S2. Chapter 17

2.5K 265 10
                                    

Aku di sini, datang jauh-jauh dari Korea menuju Swedia untuk mengejar apa yang memang seharusnya kumiliki. Ini bukan sekedar hanya mengejar, aku datang ke sini dengan tekad kuat. Dua bulan mempersiapkan diri, mulai dari memperbaiki penampilanku yang sempat tak terurus, menyiapkan berkas kerja sama, dan beberapa hal penting lain.

Dua bulan ini aku memang memulai kembali aktivitas seperti biasanya. Setelah bangun dari tidur berkepanjangan akibat stress berat, aku menghabiskan seharian untuk berpikir mengenai banyak hal. Rasa sakit yang kutimbulkan kepada Yein, pertunangan wanita itu, Denish, dan diriku sendiri. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk memulai semuanya dari awal.

Beruntung rasanya, ketika sebuah perusahaan mengajakku bekerja sama untuk membuat cabang pusat perbelanjaan di Swedia. Namun sebelum itu, aku juga mesti memenangkan tender, mengingat perusahaan asing itu bukan hanya mengajakku. Ya bisa ditebak, selama dua bulan itu pula aku berusaha keras mendapatkan pekerjaan itu.

Sebenarnya bisa saja aku pergi ke Swedia begitu sadar setelah pingsan di apartemen. Namun, mengingat lawanku adalah Park Jimin yang ternyata pemilik perusahaan NJ Grup aku tidak mungkin bergerak gegabah. Selama dua bulan ini aku juga mencari tahu latar belakang pria itu. Dia penerus utama NJ Grup, sempat tinggal di Inggris untuk berkuliah dan bekerja mandiri di sanaㅡ pun inilah alasan mengapa dia dan Yein dapat bertemu. Karena penyelidikan atas Jimin, aku juga akhirnya mengetahui tentang Yein. Apa yang terjadi dengannya dulu? Apa yang dilakukan sekarang? Aku tahu.

Dalam perjalanan pulang setelah sehari penuh mengecek pembangunan di lapangan dan pertemuan dengan Vernonㅡrekan bisnis barukuㅡaku melewati pertokoan di Stockholm yang sudah mulai menyiapkan dekorasi musim dingin di etalasenya. Langit menggembung oleh air, dan angin berlomba melintasi jalan, mengangkat tumpukan daun kering yang seakan tidak ada habisnya. Cahaya di dalam toko sepi di ujung jalan, cukup untuk menarik pandanganku dan mengarahkannya ke kaca yang seperti baru dihiasi dekorasi baru. Namun yang menarik perhatianku bukanlah itu, tetapi seorang bocah lelaki kecil yang juga ikut menatapku.

Aku mengenal dia. Aku sudah hapal setiap presisi bocah itu. Pun dia tersenyum sumringah setelah menatapku lamat-lamatㅡ lebih mirip menyelidik. Setelahnya yang kudapati adalah dia yang berlari menuju ke arahku, sambil berteriak kegirangan.

"Paman Jung," dia berteriak berkali-kali.

Bibirku menyungging senyum lebar, lenganku pun terburu memeluknya erat takut bahwa pria muda itu akan kembali pergi.

"Pamang sedang apa di sini? Apa Paman mencari Dey? Ah... Dey rindu sekali dengan Paman. Ehㅡ" dia mengatung ucapannya saat mendapati genangan air di pelupuk mataku, "kenapa Paman menangis?"

"Mulai sekarang Dey mesti memanggilku dengan sebuatan Daddy, bukan Paman," aku berucap, mengecup pipi tembem itu beberapa kali.

Matanya membulat sejenak, nampak bingung, walau setelahnya dia bersorak kegirangan. "Wah, Dey boleh memanggil Paman dengan sebutan Daddy? Ini keren sekali."

"Jungkook?" Suara lain terdengar di ambang pintu toko.

Ah itu dia. Wanitaku. Jung Yein-ku. Dia tersenyum manis, walau kurasa itu bukan senyuman terbaiknya. Wajar sih begitu. Aku yakin dia terkejut akan kedatanganku yang tiba-tiba.

"Lama tidak berjumpa," kataku.

Ingin rasanya aku berlari kehadapannya, memeluk erat, sambil berkata; Ayo kembali ke Korea, kita mulai semuanya dari awal. Menikah. Aku ingin kita menikah. Namun aku jauh-jauh datang ke sini bukan untuk memaksa, aku lebih ingin mendekatinya secara perlahan. Mengingat apa yang sudah aku sebabkan, kurasa tindakan pemaksaan adalah hal paling buruk jika dilakukan.

"Gendong," kata Denish, seraya mengalungkan tangannya di leherku. Matanya berbinar memohon. Manisnya.

Aku tersenyum sebelum mengangkat tubuhnya. Bukankah kami sudah seperti keluarga yang bahagia? Orang-orang yang melintasi kami pun nampak tersenyum, kurasa mereka setuju akan hal itu.

"Masuklah, aku akan membuatkanmu coklat hangat, atau kopi jikau masih menyukainya," katanya, dengan nada ejekan di sana. Ah, kurasa dia mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat kami masih bekerja bersama.

Aku mengangguk kaku, sambil mengikutinya dari belakang. Denish menatapku curiga, sebelum tertawa kecil entah karena apa.

Pandanganku langsung bersitatap dengan deretan busana yang di gantung di beberapa tempat. Ini butik milik Yein. Aku memang sempat menerima berita mengenai Yein yang membuka sebuah butik di Swedia, namun aku tak begitu ingat betul di mana letaknya, karena saat itu fokusku hanya pada pekerjaan. Jadi, ketika wanita itu pamit undur diri untuk menyiapkan beberapa suguhan, aku bersama Denish duduk di salah satu sofa.

Bocah lelaki itu bercerita banyak hal, bahkan mengadu beberapa keluh kesal, seperti mengapa aku tak pernah menemuinya. Ingin rasanya aku berkata begini; Oh, Sayang. Daddy pun ingin langsung menemuimu, juga membawa Mommy kembali. Namun aku hanya dapat tersenyum, berujar bahwa aku sibuk dengan pekerjaan. Dia cemberut sedikit marah, walau tak lama setelah itu Denish langsung memelukku, berkata rindu dengan nada teramat manis.

Penyesalan kembali muncul, membuat jantungku serasa diremas kuat-kuat. Jika waktu itu aku tidak melupakan segalanya, kuyakin kami tidak akan berada di sintuasi sulit semacam ini. Yein dan Denish akan tetap bersamaku. Lalu tidak ada seorang pengganggu seperti Park Jimin.

"Dey, kau tak boleh manja begitu dengan Paman Jung," kata Yein, sambil meletakkan tiga buah cangkir yang kuyakini adalah coklat hangat. Di belakangnya berdiri seorang gadis. Tingginya tak jauh beda dengan Yein, namun aku rasa dia lebih muda. Aku tersenyum kecil sebagai sopan santun, sungguh aku lebih tertarik dengan perkataan Yein sekarang. Jelas aku tahu, dia pasti masih marah denganku, tapi apa mesti berucap begitu? Denish kan juga anakku, sudah sepantasnya bocah itu bermanja-manja dengan ayah kandungnya.

"Kenapa tidak boleh?" tanya Denish lebih dulu. "Dey rindu sekali dengan Daddy tahu!"

Sudah sejak lama aku tahu Yein mahir mengendalikan ekpresi, namun sepersekian detik tadi aku yakin bahwa dia terkejut dengan penuturan Denish yang menyebutku Daddy. Dia menatap tepat di irisku, sorotnya mempertanyakan banyak hal, namun aku hanya balas tersenyum. Aku tahu dia tidak senang dengan semua ini, tetapi aku mesti melakukan ini. Denish harus mengetahui semuanya.

"Kana," panggil Yein pada gadis di belakangnya. "Bisa kau bawa Denish pulang terlebih dahulu?"

"Tapi Nyonya, bagaimana dengan Tuan?" Gadis yang dipanggil Kana itu nampak gelisah.

Jung Yein mendekat, lalu menggendong Denish. Tak ada keramahan di sorot matanya yang sempat dia tunjukan seperempat jam lalu, saat kami berselisih tatap barusan. Kurasa Denish pun sempat ingin memprotes, walaupun di urungkan anak itu.

"Aku akan menjelaskan semuanya pada Kak Jimin, jadi kau tak perlu khawatir," kata Yein. "Dey pulang dengan Bibi Kana, ya? Mommy akan segera pulang kok. Paham?"

Denish mengangguk dengan enggan, walau pada akhirnya menurut juga. Sepeninggal dua orang itu, hanya tersisa aku dan Yein berdua. Dia duduk di depanku. Menegapkan tubuh, sebelum berkata dengan nada teramat dingin, "Apa yang kau inginkan sebenarnya, Jeon Jungkook?"

Aku tersenyum getir, dia tidak pernah berkata sedingin itu sebelumnya. Apa dia memang Yein-ku atau orang lain yang terperangkap di tubuh Yein? Namun jauh di lubuk hatiku, aku tahu dia memang Yein. Nyatanya akulah dalang di balik perubahan sikap wanita itu. Semuanya salahku dan kini aku mesti menebus semuanya. []


Halo guys, lama rasanya gaka update ya😂 sumpah lagi sibuk"nya nih aku. Jadi aku gak bisa memastikan untuk dapat update setiap minggu. Tapi aku usahain kok. Semoga kalian bisa maklum ya. Doain aja aku semangat nulisnya dan ide terus ngalir.

Ada yang tahu maksud Jungkook kejadian kopi waktu mereka berdua kerja bareng?
Iya yang waktu itu Jungkook dengan pd nya minta bikin kopi, padahal dia benci sekali sama kopi.
Ide Jungkook benci sekali dengan kopi muncul waktu liat Run BTS yang episode jadi barista. Aku bahkan punya gif ekspresi Jungkook yang kepahitan😂 pengen aku upload di sini tapi filenya kegedean:")

Ya udalah ya cuap-cuapnya, byebye😘

Antithesis [JJK-JYI]✔Where stories live. Discover now