33~ Floating Hurt Truth

15 1 0
                                    

Hello, My Beloved Reader....! Maaf untuk long update ya....

Sebagai bonus di part ini aku insert trailer and cast role untuk pemeran ceritanya. Ok, mari baca enjoy, comment, vote & share ceritanya ^_^

"Katakan padaku... katakan padaku apa yang harus ku lakukan...?" Ryu menggigit bibir bawahnya, menahan empati dalam hatinya yang mengerti betapa peliknya perasaan Kaze akan jalan hidup yang harus dijalaninya karena kesalahan para petinggi negri mereka. Meresapi suara hati Kaze yang hampir tak pernah ia katakan pada siapa-pun.

.

.

"Hey, Ryu... apa yang terjadi pada dirimu dan diriku sebenarnya tak terlalu berbeda. Tapi, bagaimana bisa kita berakhir sangat berbeda seperti ini?" Tanya Kaze berujar sembari berbaring terlentang menatap langit malam berhias kerlipan bintang yang menakjubkan. Ryu yang turut berbaring di sampingnya tersenyum tanpa berniat membuka suara terlebih dahulu, karena ia yakin bukan itu yang sebenarnya ingin Kaze tanyakan. "Bagaimana kau bisa tetap mencintainya dan melakukan semua ini saat kau tahu ayahnyalah yang menghancurkan keluargamu?"

"Apa kau tak bisa memaafkan Sakura?" tanya Ryu yang seolah justru tak peduli pada tanya Kaze.

"Bagaimana aku harus memaafkannya saat ia tak melakukan kesalahan apapun?" Ryu menolehkan kepalanya ke arah Kaze sejenak. Ia tersenyum lalu kembali memandangi langit malam.

"Itu juga salah satu alasanku. Semua yang terjadi bukan salah Yuki." Ryu memejamkan matanya sejenak. "Dia tak tahu apapun tentang hal itu. Dan lagi, aku mencintainya, bukan ayahnya. Dia tak bisa memilih siapa ayahnya, bagaimana bisa aku menyalahkannya?"

"Hanya itu?" tanya Kaze mayakinkan.

"Tentu saja tidak." jawaban yang singkat namun terdengar menarik ini membuat kepala Kaze menoleh refleks menanti lanjutannya. "Aku ini juga lelaki yang egois, tahu?" mata Kaze melebar seiring dengan mulutnya yang sedikit membuka terkejut dengan lanjutan kata Ryu. Sejak kapan Ryu adalah sosok egois? Jika Ryu saja egois, lalu bagaimana dengan kebanyakan lelaki di luar sana? "Aku telah mencintainya sebelum dia menjadi tunangan Kiza dan sebelum ayahnya menghancurkan orang tuaku." Ryu menoleh sembari tersenyum tulus menatap wajah wajah terkejut Kaze seolah tak akan ada yang lebih mengejutkannya dari ini. Namun, kalimat berikutnya yang terlontar dari bibir Ryu membuatnya lebih kaget. "Dia cinta pertamaku. Sejak pertemuan pertamaku dengannya yang mungkin juga tak disadarinya di malam pertunangan kakakku, Reiga." Sebelah tangan Kiza refleks terangkat menutup mulutnya karena terlalu terkejut dengan kenyataan yang di dengarnya, juga ketulusan Ryu yang dapat mengatakannya dengan sikap setenang itu. "Kau tak perlu seterkejut itu. Ada lebih banyak kenyataan yang akan membuatmu lebih terkejut saat kau mengetahuinya. Manusia memiliki indra yang terbatas, Kaze. Terkadang apa yang kau lihat dan yang kau dengar bukanlah keseluruhan seperti apa yang kau pikirkan dan simpulkan. Begitupun di balik pengelihatan dan pendengaran, kita tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kadang orang yang baik rela di lihat dan dinilai sebagai penjahat hanya karena ingin orang-orang lain membebankan kesalahan padanya sehingga mereka dapat tetap hidup dengan tenang. Untuk kebaikan mereka, yang disayanginya dalam diam." Manik mata keduanya bertemu. Kaze mengulas senyum getir dengan mata yang berkaca-kaca, ia melangkah maju dan menarik tubuh Ryu dan memeluknya.

"Kau memberitahuku sebuah clue yang aku benci. Aku tak bisa seratus persen membaca-nya, tapi jika kau benar menyayangiku sebagai sahabat, aku mohon padamu dan sampaikan pada orang yang kau sebut mengorbankan dirinya tadi untuk tidak melakukan hal bodoh. Aku mohon..." Ryu tersenyum. Kiza benar-benar terlalu tajam dan sensitif. Ryu rasa dia benar-benar bisa mempercayakan Sakura-nya yang sudah ia sayang seperti adik kandungnya sendiri pada lelaki yang memeluknya seolah takut kehilangan ini. –Sakura, kau tak salah menyukai lelaki ini. Lelaki yang tetap jatuh cinta padamu lagi dan hanya padamu sebagai seorang wanita-

********

"Hhh... sinar matahari pagi ini..." Mo Gua mengangkat tangan kanannya lalu meregangkan jemarinya menutup sebagian wajah tampannya yang mulai menua. Kilau matahari pagi menembus celah-celah jemarinya dan bertandang indah di wajahnya, membuatnya seketika bernostalgia, mengingat rentetan cerita yang menjadi alasannya tak juga menikah saat sahabat-sahabatnya telah memiliki anak bahkan cucu serta alasan lain yang membuatnya mengekor dan tetap bersama Sirezawa hingga saat ini.

"Mo Gua...!" sebuah panggilan dari suara yang sangat diingatnya dan tak akan pernah dilupakannya meski telah lama tak lagi ia dengar. Ilusi suara yang sempurna membuat Mo Gua yang menatap kilau matahari dari celah jemarinya seketika terpejam dengan memori yang sama. Seorang gadis yang dengan wajah dan senyum cerianya memanggil namanya dan selalu mengekor kemanapun ia pergi namun tak pernah ia tanggapi. Setetes air mata mengalir di wajah Mo Gua sebelum ia membuka matanya. "Aku merindukanmu..." ucapnya lemah seperti sebuah bisikan sembari melipat jemarinya teratur dari kelingking ke ibu jari seolah ia mengambil dan menggenggam kilau matahari itu dalam genggaman tangannya. Sebuah senyum berat coba ia ukirkan di bibirnya. "Aku akan membawakanmu buah dan bunga kesukaanmu sebelum menjengukmu. Tunggu aku." Mo Gua lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju tempat yang sejak tadi ditujunya.

********

Mo Gua menyentuhkan telapak tangannya di sebuah gundukan di padang rumput hijau yang dikeliling pinus. Diletakkannya buah dan bunga yang dibawanya di atas gundukan tersebut. Ia lalu duduk di samping gundukan itu sembari berucap, "Maaf baru mengunjungimu. Kau baik-baik saja?" baru dua kalimat terucap, namun matanya sudah berkaca-kaca. "Hhh..." napasnya mulai berat dan suaranya mulai bergetar. "Aku pikir jika aku lama tak mengunjungimu kau mungkin akan... merindukanku dan... datang mencariku..." Setetes air matanya jatuh sembari mengusap gundukan itu. "... memanggilku berulang-ulang seperti kebiasaanmu... aku tahu ini bodoh. Tapi, aku... aku merindukanmu... ini berat... aku lelah..." dibaringkannya kepalanya di samping gundukan. "Kau tahu... gadis kecil itu sekarang telah memiliki orang-orang yang bisa kupercaya akan terus melindunginya. Dia sepertinya semakin lupa padaku. Jadi, sudah bolehkah aku menjemputmu?"

Setetes air mata akhirnya jatuh dari pelupuk mata Sirezawa yang sejak tadi menahan langkahnya mendekat dan memilih untuk bersembunyi di balik sebuah pohon terdekat dari posisi Mo Gua yang menaungi tempat itu. Jemari tangan kanannya menggenggam erat bagian batang yang bisa digenggamnya pada pohon itu. Sudah separah inikah? Ia tahu semua ini berat bagi Mo Gua, namun ia tak pernah menyangka telah sejauh ini karena Mo Gua selalu menampakan dirinya kuat dan baik-baik saja di depannya. Perlahan Sirezawa bergerak mundur lalu menjauh dari tempat dengan gundukan tanah dan papan nama bertuliskan "Zhia Mo" yang tengah dikunjungi Mo Gua.

Sirezawa terus berjalan hingga ia tiba di tempat tujuannya. Lama ia hanya berdiri memandangai tempat tujuannya sebelum akhirnya dengan langkah gontai ia mendekat ke kedua gundukan serupa yang dikunjungi Mo Gua dengan papan nama yang berbeda "Zhen Shen & Mei Hua Shen"

Tbc....

With love

Yurizhia Ninawa

Sakura Yuki to Kaze HyugaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang