6-1

4.3K 684 29
                                    

Jimin terbangun di ruangan yang tidak dia kenal, warna ruangan ini didominasi warna yang lembut hampir putih polos, hanya saja terkesan sedikit biru.

Jimin berusaha untuk duduk. Kepalanya sedikit pusing, perutnya juga sakit, seluruh badannya juga terasa tidak nyaman.

Setelah duduk dia baru memperhatikan ruangan dengan lebih jelas lagi. Ada selang infus terpasang di pergelangan tangannya dan ranjang yang dia tempati juga bukan seperti ranjang pada umumnya. Jimin langsung tahu kalau dia ada di rumah sakit.

Jimin bingung apa yang terjadi padanya, tapi saat dia melihat ke sekeliling dia hanya sendirian dalam ruangan ini, tidak ada ranjang lain dan tidak ada siapa pun untuk ditanyai.

Jimin langsung berpikir, ruangan ini pasti ruangan mahal.

Jimin bingung, bagaimana cara untuk memanggil orang, bahkan dia bingung apa dia harus memanggil orang atau harus diam saja.

Saat Jimin sedang bingung itu lah, pintu tiba tiba terbuka. Kim Seokjin melangkah masuk ke ruangan dan mendekati Jimin.

"Syukurlah kau sudah siuman." Katanya, "Maaf, tadi aku keluar sebentar untuk mengurus administrasi."

Jimin kemudian bertanya, "Apa yang terjadi pada saya, Tuan?"

"Aku menemukanmu pingsan di toilet karyawan, Jimin." Kata Seokjin, dia menarik kursi dan duduk di samping ranjang Jimin, "Lalu aku membawamu ke rumah sakit."

Jimin bertanya lagi, "Apa yang terjadi pada saya? Bagaimana saya membayar biaya rumah sakitnya?"

"Kau tidak usah khawatir soal biaya rumah sakit, karena kau pingsan saat sedang bekerja jadi biaya rumah sakit kami yang urus." Kata Seokjin, menurutnya Jimin tidak perlu tahu kalau Seokjin membayar biaya rumah sakit dari kantongnya sendiri.

"Syukurlah." Kata Jimin, dia lega kalau biaya rumah sakit sudah ada yang menanggung.

"Tapi, Jimin," Seokjin mulai bicara lagi, "Maaf, tapi kau kehilangan bayimu."

Mendengar kata bayi membuat perut Jimin serasa melilit, dia seperti kebanyakan orang lainnya pasti berpikir untuk memiliki anak, tapi topik itu bukan lah hal yang sedang menjadi prioritasnya saat ini, dia belum memiliki pasangan dan masih muda untuk memiliki anak,

"Bayi apa? Saya tidak hamil."

"Kau mungkin belum menyadarinya, tapi kau sudah hamil kurang lebih empat minggu."

Kata kata Seokjin seperti pukulan keras bagi Jimin.

Dia hamil, mengandung seorang bayi, tapi dia sama sekali tidak merasakan keberadaan anaknya itu, padahal anak itu ada di dalam perutnya selama ini.

Seokjin bicara lagi, "Karena usia masih muda, jadi kau tidak akan di-kiret."

Tapi Jimin sudah tidak begitu mendengarkan Seokjin.

Jimin hanya menunduk, dia merasa matanya memanas dan dia hampir hampir menangis.

Ayah dari anaknya pasti lah satu satunya alpha yang pernah tidur dengannya, alpha yang seakan jijik padanya. Bagaimana dia akan menerima anak yang Jimin kandung kalau pun bayi itu dapat bertahan hidup, bahkan untuk menatap Jimin saja dia tidak sudi.

Apa harusnya Jimin lega dengan gugurnya bayinya? Tapi Jimin entah kenapa tidak merasa lega.

"Jimin, jangan menangis, kau harus kuat." Kata Seokjin, "Jeon Jungkook ayahnya, kan? Kalau iya akan aku bawa dia ke hadapanmu untuk tanggung jawab."

Jimin terkejut.

"Aku dan Yoongi tahu apa yang terjadi di antara kalian, kalau kau lupa. Walau pun kau bilang tidak apa apa, kami tetap merasa ini sebuah masalah, apalagi kalau akhirnya seperti ini. Aku punya anak perempuan dan Yoongi adalah omega, tentu kami tidak mau kau menjadi sakit seperti ini. Kami ada bersamamu Jimin." Kata Seokjin.

Dia kemudian melanjutkan lagi, "Tapi, kita harus merahasiakan masalah ini dari publik, Jimin."

Jimin paham, Jungkook punya reputasi yang harus dilindungi.

(TBC)

I Need Your FavorWhere stories live. Discover now