7#Duka Setiap Hati

12.7K 1.1K 43
                                    

#hai Dears.... hari kencan kita bersama Ridan dan Kaylita!! Silakan vote terlebih dahulu sebagai tiket untuk membaca. Senang sekali bisa bersama kalian mengarungi kisah ini. Happy reading...!#

***
"Bisakah.... Tolong..." Ia menatap dua orang petugas kamar mayat yang menunggunya di ambang pintu. Ruangan tempatnya berada terasa sangat dingin dan berbau kematian karena mayat-mayat yang tersimpan di rak-rak tertutup dan pendingin yang dijalankan hingga suhu yang membekukan.

 Ruangan tempatnya berada terasa sangat dingin dan berbau kematian karena mayat-mayat yang tersimpan di rak-rak tertutup dan pendingin yang dijalankan hingga suhu yang membekukan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terry telah membawanya untuk melihat jenazah Erina setelah mereka menghabiskan banyak waktu menagis bersama-sama. Ridan bisa sedikit bernafas, tetapi kesesakan yang sangat berat itu selalu mengintip untuk bisa kembali. Ia tidak ingin ada orang lain lagi yang melihatnya begitu lemah dan terpuruk. Cukup Terry saja.

"Tolong tinggalkan aku sebentar... Aku sendiri yang akan membersihkan jenazahnya... Ini hanya... sesuatu yang sangat pribadi."

"Kau yakin bisa melakukannya, Dan?" Terry memaksa bertanya. Wanita itu ingin menemaninya melewati semua ini, tetapi Ridan ingin bertarung dengan kesunyiannya sekarang. Kalau Terry khawatir ia akan melakukan sesuatu yang gila, dokter itu bisa tenang, karena Ridan tidak akan melakukannya. Tidak sekarang.

"Kau jangan khawatir... aku sudah membersihkan banyak jenazah saat di angkatan darat. Mungkin akan memakan waktu lebih lama, tapi aku pasti menyelesaikannya... Aku... hanya sudah berjanji padanya akan melakukan ini..." Ridan mengulas senyum terakhir sebagai penegasan bahwa ia tidak ingin dibujuk lagi. Maka Terry mengangguk, dan berbalik keluar.

"Semua yang Anda perlukan ada di meja itu, Dokter. Dan tekan saja tombol ini kalau Anda butuh bantuan. Kami ada di ruang sebelah."

"Oke... terimakasih..."

Mereka keluar dan menutup pintu di belakangnya. Ridan mulai membuka penutup Erina dan mengalirkan sedikit air, membasahi washlap dan mulai membersihkan sisa-sisa darah.

"Kalau aku mati lebih dulu... apa kau mau memandikan jenazahku?" Ia yang dulu lebih dulu menanyakan hal itu pada Erina. Istrinya selalu takut ia meninggal lebih dulu, dan Ridan ingin membuatnya terbiasa dengan percakapan-percakapan tentang kematian. Sesuatu yang selalu ditakuti tetapi pasti terjadi. Siapa yang bisa memperkirakan umur manusia?

"Ih!! Kenapa membicarakan hal menakutkan seperti itu?"

"Aku kan hanya bertanya. Setiap orang pasti akan mati dan itu terjadi setiap hari di sekitar kita. Sudah konsekuensi kalau kita hidup pasti juga akan mati. Aku melihat para istri dan para suami memandikan jenazah pasangan mereka di mana-mana. Bagaimana denganmu?"

"Aku tidak akan kuat memandikanmu sendirian."

Saat itu dia tersenyum jahil. Mereka sedang berendam bersama di bak air panas, dan Ridan perlahan-lahan menggosok badan Erina dengan washlap. Seperti sekarang.

"Kenapa? Bukankah kau memandikanku juga setiap hari?"

Istrinya mencipakinya dengan air, membuatnya tertawa. "Aku tidak mau melihatmu mati. Lebih baik aku yang mati lebih dulu."

NURSING CONTRACT Where stories live. Discover now