-8. Tumpangan

966 109 0
                                    

"Wooshin!"

Aku berlari menghampirinya. Sesampainya aku di hadapan Wooshin, aku berhenti dan mengatur napasku yang tersenggal-senggal.

Wooshin hanya menatapku datar. Kemudian aku tersenyum kepadanya.

"Hai!"

Wooshin hanya diam. Kemudian Ia berlalu meninggalkanku.

Cih! Dasar cold boy! Aku menghentakkan kakiku lalu mengejarnya yang sangat jauh dariku.

Aku menarik tangannya agar dia berhenti.

Dan yap! Dia berhenti. Dia hanya menatapku datar. Huh!

"Apa?"

"Bolehkah aku pulang denganmu? Ji sedang berkencan dengan pacar barunya," ucapku jujur. Ji memang sedang berkencan. Sedangkan eomma Ji sedang arisan. Appa Ji kerja. Hadeuh.

"Pulang sendiri," kata Wooshin dingin kemudian menghentakkan tangannya. Lalu Ia berjalan meninggalkanku, lagi.

Aku segera berlari kepadanya. Aku berjalan di sebelah Wooshin. Mengapa dia berjalan terlalu cepat?

"Aku baru pindah 2 hari yang lalu. Aku tak tau arah jalan pulang. Bisakah kau beri aku tumpangan?"

"Tidak."

"Apa kau tidak kasihan denganku?"

"Tidak."

Huh! Sangat susah untuk membujuk chairmateku ini. Aku tak menyerah sampai di situ.

"Kumohon! Beri aku tumpangan. Ya?"

Wooshin hanya terdiam dan menatapku dingin. Kemudian Ia menghembuskan napasnya. Kurasa dia akan bilang iya!

"Tidak."

Kemudian Wooshin pergi begitu saja. Huh! Aku sangat kesal dengannya.

"Ayolah Wooshin!"

"Tidak."

"Kumohon!"

"Tidak."

"Please..."

Aku berhenti dan terisak. Ya! Hanya ini saja aku menangis. Dasar cengeng! Tidak! Kau tak boleh menangis, Somi! Kau sudah berjanji pada Ji.

"Ya sudah. Akan ku antar."

Tunggu? Dia bilang iya? Akhirnya! Langkah pertama untuk berteman akhirnya tercapai.

Aku mendongkak dan menemukan wajah Wooshin yang tersenyum manis. Ini bau pertama kalinya aku melihat Ia tersenyum. Sangat manis...

"Hei!"

Aku tersentak dari lamunanku. Aku segera tersadar dan tersenyum bersalah.

"Maafkan aku. Ayo!" Kataku sambil menarik tangan Wooshin.

Sesampainya kami di parkiran, aku tiba-tiba berhenti. Kemudian aku berbalik melihat Wooshin.

"Kau naik apa?"

"Aku naik mobil."

"Baiklah... Yang mana mobilnya?"

Aku mengernyit bingung. "Kenapa kau hanya diam?"

"Mobilnya, tidak disini."

"Lalu?"

"Tunggu sebentar lagi."

Aku mengangguk dan menunggu. Aku tak sadar tanganku masih menggenggam tangan Wooshin.

15 menit kemudian, tak ada mobil yang lewat di depan kami. Aku menghembuskan napas kasar.

"Dimana mobilnya?"

"Tu–"

"WOOSHIN!"

Sebuah mobil mendekat ke arah kami. Kemudian mobil itu berhenti tepat di depan kami.

"Wooshin sayang. Maaf lama menunggu. Aku– siapa ini?"

Dan siapa dia? Aku bahkan tak mengenalnya.

"Dia temanku. Bolehkah dia menumpang, noona?"

Ohh noonanya.

"Boleh! Ayo masuk!"

Aku segera masuk di kursi penumpang. Aku hanya diam tak tau ingin berkata apa.

"Siapa namamu gadis cantik?"

Aku mendongkak. Aku melihat noonanya Wooshin. "Namaku Jeon Somi, Eonni."

"Wahh nama yang bagus! Namaku Eun Ra. Salam kenal."

"Salam kenal juga, eonni."

***

Vomment yaaa

Januari 2018

Jeon Somi Kde žijí příběhy. Začni objevovat