Part 1 | Mati Kutu, Mati Gaya, Mati Semuanya

289K 23.8K 2.3K
                                    

Cerita ini pertama kali dipos pada SEPTEMBER 2018. Tolong ya, kalau ada cerita yang MIRIP sama Eavesdrop, JANGAN MALAH NGATAIN AKU PLAGIATORNYA! Aku yang nulis DULUAN, wey! Kamu yang TELAT NEMU cerita ini! Gimana bisa aku yang terinspirasi?

 Tolong ya, kalau ada cerita yang MIRIP sama Eavesdrop, JANGAN MALAH NGATAIN AKU PLAGIATORNYA! Aku yang nulis DULUAN, wey! Kamu yang TELAT NEMU cerita ini! Gimana bisa aku yang terinspirasi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







______________________________

Apes itu kadang tidak diundang. Kalau apes sendirian mungkin tidak apa-apa. Namun, apes dengan seseorang sebagai saksi? Lupakan sakit, malu lebih perlu!

--Nona mahasiswa yang dirundung apes--
____________________________











Bagai anak ayam yang kehilangan babonnya mungkin peribahasa yang cocok untuk menggambarkan Naya dan kebingungan macam apa yang melandanya usai melewati gerbang fakultas teknik.

Kiri... kanan... jalan buntu.

Kiri... kanan... salah gedung.

Kiri... kanan... mbuh linglung.

Millenium University luasnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ibarat kata seperti satu kecamatan di kampungnya dulu. Bedanya bukan rumah-rumah penduduk yang berfungsi sebagai pengisi kecamatan mini, melainkan gedung-gedung menjulang tinggi. Nah, satu gedung saja luasnya bisa mencapai tiga ribu meter persegi. Jadi, silakan bayangkan sendiri seberapa kedernya Naya sewaktu tersesat di dalamnya.

"Gedung A di mana, sih?"

Menurut denah, gedung A terletak di dekat pintu masuk dekanat fakultas. Akan tetapi, kedudukan persisnya Naya tidak tahu karena ketidakmampuannya dalam membaca denah.

Lagi-lagi, ia merutuki kekurangannya yang satu itu. Mau denah dipajang dengan font Arial ukuran tujuh puluh dua, tetap saja Naya tidak paham. Arah utara dan selatan di Millenium University pun ia buta. Kalaupun betulan paham denah, permasalahan baru muncul kembali: tidak hapal tempat.

"Mana ekspresi orang-orang di sini ngeri-ngeri sedap pula. Duilah, apa mereka enggak bisa lihat muka gue yang kayak anak hilang?" Naya menggerutu saat keinginan bertanya itu muncul, tapi langsung ditebas habis oleh tatapan menyelidik.

Ia menggeleng miris kemudian mengarahkan langkahnya berbelok ke kiri saat menemui koridor. Ruangan A102 sepertinya di atas. Kalaupun nanti tidak di atas, ya sudah turun tangga lagi dan cari ke mana pun sampai ketemu.

"Kiri koridor, belok kanan. Oke."

Bagus. Teman satu grup ujian mandirinya ternyata banyak yang sudah aktif di pagi hari begini. Mereka bisa dimintai tolong untuk menunjukkan tempat kuliahnya.

Naya berhasil melewati dua puluh anak tangga pertama tanpa halangan. Ia menunduk untuk menengok balasan lanjutan di grup. Denah bubar, alternatif lainnya adalah teman-teman baru.

Eavesdrop [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang