The Prince and The Diamond He Holds

Start from the beginning
                                    

Frustrasi dan tidak ingin tinggal diam, Argent tiba-tiba melajukan cepat kudanya. Sebagian prajurit menyusul, tidak terkecuali Delcary-Amun. Dan sampai sosok mereka menghilang di balik gerbang, Mikhail tetap bergeming.

***

Pria tadi memasukkan Silvana ke dalam gerobak dengan atap tertutup sehingga tidak ada yang melihat. Kotak gerobak itu dikunci dari luar. Silvana meringkuk di satu sisi. Sesekali mata birunya melirik ke depan, di mana beberapa remaja juga duduk. Berbeda dengan Silvana, kaki mereka dirantai.

"Hei, siapa namamu?" tanya salah seorang dari mereka.

Silvana menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

"Quon."

"Darimana asalmu?"

Silvana tidak menjawab.

"Kau seharusnya tidak di sini. Mumpung mereka belum mengikatmu, kaburlah kalau pintunya dibuka."

"Kenapa?"

"Mereka akan menjualmu sebagai budak."

"Apa itu?"

"Hei diam! Jangan berisik!!" Pria yang mengarahkan kuda penarik gerobak mendadak memukul-mukul atap. Mereka semua terlonjak kaget.

Silvana kemudian merangkak mendekati pintu keluar yang berbentuk jeruji. Melongok, dia mencari pria yang membawanya pergi.

"Tuan, aku haus," katanya.

"Nanti kau akan minum kalau sudah sampai," jawab si Pria.

"Aku mau sekarang. Mereka kelihatan haus juga dan lapar."

"Jangan berisik! Sudah kubilang nanti saja kalau sudah sampai!"

Silvana memberengut. Sebenarnya tidak masalah berapa lama lagi mereka akan sampai di tempat tujuan. Yang mengganggu Silvana kemudian adalah beberapa bagian tubuhnya yang terasa gatal. Roknya telah lusuh. Telapak kaki sampai lututnya penuh bercak lumpur yang mengering. Kondisi gerobak itu juga kotor. Di beberapa sudut tersisa serat gabah yang hanya akan menambah gatal jika tersentuh.

Menyerah membujuk, Silvana bergerak mundur dan meringkuk lagi. Dia ingin segera bertemu dengan Mikhail. Tapi kini dia bahkan tidak tahu di mana dirinya.

Roda gerobak mendadak terhenti. Silvana sibuk menggaruk-garuk tubuhnya kala terdengar bisikan-bisikan dari luar.

"Ada apa?"

"Ada pemeriksaan di perbatasan. Mereka mencari orang hilang."

"Buronan?"

"Bukan. Mereka mencari perempuan. Para prajuritnya membawa kertas bergambar perempuan."

Anak perempuan tepatnya.

"Memangnya siapa?"

"Aku tidak tahu. Kabarnya Pangeran Vighę sampai turun tangan!"

"Jangan-jangan anggota keluarga raja?"

"Permaisuri Vighę sudah lama meninggal. Raja hanya punya putra mahkota dan pangeran itu belum menikah."

Silvana memberanikan diri mengintip lagi. Kali ini dia melihat pria yang membawa mereka berdecap kesal. Pria itu sama sekali tidak menangkap petunjuk kalau gadis yang dia culik itulah yang sedang para prajurit Vighę cari. Di luar hal tersebut, memperdagangkan orang sebagai budak sangat dilarang keras di Vighę, tidak seperti Kith. Kalau ketahuan, para prajurit itu bisa segera menangkapnya.

"Ck! Kalau begitu aku harus memutar," gerutu si Pria. Namun baru saja dia membalikkan badan, tidak jauh di depannya datang rombongan yang lumayan besar.

Berada di barisan terdepan, Mikhail menunggangi kuda putih yang paling gagah. Segera orang-orang di sekitar sana bersujud amat rendah-termasuk pria yang membawa Silvana. Mikhail sendiri bersikap tidak acuh. Mulanya dia hendak mengabaikan gerobak yang kotor itu, tapi sejenak kemudian dia mengubah haluan kudanya lagi.

"Apa yang ada di dalam sana?" tanya Mikhail.

Si Pria tersentak.

"Me-mereka pekerja dari Ranoor yang akan dikirim ke Kith, Yang Mulia."

"Periksa!" perintah Mikhail.

Pria tadi makin tergagap ketakutan. Dua prajurit sekaligus menyibak tirai pada pintu lalu melongok. Mereka melihat segerombolan remaja-dan yang terpenting, Silvana yang tengah duduk memunggungi pintu, masih sibuk menggaruk. Meski wajahnya belum kelihatan jelas, tebakan kalau gadis kecil itu adalah Silvana sama sekali tidak terpikirkan.

"Bagaimana?" tanya Mikhail.

"Sepertinya mereka memang pekerja, Yang Mulia."

"Hm." Mikhail menggumam pelan. "Kau tidak hendak menjual mereka untuk dijadikan budak bangsawan Kith bukan?"

"Ti-tidak! Sama sekali tidak, Yang Mulia!"

"Kalau begitu silakan lanjutkan perjalananmu."

"Terimakasih, Yang Mulia!"

Mikhail menghentakkan tali kekang. Kudanya memutar. Embusan napas kelegaan baru saja keluar dari mulut si Pria gemuk ketika tidak disangka-sangka ...

"Tuan, apa kau punya bedak gatal?"

Hening. Mereka semua saling berpandangan bingung melihat Mikhail yang menghentikan langkah kuda. Laki-laki itu tidak bergerak, tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan menoleh. Mereka selanjutnya dikagetkan dengan gerak angin yang berubah haluan. Angin itu membentuk pusaran yang kencang, dengan Mikhail sebagai pusatnya. Sementara orang-orang di sana mencari-cari sesuatu yang kuat untuk pegangan, Mikhail memalingkan wajah.

Hanya dalam satu kilat mata yang tajam itu, gerobak kotor yang mengganggu pemandangannya seketika terbelah. Anak-anak di dalamnya menjerit ketakutan. Gerobak itu roboh, dan langsung menjatuhkan penghuni di dalamnya. Namun kala Mikhail menjentikkan jari telunjuk, tubuh mungil Silvana melayang. Gadis itu mengerjap lalu membelalakkan matanya gembira melihat Mikhail.

Mikhail menadahkan tangannya, menangkap Silvana yang menghempas ke dadanya yang bidang.

"Mikhail! Mikhail!" Silvana memekik girang. Dirangkulnya erat laki-laki itu di lehernya.

Di sisi lain, berbanding terbalik dengan Silvana yang gembira, si Pria gemuk sadar ajalnya telah dekat sewaktu tatapan membekukan Mikhail menghunjam padanya.

***

"Tidak ada gunanya membicarakan masalah perbudakan pada Raja Kith," ujar Mikhail lalu menyesap sedikit tehnya. "Vighę akan selalu menggagalkan pengiriman budak dari sini. Tapi sulit untuk ikut campur tangan apabila Hurdu juga terlibat."

Di depannya, Argent duduk. Sesekali dia melirik ke sampingnya, di mana Silvana tengah menyusun kepingan-kepingan puzzle. Sulit dipercaya bila gadis itu hampir saja dijual ke Kith. Tidak bisa dibayangkan hal mengerikan apa yang akan terjadi bila Silvana sampai jatuh ke tangan Raja Kith yang licik bagai ular.

"Setidaknya Silvana baik-baik saja, Tuan Burö."

"Ya, Yang Mulia," balas Argent pelan.

Merasa sudah cukup dengan kunjungannya, Mikhail lalu bangkit berdiri-Argent melakukan hal yang sama. Mikhail kemudian berlutut di depan Silvana.

"Pulang?" tanya gadis itu.

"Aku tahu kau ingin sekali berkeliling keluar. Tapi tunggulah sampai kau tinggal di istanaku, mengerti?" Mikhail menatapnya penuh arti.

"Mm." Silvana mengangguk, percaya sepenuhnya pada tiap janji yang Mikhail berikan.

Laki-laki itu kemudian mencium pipinya, selanjutnya beranjak pergi diiringi pandangan Silvana yang begitu cepat merindukannya lagi.

.

.

.

How is his chara? Yang pasti, bonus chapter Mikhail ini hanya sebagian kecil dari bab fragmen porsi Mikhail di bukunya :D Enjoy.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now