I Have Nothing

693 102 10
                                    

Di tengah deru napas yang semakin memburu, Satya membuka matanya. Pria itu dengan nanar membelai kepala Kira yang terkulai di bahunya. Aroma anyir darah tercium keras saat dahi mereka mengucurkan cairan merah pekat itu tak kalah deras. Bau bahan bakar mobil yang bersatu dengan minyak yang diangkut oleh truk tersebut semakin menjadi-jadi, membuat Satya sadar kalau mereka hanya bisa pasrah saat ini. Hanya satu yang bisa ia lakukan: melindungi Kira yang tak sadarkan diri dari himpitan truk yang membuat mobil mereka semakin ringkih menjepit.

Hari ini seharusnya menjadi hari paling membahagiakan dalam hidup Satya. Pernikahan, sesuatu yang paling sakral dalam hidup seseorang, telah terjadi padanya. Setelah enam bulan menjalin hubungan dengan Kira, hari yang ditunggu itupun tiba. Hari di mana Satya resmi menjadikan Kira sebagai yang seseorang halal baginya, dengan niat tulus atas dasar yang mereka sebut sebagai cinta.

Satya takkan pernah lupa bagaimana ia saat mengucapkan nama lengkap Kira di depan Abah saat akad itu dilaksanakan. Tangan yang gemetar dan keringat dingin, tanda kegugupan sekaligus rasa haru membuncah dalam dada. Ketika semua orang serempak menengadahkan tangan saat Abah membacakan doa usai akad dilaksanakan, atau saat ia mengecup dahi Kira pelan ketika istrinya itu tersenyum kepadanya. Semua rencana itu sudah tersusun baik dalam kepala. Mereka akan tinggal di apartemen pemuda itu, menata hidup bersama-sama, kini juga nanti.

Setidaknya, hal-hal kecil bahagia itu sempat memenuhi kepalanya walau hanya untuk sesaat. Terlalu singkat, sebelum semuanya hanya berujung pada satu hal: pasrah kepada Ilahi. Larut malam, Satya mengendarai sendiri mobil mereka setelah meminta izin kepada Abah, ingin pulang ke apartemen malam itu juga. Satya hanya tersenyum saat Abah meminta agar Satya menginap dulu barang semalam di rumah keluarga Kira sebelum menggeleng pelan. Pemuda itu meraih punggung tangan Abah, menciumnya penuh hormat, berjanji di dalam hati yang terdalam bahwa ia akan menjaga Kira, satu-satunya perempuan yang menjadi tambatan hidup pria tua itu setelah kematian istrinya lima tahun lalu.

Tidak. Satya yakin, bahwa ia menyetir dengan kecepatan sedang, dengan Kira berada di sisinya, tersenyum malu-malu. Ah, bayang kebahagiaan yang menyakitkan. Satya perlahan memejamkan kedua belah kelopak mata, merasakan tekanan dari truk yang menimpa mobil mereka semakin menghimpit dirinya. Hanya Kira. Ya, hanya istrinya itu yang ada di dalam kepalanya. Seseorang yang harus ia lindungi sampai seseorang menolong mereka. Siapa? Satya bahkan tak kuasa menahan desir tangis yang mendera saat mengingat keadaan sekarang. Siapa yang akan menemukan mereka di keadaan dan tempat seperti ini? Tanpa terasa, satu bulir bening jatuh tepat di atas kelopak mata Kira yang terpejam dalam napas yang terengah-engah.

Berusaha, Satya! Berusaha! Cari jalan keluar!

Bagaimana? Keadaan benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang menggaung di dalam kepalanya. Berusaha dengan cara apa? Napas Satya terdengar perih. Tuhan pun tahu bahwa insiden yang terjadi bukanlah karena dirinya. Satya sangat sadar bahwa ia melakukan semuanya dengan benar sebelum sebuah truk yang mengangkut minyak di depan sana tampak oleng tak karuan ke sana-sini. Bahaya, Satya sadar akan hal itu. Pria itu berusaha memberi tanda, mengklakson kuat-kuat kalau pengemudi truk tersebut sudah gila, melewati jalan yang tak seharusnya dilewati. Mobil Satya memelan, berusaha mencari akal untuk keluar dari keadaan ini. Jalan dengan bagian tengah dipisahkan oleh pembatas tidak memungkinkan untuk memotong jalan lain. Mundur bukan pilihan tepat karena baru saja mereka melewati sebuah terowongan gelap panjang.

Teriakan Kira, keterkejutan Satya, bunyi tabrakan yang keras, dan sebuah cahaya yang menyilaukan mata menjadi awal dari insiden tersebut. Satya terengah, dengan bagian tubuh truk terus menghimpit mereka perlahan-lahan dan minyak yang terus melumuri sekitar kejadian, sebelum pemuda itu merasakan gelap menyergap begitu saja. Meninggalkan duka, menoreh luka, dan menciptakan sesuatu yang berujung pada satu hal: penyesalan.

"Kenapa kalian tidak menginap barang satu malam?"

Satya sadar, bahwa itu adalah salah satu kesalahan terbesarnya dalam memulai kisah rumah tangga mereka.

__________

Desir angin berembus, mengibarkan sebagian anak rambut Kira yang bebas begitu saja. Wanita itu membungkuk, mengusap pelan nisan yang ada di hadapannya. Pemakaman terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang yang berkunjung, sama seperti dirinya. Tidak ada peringatan spesial. Hanya ingin saja. Kira merapikan rambutnya ke belakang telinga, berusaha bernapas dengan lebih tenang. Di saat suaminya pergi, inilah yang dilakukan Kira: mengingat masa lalu, meski hal itu membuat luka yang dalam bagi hati dan perasaannya. Setidaknya, berkunjung ke makam ini, membuat Kira sadar bahwa ia dulu pernah bahagia.

Berpuluh-puluh tahun yang lalu....

Kira mengatup kedua belah kelopak matanya pelan, mendongak, menahan agar tidak ada air mata yang jatuh. Berpuluh tahun juga, ia merasakan sesuatu yang besar bersarang di dalam kepala dan hatinya: ketakutan yang berujung pada depresi. Bertahun-tahun ia menjalani semua perawatan setelah insiden itu, insiden di mana mobil yang ia tumpangi bersama Satya tertabrak sebuah truk yang mengangkut minyak. Ah, tahu apa Kira saat itu. Ia tak sadarkan diri, dan ia baru sadar saat beberapa anggota kepolisian membantunya keluar dari dalam mobil yang sudah terhimpit hebat oleh truk.

Hanya ia yang selamat.

Tidak dengan Satya.

Tepat saat Kira melangkah, memaksa semua orang yang ada untuk menyelamatkan suaminya itu, terlihat ledakan dengan suara yang menggelegar hebat. Kira terpaku saat melihat kobaran api melahap mobil yang ia tumpangi, dengan Satya yang tak terselamatkan. Kira kalap, berusaha lari menghampiri Satya yang perlahan ikut terbakar bersama api. Air mata tumpah, jeritan Kira yang tak tertahan, dan desir malam yang menjadi saksi bisu malam itu. Kira memberontak saat semua anggota kepolisian menahannya agar tak mendekat ke arah insiden ledakan. Wanita itu tergugu, duduk di atas tanah dengan air mata yang tak pernah berhenti.

Kira merasa semuanya menjadi sia-sia. Hampa. Gelap. Tidak berarti. Bertahun-tahun ia dirawat di sebuah rumah sakit khusus setelah ia didiagnosa mengalami depresi akut yang bisa berujung pada menyakiti diri sendiri. Ya, itu sudah sangat lama. Kira mengusap air matanya. Satya takkan pernah tergantikan meski rasa takut dan bersalah itu perlahan-lahan menghilang seiring waktu, dan seorang pria melamarnya. Biaya perawatan yang tidak sedikit dan berujung pada utang karena pinjaman, membuat Kira bersedia untuk menikahi suaminya sekarang. Tak ada cinta, karena semuanya dibawa oleh Satya saat malam insiden itu terjadi.

Sekarang, di depan makam Satya, Kira bisa melihat pendar cahaya yang melambaikan tangan ke arahnya. Kira tersenyum, ikut melambaikan tangan seraya berdongak saat pendar cahaya itu perlahan ikut menyatu bersama cahaya matahari, diiringi sebuah suara yang familier meski tahun-tahun berlalu.

"Aku mencintaimu, Kira."

________

GenreFest 2018: AngstWhere stories live. Discover now