58. Fang

6.4K 703 40
                                    

Gendang ditabuh berirama. Alat serupa maracas dikibas-kibaskan. Musik mengiringi para penari yang dipenuhi perhiasan di pakaian dan tubuh di atas panggung. Para tamu juga ikut menari sambil mengangkat gelas bir. Mereka tertawa riang setelah seharian bekerja.

Var, Silvana dan Rife sendiri menempati meja di pinggiran. Kaki Rife mengetuk-ngetuk tidak tenang, bahkan sesaat kemudian dia bergabung ke tengah-tengah kerumunan untuk ikut menari. Silvana sendiri sebenarnya ingin ikut, tapi melihat wajah Var yang datar sambil menyilangkan tangan, gadis itu lantas mengurungkan niatnya. Silvana tetap berusaha menikmatinya sambil bertepuk tangan dan mengedarkan ke sekeliling dengan antusias.

Diam-diam Var pun juga mengamati tiap detil ekspresi gadis itu. Tulang pipinya yang makin menonjol kala tersenyum, alisnya yang terangkat, serta mulutnya yang terkadang ikut bernyanyi. Rife melambai ke arah mereka dan Silvana membalasnya.

Var bukannya tidak menyukai keramaian semacam itu. Dia hanya tidak terbiasa. Tanpa dia sadar, rupanya telinga serta matanya telah cukup dimanjakan dengan nyanyian dan tarian yang ada. Tahu-tahu dia agak terperanjat, mengetahui malam sudah larut. Pantas saja jumlah pengunjungnya mulai berkurang.

"Kita harus kembali sekarang," kata Var sedikit keras demi mengalahkan bunyi gendang yang berisik.

"Biar aku yang beritahu Rife!" tawar Silvana tanpa menunggu izin Var. Gadis itu melompat dari kursinya lalu berlari mendekat ke panggung, tempat Rife yang asyik bercengkerama dengan beberapa gadis penari.

Tiba-tiba Silvana tidak sengaja menyenggol lengan seorang pria hingga segelas bir tumpah. Tersentak, gadis itu langsung mengucapkan kata maaf sampai tiga kali. Mulanya pria itu berdiri membelakanginya. Saat tertubruk, dia mengerang selanjutnya membalikkan badan hendak melampiaskan kekesalan. Tapi begitu melihat wajah Silvana, pria dengan cambangnya yang kasar itu terkesima.

Iris birunya.. wajahnya yang merona pada kulit sewarna susu.. serta bibirnya yang merekah indah..

"Wah, wah. Sepertinya ini malam keberuntunganku!" Pria itu terkekeh.

Silvana melangkah mundur, bersamaan saat pria itu mendekatinya. Kilatan penuh gairah itu membuat sekujur tubuh Silvana meremang. Apalagi ukuran tubuhnya lebih besar dari Var. Silvana pun tenggelam dalam bayangan tubuhnya yang menjulang di hadapannya.

Sedetik sebelum tangan si Pria meraih Silvana, teriakannya lebih dulu mengagetkan semua orang. Tangan itu menekuk ke belakang dalam sekali ayun. Padahal lingkar lengannya yang lebar berkat lapisan otot yang bertumpuk, semestinya tidak akan mudah dibuat bengkok. Dan tidak cukup memelintir hingga jeritannya membahana, tubuh tambun itu terlempar jauh lalu menghempas. Dia menimpa sebuah meja yang seketika jebol.

"Hei, apa masalahmu hah?!" bentak seorang pria lain pada Var. Dia langsung menelan ludah saat delikan Var menumbuknya.

"Aku baru saja menyelamatkannya," ucap Var. Sosoknya menjulang, menyembunyikan Silvana di balik punggung.

"Apa?" Berpasang-pasang mata di sana menatap laki-laki itu aneh.

"Kalau dia sampai menyentuhnya, aku akan mengiris semua jarinya.."

Hening.

"Dan jika dia sampai menangis, aku tidak akan ragu memenggal kepalanya.."

Oh, astaga, apa dia sedang mabuk gara-gara campuran rum di bir? Rife bergidik seraya meringis.

Mata kelam itu menyisir ke tiap-tiap orang yang menatapnya. Tanpa itu pun dia sudah cukup memberikan intimidasi melalui nada bariton yang rendah dan berat seperti tadi. Pikiran untuk mengeroyok Var pun tidak terlintas gara-gara mereka telah melihat sendiri bagaimana laki-laki itu melempar pria tadi—sampai tak kurang dari empat meter.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now