskan merenung di dalam kamar. Kamarnya biasa, tentu saja kamar di asramanya tidak sebesar kamarnya di rumah megah miliknya. Tapi ia cukup menyukai kamar ini, kamar ini mengingatkannya kepada dirinya bahwa ada Cloza di sekitarnya. Lelaki itu berhasil membuat hati Relice porak-poranda.

Dulu mungkin dia begitu membenci Cloza mengingat lelaki itu selalu bisa mengalahkannya. Bahkan ia yakin bahwa Cloza bisa kaya mendadak hanya dengan mata birunya itu. Tapi ia juga tahu bahwa Cloza bukanlah orang yang tipe memeras, saat ini saja pikiran dan hati Relice hanya terpaut pada satu nama, Cloza.

Gadis itu beralih ke arah sebuah rak di kamarnya yang terpampang sebuah figura foto dirinya, Juliet, dan Vera. Ia menarik foto itu dengan menggerakan tangannya, figura itu terbang ke arahnya. Jatuh tepat di sampingnya.

Perlahan namun pasti, Relice mengambil figura itu dan menatap foto kedua sahabatnya yang tersenyum lembut bersama dengannya. Mungkin hanya Juliet dan Vera saja yang mengerti dia, mungkin hanya kedua orang itu saja yang tidak peduli dengan omongan orang lain tentangnya. Mungkin hanya mereka berdua saja, hingga Cloza datang dan membuatnya sadar bahwa kebahagiaan tidak selalu ada dan diukur dengan seberapa kuat kamu atau seberapa kaya dirimu.

Relice menghela napas lalu membiarkan air mata perlahan mengalir pelan dari kedua matanya. Perlahan namun pasti gadis itu mulai terisak dan menangis mengingat kembali kebersamaanya dengan Juliet serta Vera.

"Seandainya aku bisa bersama mereka."

Relice mengusap wajahnya lalu mengambil handphone dan membuka galeri. Di sana terdapat banyak sekali fotonya dan Juliet serta Vera. Tersenyum bahagia, tapi itu semua hanya kenangan. Mungkin mulai sekarang tidak akan ada tempat untuk dirinya curhat.

Flexion? Entahlah dari kemarin saja dia tidak melihat Flexion. Bahkan dia sudah bertanya pada hampir seluruh anggotanya tetapi tetap saja, ia tidak menemukan kakaknya.

Gadis menutup benda pipih itu lalu berdiri dari ranjang dan menuju ke pintu. Relice hendak menyentuh gagang pintu saat pintu itu perlahan terbuka.

"Kamu di dalam?"

Napas Relice tercekat lalu menelan salivahnya susah payah. Itu Cloza, laki-laki yang memenuhi hati dan pikirannya selain kejadian yang menimpa Juliet serta Vera.

"I-iya, memang kenapa? Masuk saja."

Pintu terbuka lalu sosok laki-laki dengan rambut hitam dan salah satu mata tertutup sebuah penutup mata itu terlihat dan tampak tampan. Pagi ini Cloza menggunakan kaos hitam dan celana abu-abu.

Tampan.

Satu kata itu saja yang bisa mendeskripsikan sebagian kata-kata yang hendak ia ucapkan. Relice berdiri tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat.

"Apa yang mau kamu bicarakan?"

"Sepertinya memang menangis ya? Aku tahu kamu sedih, tapi aku mendapat sebuah pesan dari Ivory untuk memintaku datang dalam sebuah rapat. Bisa kamu jaga ruangan kita?"

GAVONOR (DIBERHENTIKAN)Where stories live. Discover now