1. Drunk

10.6K 387 5
                                    

"Bu Dian, um..ini..."

"ADA APA SIH?!" kesabaran Dian mulai habis. Apalagi karena kejadian tadi siang, membuatnya semakin frustasi. Tak ada satupun karyawannya yang luput dari terkamannya. Entah itu benar atau salah, Dian tetap mengomelinya. Kini dia bertingkah bak ibu tiri yang menyiksa bawang putihnya.

"Laporannya sudah selesaiー" tanpa aba-aba, Dian segera meraih map berisi beberapa kertas itu. Ia membaca isinya, dan dahinya mengkerut. Namun sesaat kemudian, suaranya kembali.

"INI APAAN, HAH?! UDAH BERAPA KALI KAMU KAYAK GINI?! INI LAGI INI LAGI! KAPAN BENERNYA SIH?!" suara Dian yang marah pun menggelegar. Karyawan itu hanya bisa menunduk, bahunya bergetar. Rambut hitamnya yang terjuntai itu menutupi matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Ma-maaf bu, sayaー"

"MAAF MULU! KAPAN BENERNYA SIH KAMU?! BIKIN LAGI SANA! KALO SAMPE SALAH LAGI, KAMU SAYA PECAT!" seru Dian seraya melempar map itu kesegala arah. Karyawan yang dimarahi itupun mendongak dengan wajah memelasnya.

"Bu Dian, tolong bu...jangan pecat saya..." pintanya. Dian mendengus. Dia menunjuk kearah pintu, isyarat agar karyawan bodoh itu segera lenyap dari hadapannya. Entah karena mengerti atau merasa takut, ia pun pamit dan segera kembali ke ruangannya.

Sial, kenapa gue mendadak jadi kayak cewek barbar gini sih? tanyanya dalam hati.

Handphonenya mendadak berdering. Ia melihat nama sang caller dan ternyata itu dari Velia, sahabatnya.

"Di, malem ini hacep yuk!" seru seseorang disebrang sana dengan nada riang. Dian mendengus.

"Hacep hacep mulu lo. Males ah," tapi gue pengen sih, lanjut Dian dalam hati.

"Okay, Miss CEO. Gue tau lo lagi frustate sekarang. Makanya yuk bareng! Masa yang ikut gue doang sama Rooney," sungut Velia. Dian terkekeh.

"Jamber?"

"Hmm, jam 11 aja gimana?" Dian mengangguk. Menyadari kebodohannya, Dian segera menjawab, "oke." Dan menutup telepon.

***

Suasana gemuruh menggema seantero ruangan besar ini. Musik yang dimainkan dj mengalun, mengajak para pengunjung borjoget ria di dance floor. Tidak dengan Dian, dia hanya duduk sambil menyesap vodka nya perlahan.

"Vodka, hm?" tanya seseorang bersuara berat yang duduk tepat disebelah Dian. Ia menengok, ternyata suara itu ialah suara Rooney, sahabatnya dan Velia.

Dian mendengus. "As you can see," jawabnya singkat seraya menyesap vodka nyaーlagi.

"Velia mana?" tanya Dian lirih. Ia sudah menghabiskan 5 gelas vodka dan diperkirakan sebentar lagi dia akan hangover. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, namun Velia sendiri entah dimana keberadaannya.

Rooney menggeleng. "Gue nggak tau, katanya dia lagi di hotel sih." Jawabnya. "One night stand lagi?" tanya Dian yang dijawab Rooney dengan anggukan. "Sht. Dia yang ngajak tapi kenapa dia malah enak-enakan!" gerutu Dian. Rooney terkekeh, "emangnya lo mau juga, Di?"

Dian lagi-lagi mendengus. "Ya nggak lah, gue mah ogah begituan," balasnya.

Mereka berdua terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing. "Di, lo lagi ada masalah?" tanya Rooney yang seketika membuat pikiran Dian buyar. Haruskah ia menceritakan peristiwa tadi siang? Dimana seorang Samuel Wingsley melamarnya dengan tidak terhormat? Yah, meskipun Dian sama sekali jijik untuk menganggap ucapan Sammy itu sebuah lamaran.

Dian menggeleng lemah, "enggak kok." Namun sayangnya, Rooney tak mudah dibohongi. Ia jelas tahu bahwa sahabatnya ini sedang terlibat sebuah masalah. Itulah penyebab kenapa dia bisa meminum 5 gelas vodka hanya dalam waktu semalam.

Tanpa disadarinya, Dian sendiri sudah meracau tanpa sadar. Meracaukan kejadian tadi siang yang sukse membuat Rooney yang mendengarnya terbelalak.

*****

The DictatorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang