6. Marry Me {2}

6.7K 260 11
                                    

A/n:
Banyak yang bilang part sebelumnya dikit, jadi aku lanjutin di part ini yaa :3 #rajinmodeon

***
Dian termangu. Ia tak tahu apa yang harus dia ucapkan saat ini. Menolak? Ingin dia melakukannya, hanya saja semua tak semudah itu.

Menerima? Oh, jangan harap dia akan melakukannya. Bahkan dalam mimpi terburuknya sekalipun!

Dian menarik napas pelan, lalu menghembuskannya kasar.

"Gak. Gak bisa," gumamnya menolak, membuat secercah kekecewaan terlihat di manik mata Sammy. "Pernikahan itu sebuah komitmen. Perjanjian sehidup semati. Dan gak mungkin kita nikah tanpa dasar cinta. Dan juga, gue gak mau menikah dengan orang yang gue benci," lanjut Dian seraya menekankan kata 'benci' di akhir kalimatnya.

Sammy tertawa mendengus, seolah dipaksakan.

"Sebegitu bencinya lo sama gue, Ardiani?" tanyanya nyaris seperti bisikan, namun Dian masih bisa mendengarnya.

"Ya," jawab Dian yakin seraya menganggukkan kepalanya, "sejak awal kita ketemu."

Sammy tertawa lagi. Ada sedikit nada miris dalam tawanya. Menangkap hal itu, Dian mengernyitkan kening. Ada apa dengan manusia dedemit di hadapannya ini?

"Gue ngelakuin ini juga demi nyokap gue," mata Sammy seolah menerawang ke langit-langit kafe, "dia udah ngasuh gue dari kecil, dan sampe saat ini belum ada satupun hal dari gue yang bisa buat dia bangga."

Dian memilih diam. Entah ke mana seluruh kata-kata umpatan dan ledakan emosi yang tadinya ingin dia keluarkan. Semuanya seketika lenyap begitu saja, sejak Sammy menyatakan maksud sebenarnya di balik pendekatannya.

"Okelah, gue gak maksa," kini lelaki tampan itu menatap Dian seraya tersenyum kecil, "gue gak akan gangguin lo lagi. Dan selama itu, gue mohon, tolong pikirin baik-baik permintaan gue. Ini bukan buat gue, tapi buat keluarga kita juga."

Kita?

Sesaat setelah mengatakan itu, Sammy bangkit dari duduknya. Ia meraih jas abu-abu dan menyampirkannya ke bahunya. Menatap sekali lagi ke arah Dian, namun kali ini gadis itu memilih untuk tidak menatap balik. Ia mengalihkan pandangannya.

Setelah tahu Sammy telah pergi dari tempatnya, Dian menghela napas lagi. Kepalanya mendadak pusing karena permintaan yang tidak biasa ini. Bahkan, ini permintaan pertama yang tak pernah dia alami sebelumnya.

Gadis berambut coklat ikal itu meraih ponselnya. Menekan sejumlah nomor, berharap sosok yang akan dihubunginya ini mampu memberi solusi.

"Vel, lo di mana? Bisa ketemu? Gue butuh bantuan lo."

***

"Jadi, bantuan apa yang engkau inginkan wahai Kanjeng Ratu?" tanya Velia lebay dengan sarat canda, membuat Dian mendengus kencang.

"Gue gak tau mau nikah atau enggak."

"APA?!" Velia menggebrak meja makan besar yang terletak di ruang tamu itu. Kedua mata bulatnya memandang Dian horror.

"Me-menikah? Lo? Nikah?" ulangnya tak yakin, yang dibalas Dian dengan anggukan malas.

"Incredible! Fantastic! Amazing!" teriak Velia histeris, membuat Dian melemparkannya serbet karena sikapnya yang sering berlebihan itu.

"Oke, jadi ada apa dengan menikah? Lo mau nikah ama siapa? Kapan? Orangnya ganteng gak? Hot gak? Kaya gak? Baik--HMPPHHH!"

Dian menyumpal mulut berisik Velia dengan sebuah nugget ayam berukuran besar yang tersaji di ruang makan Velia.

"Lo tuh berisik banget ya. Gue ke sini buat minta solusi, bukan diinterogasi!" sungut Dian tak terima membuat Velia terkekeh, setelah wanita itu mengunyah habis nugget yang disumpalkan Dian.

"Iya, iya. Sorry sih, Cantik. Jadi ceritain dulu masalah lo itu apa, baru gue kasih solusi," balas Velia mulai serius. Mau tak mau, kini Dian harus membongkar hubungannya dengan Samuel.

Mendengar cerita Dian, wanita itu terbelalak.

"Lo-lo dilamar Sammy Simorangkir--eh salah. Maksud gue, Samuel Wingsley? Cowok idaman para kaum hawa itu? Pengusaha Wingsley Group yang mendunia?!" ucap Velia syok berat. Dian hanya mampu menjawabnya dengan anggukan.

"Gila. Insane! Bener-bener gila lo, Di! Lo santet apaan tuh cogan ampe dia ngelamar lo gitu?! Astaga, doi itu husband material banget tau gak sih!" Velia lagi-lagi histeris.

"Ya, ya. Serah. Gak peduli mau dia populer, disukain banyak cewek, kaya, pinter, ganteng, dan sebagainya. Gue Cuma nggak mau nikah sama dia! Apalagi atas dasar 'perdamaian kedua pihak'!" tegas Dian.

"Kalo gini sih susah, Di. Di satu sisi, Daddy Avriel masih dendam kesumat banget sama keluarga Samuel. Sedangkan di sisi lain, keluarga Wingsley pengen baikan. Bertolakbelakang. Belom lagi sama elo yang mati-matian nolak," Velia menyerput jus alpukatnya, "kalo gini sih, Cuma lo yang bisa nentuin ke depannya gimana. Ibaratnya nih ya, kalo orang main bola, sekarang lo yang kebagian bola itu. Semua tergantung elo, mau lo oper ke siapa."

Dian memijit pelipisnya yang lagi-lagi terasa pening. "Jadi, gue harus gimana?"

"Pikirin yang terbaik buat kedua pihak. Tapi jangan lupain juga dampak buat diri lo sendiri. Semua keputusan pasti ada resikonya. Waktu masih banyak, kok. Selow aja, kalo kata ABG sekarang," balas Velia bijak, membuat Dian terdiam. Bahkan sahabatnya yang terlihat begitu kekanakan dan hidup berantakan, bisa memberinya solusi sebijak ini. Dirinya sendiri yang begitu tertata rapi dan terjadwal, bahkan tak mampu mengambil keputusan sendiri.

Perlahan, sejak pertemuannya dengan Sammy, Dian yang tadinya dingin dan begitu terikat dengan pekerjaan perlahan berubah. Kehidupan monoton yang biasa dia jalani sehari-hari pun ikut berubah. Semua perlahan berubah akibat kehadiran tak sopan lelaki itu.

Apakah dia juga harus mengikutsertakan hatinya yang dingin dalam urusan ini?

*****

Yeeey update lagi, semoga kali ini panjang *ngetik di hp tengah malam itu, something*

Btw aku ganti username dari @putri_riana jadi @vendeur. Kenapa? Gak ada alasan khusus sih sebetulnya, hehe.

Oh iya, cover baru. Gimana nih? Bagus gak? X)

The DictatorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang