[23] I Dare You

396 33 0
                                    

Vievy mengerjapkan matanya berkali-kali mengetahui kini sebuah selang infus terpasang di tangan kirinya. Yang membuatnya tambah terkejut adalah keberadaan Aqsa yang duduk di sofa samping tempat tidur sambil asik memainkan ponselnya.

Iya, Vievy tahu lelaki itu Aqsa. Sebelum siuman, Vievy seperti bermimpi tentang Viora dan Aqsa. Gadis itu jadi teringat bagaimana dulu sikap Aqsa yang baik sekali padanya karena Vievy adalah adik dari Viora.

Aqsa mengangkat wajahnya, seketika ia langsung menegakkan tubuh karena melihat Vievy sudah siuman. "Lo udah sehat, Vie? Masih kenal gue nggak? Gue Aqsa! Temennya Viora!"

Vievy menoleh, lalu mengangguk. "Inget lah, btw emang gue ngapain sih sampe di infus gini?"

Aqsa jadi menganga, "Masa iya lo nggak inget udah bikin apartemen gue kayak kapal pecah?"

Raut wajah Vievy berubah terkejut, gadis itupun segera bangkit perlahan dan duduk di tepi ranjang.

"Serius? Sorry," katanya jadi merasa tidak enak dengan lelaki tersebut.

Aqsa tersenyum, "Gue ngerti keadaan lo kok."

Kemudian Vievy melepas selang infus dari tangan kirinya, "Gue harus pergi. Maaf Kak, gue udah ngerepotin lo sampe kayak gini. Maaf banget." Gadis itu berdiri, hendak keluar kamar. Namun Aqsa dengan cepat bangkit dan menahan lengan Vievy.

"Mau kemana? Lo lagi kabur dari rumah, kan?" Tanya Aqsa. Lelaki itu cuma nebak-nebak sih kalau Vievy lagi kabur dari rumah. Ia tidak tahu bahwa hal itu benar.

"Iya gue kabur. Gue juga nggak tau harus kemana sekarang," Vievy menunduk menatap jemari-jemari kakinya. Lalu ia melirik lengannya yang digenggam oleh Aqsa. Gadis itu mengulurkan tangannya yang lain untuk melepas genggaman Aqsa. "Maaf Kak, lo megang tangan gue yang bekas diinfus. Sakit tau."

Eh.

Aqsa jadi menggaruk punggung lehernya yang tidak gatal, "Sorry, gue refleks aja. Yaudah lo disini aja dulu, Vie, kalo lo nggak punya tujuan. Gue siap nampung lo." Lelaki itu kemudian mengarahkan Vievy ke arah pintu kamar dan mendorong punggung gadis itu perlahan keluar kamar. "Nah sekarang kita ngobrol-ngobrol dulu di luar. Kan udah lama nggak ketemu hehe. Gue kangen sama anak kecil yang suka mukul-mukul gue waktu dulu nih," sahut Aqsa lalu mendudukkan Vievy di sofa ruang tengah. Vievy tersenyum mengingat kenangannya bersama Aqsa.

Aqsa kemudian mengambil segelas air putih dari meja makan dan menyodorkannya pada Vievy.

"Thanks," kata Vievy dan segera meneguk air tersebut dengan perlahan.

Aqsa duduk di samping Vievy, namun ada jarak yang lumayan renggang untuk menjaga agar gadis itu tidak canggung dengan dirinya. "Gimana kabar lo, Vie? Masih jutek?"

Vievy mendelik, "Yang lo bahas kenapa jutek mulu sih, Kak? Dari dulu juga gitu. Kenapa? Beda banget ya, sama Viora yang murah senyum?"

Aqsa terdiam sejenak, lelaki itu salah tingkah. Iya, ia masih salah tingkah walaupun Viora sudah tidak ada di dunia ini. Sekuat itu perasaannya terhadap Viora.

"Lo masih ada trauma, Vie?" Tanya lelaki itu, membuat Vievy mau nggak mau mengingat kejadian beberapa hari lalu. Kejadian dimana ia menjadi pusat perhatian sekolah karena masalahnya itu. Aqsa jadi ikut sedih melihat raut wajah Vievy, "Kalo mau cerita, cerita aja. Gue bakal dengerin, Vie."

Vievy menoleh, menatap Aqsa yang juga menatap dirinya dengan tatapan sendu. "Tapi lo nggak boleh ember."

"Ya mau ember ke siapa sih? Ke temen-temen gue? Buat apa? Mereka nggak kenal lo," katanya diiringi tawa ringan. Vievy jadi malu sendiri.

Vievy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang