14

265 55 18
                                    

"Jimin.. aku ingin bicara sesuatu yang penting padamu," kata Hyerin dalam perjalanan pulang.

"Katakan saja," kata Jimin dingin.

Hyerin menggigit bibir bawahnya, haruskah ia mengatakannya?

"Bisakah kau menjauhi Wonwoo? Dia bukan pria yang baik, kau harus berhati-hati dengannya."

Akhirnya Hyerin mengatakan isi kepalanya. Bagaimanapun keselamatan Jimin adalah hal paling penting baginya.

Jimin berdecak kesal kemudian menyahut dengan ketus,

"Apa yang salah denganmu? Dia bahkan selalu memuji dirimu dan kau? Kau malah menyuruhku untuk menjauhinya. Maaf, tapi dia adalah clien ku. Kau tak perlu ikut campur dengan urusan ku."

"Kau salah menilainya Jim, dia bukan orang yang baik! Dia itu pengkhianat! Dia bisa saja mencelakai-"

Ckiit!

Suara decitan ban mobil dan aspal terdengar cukup keras. Kepala Hyerin menghantam dashboard mobil yang sukses membuatnya memekik.

"Pengkhianat? Lalu bagaimana dengan dirimu? Bukankah kau juga seorang pengkhianat?"

Perkataan pedas keluar dari mulut Jimin. Sepertinya lidahnya itu siap untuk menjadi pedang yang teramat tajam untuk mengiris hati wanita disampingnya.

"Apa maksudmu Jimin?" tanya Hyerin tidak mengerti.

"Kau pura-pura tidak mengerti ya? Kau adalah pengkhianat. Kau.. pengkhianat terbesar dalam hidupku." geram Jimin tanpa melihat wanita itu sedikitpun.

"Jim-"

"Turun!"

Jimin memotong perkataan istrinya itu dan dengan tanpa perasaan menyuruhnya turun dari mobilnya.

"Apa?" Mata Hyerin membola mendengar perkataan Jimin. Dirinya tidak salah dengar kan? Pria itu menyuruhnya turun dari mobil di tengah jalan malam-malam begini?

"Turun sekarang!" kata Jimin lagi.

"Tapi-"

"Kubilang turun!" bentaknya, membuat wanita itu kembali tersentak.

Dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, Hyerin menuruti perkataan Jimin. Ia turun dari mobil pria itu.

Setelah memastikan Hyerin telah keluar dari mobilnya, pria itu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Jalanan sudah mulai sepi karena memang ini sudah hampir tengah malam dan wanita itu berjalan sendirian saat ini.

Park Jimin memang brengsek.

"Bukan aku yang pengkhianat... orang yang kau cintailah yang mengkhianatimu Park Jimin," gumam Hyerin.

"Sampai kapan kau akan menutup mata, telinga, dan hatimu?"

Hyerin terus menghapus air matanya yang tak kunjung habis sepanjang kakinya melangkah.

Setelah berjalan cukup jauh heels yang ia kenakan patah. Saat itu juga ia kembali merasa bahwa dirinya adalah salah satu orang yang paling menyedihkan dari jutaan manusia yang ada.

"Sial!" desisnya kesal.

Bahkan heelsnya ikut-ikutan membencinya. Ia mendudukan dirinya di trotoar sambil menangisi nasibnya.

Tiba-tiba saja sebuah motor berhenti dihadapannya. Hyerin mengangkat kepalanya untuk melihat si pengendara motor sport hitam itu.

"Kenapa kau disini malam-malam begini?" tanya sang pengendara motor setelah melepaskan helmnya.

FatiguéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang