Warna

5 0 0
                                    

Tuhan memberi anugerah sebuah hati untuk manusia menggunakan hatinya agar tidak bersikap kejam. Tapi mengapa manusia malah memanfaatkan hati itu untuk kepentingan mereka ?

Warna dalam hidupku telah begitu banyak berubah. Aku yang bodoh atau mereka yang tak kenal hati ?

Dia yang selama ini kupuja. Bukan. Bukan kupuja. Tapi ku kagumi dan kubanggakan karena hatinya yang kuanggap tulus dan baik pun telah ikut menodai warna dalam hidupku.

Dan warna itu berubah menjadi hitam pekat. Aku yang letih dengan kejamnya dunia. Letih dengan semua kegagalan. Letih dengan kekecewaan. Letih dengan penilaian orang yang tak kenal denganku dengan baik. Dengan semua prasangka buruk mereka.

Hilang Rora yang dulu tegar. Rora yang dulu selalu bangkit dari setiap kegagalan. Rora yang dikenal ceria dan kuat. Rora yang mereka bilang tak pernah mengeluh. Rora yang cuek dengan ejekan orang - orang. Rora yang mimpinya begitu tinggi meski banyak orang meremehkannya.

Dan aku adalah Rora yang terpuruk dengan semua perilaku dan kejamnya manusia yang kuanggap baik. Rora yang tidak beruntung.

Tuhan mengajarkan untuk selalu memaafkan. Ya. Aku selalu begitu. Memang memaafkan itu terlihat mudah tapi saat sakit itu menghujammu terus menerus, bagaimana air matamu tak jatuh dan terasa sesak didada.

Jika sudah begini, maka bagaimana aku bisa menggunakan hati ?

Dan aku berusaha semaksimal mungkin untuk selalu percaya bahwa rencana Tuhan itu indah.

Jika saat ini aku terlalu memaksa untuk bertahan, sebenarnya bukan karena aku ingin memiliki. Menurutku tujuan dan niatku baik.

Tapi Tuhan tahu niat baik dan niat buruk. Dan yang menggunakan hati tentu saja berniat baik.

Tuhan yang telah memberi warna dalam hidupku. Aku berharap warna hitam ini akan kembali menjadi warna warni. Tapi kenyataannya, warna itu sulit kembali.

Bagaimana mungkin ada orang yang dengan sadar telah menghancurkan hati, kepercayaan dan niat tulus seseorang malah meminta kepada Tuhan untuk bahagia, sementara dia membiarkan orang yang dia hancurkan itu sendiri.

Hanya mengucap janji. Menyesal tapi tidak berusaha memperbaiki. Sibuk dengan urusannya sendiri dan meminta orang yang telah dia sakiti untuk kembali mengerti.

Meminta orang itu untuk bangkit, tapi tak ada sikapnya yang berusaha membantunya untuk bangkit. Padahal dia tahu, sumber kejatuhan itu berasal dari dirinya.

Menghakiminya terlalu banyak mengeluh, tidak akan bahagia tapi tidak pernah memahami luka fisik dan mental itu karena selalu berusaha mengerti keadaannya. Keadaan orang yang telah menyakitinya.

Saat air mata jatuh, dia tidak berusaha untuk menghapusnya malah menghakiminya bahkan mengabaikannya.

Apa arti tanggungjawab seorang yang beriman itu? Apa arti menghargai orang lain ?

Hidup beriman itu bukan sekedar saya dan keluarga saya, tapi Tuhan saya paling penting. Tuhan yang Maha kasih dan Adil.

Jika saya dan keluarga saya kemudian memandang orang lain itu bukan urusan saya, betapa egoisnya pemikiran ini. Lebih - lebih saat kita tahu bahwa kita telah terlanjur masuk terlalu dalam ke dalam hidup orang lain dan melukainya. Bagaimana mungkin kita cuma bisa mengabaikannya ?

Orang yang jatuh pun juga ingin bangkit. Betapa mulianya kalau kita menyadari untuk membantu orang itu bangkit dan berdiri. Bukan dengan jalan menghakimi dengan perkataan, tapi dampingi dengan sikap.

Banyak didunia ini orang yang cuma bisa berkata, berjanji tapi selalu mencari titik amannya sendiri secara duniawi. Dalam arti bersikap nol besar.

Maka kusebut warna ini adalah warna hitam yang terbungkus selembar kain putih. Kejahatan yang terselubung. Kemunafikan.

Mengeluh dan ingin menyerah itu memang salah. Tapi bukankah itu adalah hal yang wajar ? Pertanyaan adalah seberapa berat beban yang dipikulnya? Dan apakah atau siapakah yang membuat beban itu semakin berat ?

Aku sedih dan jenuh dengan kehidupanku yang terasa hitam pekat warnanya. Dipandang hina hanya karena hati berbicara.

Padahal Tuhan Allah itu adalah lambang hati yang penuh kasih. Yang tidak pernah menyakiti hati

Karena sudah kuceritakan beberapa bagian. Beberapa bagian yang terlihat sekali penuh rasa kecewa.

Maka lebih baik kuceritakan ini mulai dari awal. Mulai dari warna hidupku yang serba ceria dengan aneka ragam warnanya.

Itulah warna kehidupanku dan mungkin juga menjadi warna kehidupanmu juga...

Warna DiarykuWhere stories live. Discover now