-28. Kesalahan Seorang Hana [1]

508 32 0
                                    

Part ini khusus point of viewnya Hana.

Kesalahan terbesarku; menyukai seorang ketua OSIS. Aku tahu, menyukainya hanya sebuah kesia-siaan.

Berulang kali aku mencoba untuk melupakannya, berulang kali pula aku terjatuh dalam pesonanya. Aku merutuki diriku sendiri. Kau bodoh, Son Hana.

Aku membiarkan diriku terjatuh dalamnya, itu hal paling bodoh yang pernah kulakukan.

Aku masih mengingat dengan jelas, pertemuanku dengannya yang terkesan buruk menurutku.

1 Tahun yang lalu...

Aku menatap pantulan diriku di cermin. "You look perfect, honey. There is nothing you need to worry about."

Aku membalikkan tubuhku, menghadap ibuku. "Thanks, mom. i got to go. Bye," sahutku sambil mencium pipi ibuku. Aku melambai pada ibuku dan segera menyusul ayah yang sudah berada didalam mobil. 

"Ready?"

"Yap! Let's go!"

"It looks like you're really looking forward to today. You look so happy, dear," ayah menoleh kepadaku sambil tersenyum. "You know, this is my first day in high school. That's why I look very happy. I'm really looking forward to today."

"Ok. I know you are very excited if it concerns high school. Kau tak merindukan Korea?"

Raut wajahku langsung berubah. Aku sangat muak mendengar kata itu. Korea.

"Dad, please, we have agreed not to discuss this. Kenapa kau mengungkitnya lagi?" aku terlihat frustasi. Ralat. Aku memang frustasi. Aku tak suka dengan topik ini.

"Yes, we have agreed. But you didn't tell me the reason you hate that country, sweetheart," kata ayah terlihat sangat penasaran.

"How many times do i have to tell you, I'm just bored with Korean life. Memakai seragam setiap hari, pulang saat larut malam, tak sempat bermain. Kadang aku heran. Apakah aku hidup hanya untuk belajar? Sangat tak menikmati hidup. Terkesan datar," ocehku panjang lebar. 

Ayah hanya tersenyum dan mengacak rambutku. "Well, setidaknya itu alasan yang masuk akal. Sebaiknya kau turun. Kita sudah sampai."

"Thank you for the ride, Dad. Love you," kataku sambil mencium pipi ayah, lalu turun dari mobil. Aku menginjakkan kakiku dengan sangat hati-hati. perasaan gugup bercampur senang; itulah yang kurasakan sekarang.

Entah sudah berapa lama aku berdiri disitu, aku hanya tak siap untuk melangkah kedalam. "Hey, masuklah, sayang. Kau akan terlambat jika terus-terusan berdiri disitu," tegur ayah dari dalam mobil.

Aku menoleh dan tersenyum. "Bye Dad!"

"Good luck, sweet heart!"

Hal pertama yang kulihat saat memasuki gerbang sekolah adalah, sekumpulan anak baru yang sedang berbaris di lapangan sekolah. Senyumku mengembang.

Dan entah sudah berapa lama aku berdiri disitu hanya tersenyum sambil memandang sekumpulan siswa-siswi tahun ajaran baru. Aku tak menyadari, aku terlambat. Aku tetap tersenyum hingga seseorang mengagetkanku.

"What are you doing? You don't realize you're late?"

Terlambat? 

Aku segera tersadar dan menepuk kepalaku. Bagaimana aku bisa melupakannya? Heol.

Aku melempar asal tasku, lalu berlari ke lapangan untuk bergabung dalam barisan. Aku tak mengenal siapa orang-orang itu karena aku pindah kesini sejak aku lulus sekolah menengah pertama. 

Tetanggaku pun sudah tua. Seorang nenek dengan anaknya yang sudah bekerja. Rumah di sebelah kanan hanya di tempati oleh beberapa anak kuliah, yang pasti perempuan. 

Kembali pada hari pertama di sekolah ini. Aku mendengarkan dengan seksama apa yang di katakan kepala sekolahku. Setelah itu, semua barisan di bubarkan. Aku mengambil tas ranselku yang sempat kubuang tadi.

Aku berjalan pelan menuju papan pengumuman. Semua orang berdesak-desakkan disana. Aku menunggu sembari bersandar pada tembok disana.

Setelah kerumunan itu mulai sepi, aku berjalan menuju papan pengumuman itu. Aku mencari nama 'Son Hana' dan menemukan namaku di kelas X-5.

Aku berjalan menyusuri koridor yang ramai. Akhirnya aku sampai pada ujung koridor; kelasku. Kelasku terlihat ramai. Kurasa aku akan kebal selama setahun berada di kelas yang berisik.

Aku memasuki kelasku dan tersandung oleh kaki seorang siswa. Aku terjatuh ke lantai denga posisi terlentang. Aku meringis kesakitan.

Satu pikiran yang terbesit di otakku; Hari pertama yang buruk.

Jeon Somi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang