You've Been My Bye

577 81 2
                                    

Suara radio yang menyala, tak mampu menghilangkan bayangan terakhir yang diingatnya tentang terkasihnya. Suaranya masih terngiang-ngiang di telinganya, walaupun kini lagu rock and roll berputar menemani perjalanan pulangnya dari rumah duka.

"Aku pasti akan ada di sampingmu, kapanpun kamu membutuhkanku!"

Bohong. Itu kebohongan besar yang dikatakannya.

Mengapa memberikan janji yang tidak mampu ditepatinya?

"Namamu Alvis, ya?"

Suaranya terdengar lagi.

Pakaian hitam yang samar-samar masih menguar aroma dupa masih tercium jelas. Alvis juga yakin, ada abu yang bersembunyi di sela rambutnya.

Menyedihkan, memang.

Kakinya menekan pegas tanpa sadar. Kecepatan kendaranya bertambah, diselipnya mobil-mobil di depannya, membalap entah mengejar apa. Alvis tidak mengerti, apa yang tengah ditargetkannya, apa yang membuatnya terlihat terburu-buru saat ini.

"Apakah ini yang benar-benar keinginanmu?"

"Bagaimana kalau keinginanku sudah pasti tidak akan pernah terwujud lagi?" tanya Alvis, bergumam seorang diri.

"Apa kamu tidak bisa mengganti keinginanmu?" Itu jawaban yang selalu ditanya balik olehnya, di setiap pertanyaan Alvis. "Apa kamu tidak bisa berhenti berpikir bahwa hidupmu telah berakhir? Memangnya, kamu pikir bunuh diri itu jalan?"

"Kamu tidak tahu apapun," lirih Alvis saat itu.

"Jangan melakukan ini, jangan membuat orang di sekitarmu sedih."

"Semua keluargaku telah meninggal, Papa, Mama, dan semua saudaraku. Memangnya siapa yang akan sedih? Lagipula kalau aku mati, tidak akan ada pengaruh apapun dengan dunia ini. Bumi akan terus berputar, matahari akan terus bersinar, tata surya akan tetap berlangsu—"

Lalu, Alvis mendapatkan tamparan yang panas.

"Mengapa kamu menamparku?!"

Namanya Sifa, dia bukan gadis yang manis.

Pertemuan pertama mereka bukanlah pertemuan yang romantis. Di atap rumah sakit. Saat itu adalah masa yang berat untuk Alvis.

Lelaki itu bangun dari tidurnya setelah kecelakaan beruntun di perjalanan pulang habis tamasya.

Dia bangun sendirian, tanpa ada seorangpun yang menunggunya di sisi tempat tidur, tanpa ada yang memeluknya dan mengucapkan kata syukur karena dia selamat dari maut.

Kabar lain datang; hanya dia yang selamat dari kecelakaan itu.

Papa, Mama, dan ketiga adiknya tewas di tempat. Hanya dia yang selamat.

Otomatis, yang dipikirkan oleh Alvis hanyalah menyusul mereka secepatnya.

Sangat tertekan dan putus asa, Alvis berdiri di atap rumah sakit. Entah darimana dia mendapatkan kunci untuk membuka akses pagar. Sifa saat itu memang sudah di atap, menjemur dirinya karena dia merindukan cahaya matahari yang menyelimuti dirinya.

Berikutnya, hampir seluruh perawat di rumah sakit mengetahui tentang kucing dan tikus yang selalu cekcok bila bertemu.

Sifa adalah gadis bar-bar, matanya selalu melotot marah bila bertemu dengan Alvis.

"Aku nggak suka cowok lemah," ucapnya dengan sengaja, saat Alvis melewatinya bersama perawat yang mendorong kursi rodanya.

Alvis yang merasa sedang dibicarakan, langsung emosi.

GenreFest 2018: AngstWhere stories live. Discover now