Taehyung's side

85 16 0
                                    

this've been written since Dec 16th 18, lol. tmi.

Jauh sebelum ini, dulu sekali, aku menganggap mempunyai anak laki-laki itu pasti akan menyenangkan sekali. Tidak perlu teman main lagi.

Karena itu juga aku sering mengeluh pada Ibu dan Ayah sebab saudaraku itu perempuan, dua-duanya perempuan. Banyak kejadian di mana si Taehyung kecil ini berakhir ketiduran di saat dua kakak perempuannya asik dalam dunia barbie mereka.

Di tambah aku yang paling kecil, rasanya Ayah dan Ibu tidak pernah membiarkanku keluar rumah sendirian sampai aku umur sepuluh tahun.

Lalu sekarang, rasanya aku sedikit menyesali kepercayaanku yang satu itu.

Sekarang, dengan punggung penuh plester yang Sean tempel semalam, aku merebahkan diriku di sofa ruang tengah.

Kausku sudah basah karena keringat dan bahkan sudah mulai mengering. Absennya Sean hari ini, benar-benar memberikan afeksi luar biasa untukku.

Mungkin ini yang namanya umur tidak bisa di bohongi. Huh, tahu begitu aku menikah lebih cepat.

Bukannya tidak bersyukur. Kim Taehyung yang masih mencoba bugar walaupun masa produktifnya sudah lewat ini, bersyukur sekali, lho.

Dengan dua Kim yang menguasai seluruh penjurun rumah dengan tenaga mereka yang luar biasa, aku merasa kalah telak.

Ya Tuhan, rasanya aku bisa pingsan. Aku bisa melihat bayangan bintang-bintang padahal ini masih sore.

"Kim Tae Ho! Kim Tae Oh!" Aku sedikit memaksakan berteriak dengan tenggorokan kering bukan main.

Aku baru saja selesai berberes rumah untuk membereskan kekacauan yang mereka buat, setelah bermain perang-perangan selama dua jam setengah. Tentu saja aku berperan sebagai penjahat. Ini bukan kehendakku.

Dua bocah usia tiga tahun itu belum juga menampakkan dirinya. Dan ini bisa menjadi pertanda bahaya. Sungguh. Terakhir kali aku membiarkan keadaan rumah sunyi senyap selama tiga puluh menit, aku menemukan mereka mengacak-acak ruang kerjaku. Ralat, mereka menjadikannya sebagai tempat main petak umpet.

Aku menyeret paksa tubuhku untuk menemukan dua bocah gembul itu. "Kim-deul, oedini?" Masih tidak sautan.

Ini aneh, aku tidak menemukan mereka di ruang bermain ataupun di taman belakang. Biasanya mereka tidak menyahut ketika mereka sedang bermain.

Ah, satu lagi, dapur.

"Oh! Appa! Jangan marah dulu, oeh." Aku mendadak mematung, merasakan tekanan darahku naik ke leher.

Bagaimana tidak? Keadaan lemari pendingin dengan semua kedua pintu terbuka serta dua buah bangku yang di gunakan mereka untuk mencapai bagian tertentu.

Woah, Kim, lihat kelakuan mereka. Anakmu sekali, bukan?

Tae Ho buka suara. "Appa, kami bisa menjelaskannya." Aku menarik nafas dalam-dalam, berusaha tenang untuk mengambil keputusan terbaik dalam situasi.

Tak menjawab, aku memilih mendekat untuk menutup pintu lemari dingin lalu menurunkan mereka dari atas bangku.

"Mwohae?" Aku bertanya setelah mensejajarkan diriku dengan mereka dengan cara berlutut.

Kali ini si bungsu yang berbicara. "Tae Ho ingin makan agar-agar lagi," dan aku mulai tidak fokus karena mereka sangatlah lucu. Pipi dan perut yang menggembung merupakan salah satu faktor mengapa aku selalu kalah dengan mereka.

Tuhan, tolong kuatkan iman Kim Tae Hyung.

"Apa yang tadi Appa buatkan sudah habis?"

WHAT IS LOVE ((TAE HYUNG KIM))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang