9

368 43 0
                                    

"Kau sudah menyiapkan semuanya untuk pertandindangan peringkat?" Ralgo menatap ke arah Korega. Pria paruh baya itu hanya mengangguk sebagai jawaban lalu meletakkan sebuah amplop putih di meja Ralgo.

Ralgo menghela napas lalu membuka amplop itu dan mulai mengambil kertas yang berada di dalamnya. Ada beberapa foto dan surat dengan tulisan bertinta merah darah. Ralgo terdiam lalu mendesis kesal.

"Sialan, jangan sampai ada murid yang tahu ini. Jangan sampai! Dan tetaplah berusaha untuk menyembunyikan rahasia ini dari sekolah. Hanya kita berdua yang tahu," ujar Ralgo sambil mengambil korek api dan membakar kertas berisi surat dan meletakkan foto itu di laci. "Hubungi pemerintahan pusat kota Tokyo, katakan pada mereka bahwa Amerika bersiap menyerang. Hubungi setiap kota yang ada di Jepang, minta bantuan dan pastikan tidak ada yang terluka Korega!"

"Aku pasti melakukannya." Korega berujar yakin. "Lalu apa yang akan kau lakukan dengan foto itu? Jika kedua anakmu tahu bisa bahaya."

"Tenang saja," ujar Ralgo, "tidak akan ada yang tahu tentang foto ini. Dan lagi ini bukan dia, foto ini bukan dia Korega. Kau tak perlu khawatir.

"Baiklah," ujar Korega.

Korega berbalik lalu hendak membuka pintu tetapi Ralgo berkata pelan dan membuat Korega berhenti dan membulatkan matanya.

"Kalau ada apa-apa dengan pemerintahan pusat, kita terpaksa memberitahukan kepada semua anak-anak dan mungkin saja akan terjadi dalam waktu dekat ini, bisa-bisa pertandingan perebutan peringkat akan gagal. Jadi pastikan semuanya baik-baik saja."

Korega mengangguk kembali lalu keluar dari ruangan Ralgo. Korega terdiam, pria paruh baya itu mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu menggeram. "Maafkan aku Yefgraf, mungkin saja aku akan gagal melindungi dua anakmu. Maafkan aku."

Sedangkan di sisi lain Ralgo mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Mengapa hanya keluarga Gavonor yang diincar? Kenapa ini harus terjadi? Mengapa masalah ini selalu ada? Apa yang sebenarnya diinginkan oleh organisasi kemampuan Amerika terhadap Gavonor? Apa? Aku harus mencari tahu hingga mendapatkannya! Walau nyawa taruhannya!"

***

Cloza bertopang dagu dan menatap Torto yang sedang dalam keadaan pelatihan oleh guru utama mereka. Mister Tony--guru wali kelas mereka sedang melatih Torto untuk memaksimalkan kemampuan anginnya. Beruntung Mister Tony juga pengendali elemen angin sehingga Torto dengan mudah bertanya apa yang harus ia lakukan saat ini.

Sedangkan beberapa anak lainnya juga tampak berlatih. Semua anak kelas 10-1 terus berlatih dengan melawan teman-teman mereka. Perebutan peringkat akan dimulai dua hari lagi, Cloza tidak terlalu tertarik. Tetapi peringkat sementara masih sama dengan yang sebelumnya. Cloza tidak mengerti mengapa kemampuannya termasuk kemampuan paling hebat.

Cloza menghela napas hendak keluar dari ruang pelatihan kelas 10-1 saat seseorang memanggilnya. Ia berbalik dan berhadapan langsung dengan Glarosh Cendere. Dia adalah salah satu pengendali elemen api biru dan kemampuaan miliknya berada di peringkat kedua.

Cloza menaikkan salah satu alisnya meminta penjelasan pada Glarosh yang memanggilnya tadi. Glarosh adalah seorang anak laki-laki tinggi dengan tubuh sangat kekar. Tubuhnya bukan gendut tapi besar, dia memang terkenal sangat kuat dan beberapa kali mendapatkan peringkat satu di kelas 7, 8, dan 9 saat masih SMP.

"Mau bertanding denganku? Sepertinya kau adalah peringkat satu," ujar Glarosh yang lebih tinggi dari Cloza. Cloza hanya setinggi bahu Glarosh.

"Aku sedang malas." Cloza menjawab datar dan membuat wajah Glarosh tidak suka. Cloza yang menyadari itu berbalik seutuhnya dan berhadapan dengan Glarosh. Ia mendongak, menatap Glarosh dengan mata kanannya yang bewarna biru terang. "Tapi karena wajahmu saja sudah mengamuk, apa boleh buat? Mau di mana?"

GAVONOR (DIBERHENTIKAN)Where stories live. Discover now