Sekolah dalam Pancasila
Nafa adalah siswa yang tidak terkenal di sekolahnya. Buka tanpa alasan, tetapi karena sifat teman sekelasnya yang membuatnya malas berinteraksi. Mereka menilai seseorang dari apa yang mereka dengar, bukan apa yang mereka lihat.
Disisi lain, ada seorang siswa yang memiliki sifat menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan. Karena sifatnya itu lah yang membuatnya disukai banyaka orang. Ia bernama Amanda. Sekarang, ia menjabat sebagai ketua kelas XI ipa 2.
Suatu hari, Amanda bertemu dengan salah satu guru bahasa di sekolahnya saat istiarahat. Beliau bernama Pak Sri. Ketika bertemu dengan Amanda, Pak Sri ingat dengan bukunya yang tertinggal di kelas yang ia ajar tadi.
"Amanda?"
"Oh, iya pak?" Tanya Amanda setelah ia memberi hormat pada beliau.
"Bisa tolong ambilkan buku Bahasa Indonesia milik bapak di kelas XI ipa 2?"
"Oh, tentu pak. Permisi pak," ujar Amanda pamit.
Tok.. tok..
"Permisi," ujar Amanda masuk ke kelas itu karena tak ada jawaban. Ia menoleh kesana kemari mencari seseorang.
Lalu ia menemukan siswa yang membenamkan kepalanya di lipatan tangan.
"Ah, tidur ternyata," ujar Amanda lalu berjalan menuju meja guru.
Setelah mengubrak-abrik beberapa saat, ia memutuskan untuk bertanya pada siswa yang tidur itu.
"Anu, maaf,"
"Hmm? Oh, ada apa?" Tanya siswa itu dengan mata terkantuk-kantuk.
"Oh, Nafa rupanya. Kau tahu dimana buku milik Pak Sri?"
"Di meja guru tidak ada kah?"
"Kalau ada aku tak akan bertanya padamu,"
Suara gemuruh terdengar di luar kelas. Tiba-tiba banyak siswa masuk ke kelas. Mereka memasang muka bingung. Karena Amanda berada disana.
"Amanda? Apa yang kau lakukan disini?" Tanya salah satu siswa.
"Oh, aku mencari buku milik Pak Sri,"
"Di meja tidak ada kah?" Tanya siswa lainnya.
"Entahlah, aku mencari dari tadi tidak ketemu,"
"Hmm, kau benar. Bearti," ujar siswa bernama Nisa itu melirik Nafa.
"Amanda, apa ada orang saat kau masuk?" Tanya siswa lainnya.
"Hanya Nafa. Memang kenapa Putri?"
Semua siswa tampak berbisik sambil melirik Nafa. Nafa tahu mereka sedang membicarakannya, terlebih tentang keburukannya. Tapi, kali ini keburukan apa yang Nafa perbuat?
"Nafa, kau yang mengambil buku itu bukan?" Tanya Putri mendekat pada Nafa.
"Hah?"
"Kami tahu kok. Kau orang miskin, tapi tak perlu mencuri juga bukan?" Tambah Nisa.
"Benar itu," ujar siswa lainnya.
"Sudahlah, jujur saja Nafa," ujar Putri.
Karena tak ingin berdebat, Nafa memilih untuk mengindar. Ia berdiri dan meninggalkan bangkunya. Namun, baru saja beberapa langkah, ia dihentikan oleh Amanda.
"Tunggu Nafa. Kau mau kemana? Kenapa kau tak mengelak? Aku yakin kau bukan orang yang seperti itu,"
"Dan," Amanda beralih ke Nisa dan Putri.
YOU ARE READING
Cerpen Dadakan :v [END MASIH KOMPLIT]
Short StoryIni kumpulan cerpen dari request para pembaca Selesai tahun 2019 Revisi tahun 2021