"Luar biasa James!" Pekik Natalie meyusul. Wanita itu mendatangi mereka berdua. Hentakan sepatu bootsnya terdengar keras. Sangat nyaring menepuk permukaan lantai ketika ia berjalan cepat.

Di samping ilmuwan berkumis tipis tersebut, wanita itu ikut menjulurkan tangannya ke kepala Sean. Telinga Sean yang meruncing bak tokoh dongeng Elf, menjadi perhatian pertamanya. Ia membelai kagum daun telinga itu, lalu merambat turun ke pipi, ke wajah Sean ketika Sean terus berusaha menyelaraskan saluran pernafasannya. Tak memperdulikan mereka yang begitu menikmati tubuhnya, Sean hanya mencoba bertahan di tengah paru-parunya yang seolah menghilang.

Natalie dengan gemulai mengangkat dagu bocah itu, menatap mata bening Sean yang melemah. "Hei nak, kita bertemu lagi." Ia mendekatkan mulutnya, berbicara lebih sensual. Warna lipstik merah darah yang terpoles di permukaan bibir wanita itu terlihat jelas di bawah sinar lampu.

"Coba lihat sosokmu, lihat betapa kau begitu.. Fantastik!" Natalie bersemangat, wajahnya berbinar-binar. Sesekali ia memperhatikan tubuh Sean lebih seksama. Sirip-siripnya, ekornya, Namun ia memantapkan lagi tatapannya ke wajah Sean, ke kedua mata yang mengandung kesedihan itu. Sean tahu benar, ia seolah sudah tamat sekarang. Cukup berat memikirkan itu, ia bahkan kehilangan tenaga untuk menyingkirkan tangan nyonya-nyonya itu dari wajahnya. Ia hanya kesulitan bernafas. Tapi rupanya hal tersebut menjadi masalah pelik untuk semua energinya yang ada.

"Kau kenapa sayang?!" Natalie memperkuat cengkramannya ketika Sean memucat. Warna kulitnya berubah. Membuat ia seakan sekarat. Berusaha menyeimbangkan nafasnya dengan susah payah.

"Organ dalamnya kesulitan menyerap oksigen jika ia berada di daratan Nyonya." Sahut James. "Ia masih memiliki paru-paru, tapi juga memiliki insang. Paru-parunya takkan mungkin bekerja maksimal meski ia berada di daratan dengan kemunculan insang kecil itu. Sesuatu yang membuat kepalanya seperti dibungkus dalam plastik ketat."

"Apa dia akan mati James? kita harus segera memindahkannya kalau begitu."

James terkekeh, bangkit berdiri. "Tak perlu Nyonya. Ia memiliki daya tahan tubuh yang cukup kuat dibanding kita, atau dari hewan manapun, mahkluk hidup manapun! Ia takkan mati hanya karena kesulitan bernafas." James menatap Sean. "Ia hanya akan merasa sengsara. Seperti disiksa. Ya, hukuman yang pantas untuk anak-anak yang selalu melawan, yang selalu kesulitan mendengar kata-kata orang tua." Pria itu tersenyum dingin. "Mungkin, ia menginginkan air sekarang. Tapi, aku menginginkan ia menerima konsekuensinya. Konsekuensi jika ia berani melawanku, melawan kita berdua Nyonya." Ia mundur beberapa langkah, menjauh, mengambil beberapa laporan yang ia letakkan di sebuah meja di sudut ruangan.

Natalie tak melepas pandang dari Sean, rautan keprihatinan yang tadi sempat terlintas kini memudar. "Begitu ya?" cengkramannya menarik wajah mereka lebih dekat. Sangat dekat. Sean tak mampu menolak. Ia tak tahu kenapa tubuhnya semakin menjadi.

"Anak manis.." Ujar Natalie. "Tadinya aku ingin bersikap baik padamu, pada Tommy. Aku tak ingin punya masalah ketika ini semua selesai. Ya, seperti yang pernah kukatakan. Aku ingin kita tetap memiliki hubungan yang baik." Ia mencondongkan bibirnya. "Tapi, kau telah membuat kami melakukan hal sekejam ini. Menghukummu? Sekarang, apa kau tahu bagaimana rasanya? Kejadian yang menyulitkanmu karena tingkahmu sendiri. Jangan salahkan kami." Sambung Natalie. Wanita paruh baya itu kemudian, mencium bibir Sean! Mencium perlahan namun sedikit bernafsu.

'Fuck!!'

Sontak membuat Sean terkejut. Berkelak seketika. 'Apa-apaan?!' Pemuda itu mencoba menjauh. Namun ia tak cukup kuat ketika kedua tangan Natalie menahan kepala belakangnya, mempertahankan posisinya. Sesekali bahkan meremas rambut hitam Sean cukup bertenaga.

"Nyonya!" James berseru ketika menangkap pemandangan itu. Namun, setelah teringat bagaimana tabiat bos besarnya itu, ia segera mengecilkan suaranya. Tak ada yang bisa dilakukan ketika wanita tua itu memutuskan untuk menumpahkan hasratnya yang ia ingat, memang sering meluapkan gairahnya tiba-tiba. Melakukan hal seronok itu ke beberapa pria. Ya, tak sembarang pria memang. Hanya beberapa pria yang baginya benar-benar menarik, cukup menguntungkannya. Dan James memang telah menduga kalau Sean adalah salah satunya.

Ia pun membiarkan mereka. Membiarkan bos besarnya terus melumat bibir Sean. Melakukan Single Lip Kiss dengan begitu panas! Bibirnya yang berwana pekat itu begitu hebat dimainkan. Sesekali menggigit, seakan mencoba membuat luka, semakin menjadi ketika terdengar pekikan Sean yang tertahan. Tak perduli dengan perlawanan lelaki muda itu, tangan tuanya semakin kuat, seolah mengikuti irama pergolakan pemberontakan Sean yang akhirnya, tangan bersirip Seanlah yang berhasil mendorongnya, menjauhkanya, memutus ciuman membrutal hebat yang terjadi beberapa detik itu. Tentu setelah mengerahkan tenaga ekstra.

"Kau..-" Sean masih cukup terkejut sembari mengusap mulutnya dengan punggung tangan. Mengusap darah yang tanpa ia sadari keluar dari permukaan bibirnya yang, robek.

'Orang ini!' Ia Benar-benar terluka karena gigitan kecil nan kuat yang baru terjadi. Yang membuat mulutnya terasa begitu perih, yang juga tentu saja membuat saluran pernafasannya menjadi semakin kacau. Dadanya naik turun, ia kesulitan berbicara. Ia yang sebelumnya sudah merasa muak dengan mereka berdua, dengan apa yang telah mereka buat pada dirinya, tampaknya akan semakin memburuk karena ciuman sadis itu.

Sementara Natalie, ia terdiam beberapa saat. Terperanjat. Tak percaya dengan apa yang baru ia lakukan, yang baru ia rasakan! Tak disangka sensasinya sangat sempurna. Membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Sean? Ia tak pernah tahu atlet renang muda tersebut begitu luar biasa! Rasanya lembut, seperti rasa berry yang baru di petik. 'Oh Tuhan!'

Terus terhening dan memandangi wajah Sean yang semakin mempesona di bawah temaram lampu, ia merasakan gairahnya semakin kuat membakar di balik kulit. Raut wajah tegas yang kini diselubungi amarah, dan ketidakberdayaan itu, seakan tersisip kenikmatan hebat. Benar-benar nikmat hingga membuat bulu kudunya berdiri.

"James!" Serunya setelah itu.

"Ya Nyonya.."

"Apa kau tetap mengikuti jadwal pengujianmu besok? Mengirim Merman kecil kita ini ke laut Sargasso seperti yang kau katakan?"

"Ya, tentu Nyonya."

"Kalau begitu.." Natalie mendekatkan diri lagi pada Sean. Tangan gempalnya terangkat, menyentuh bibir Sean, menyentuh darah yang keluar itu. Perlahan menyeretnya turun melewati dagu. Merambat ke leher, membuat jejak noda merah pekat turun hingga ke dada seakan tak memperdulikan perlawanan tak berdaya itu ketika Sean mencoba menepisnya hingga ia dapat merasakan otot-otot di balik kulit pemuda itu, merasakan gairah yang semakin membara dalam alam sadarnya.

"Kalau begitu boleh aku mencicipi sedikit hidangan yang akan kau berikan pada mereka? Mencicipi seberapa nikmatnya, ikan-Jantan ini?" Natalie memasukan jari telunjuknya yang terkena noda darah Sean ke mulut.

"Ahm, i-itu.."

"Ayolah, aku hanya ingin berkomunikasi lebih dekat dengannya James."

"Ba-baik Nyonya. Silahkan. silahkan saja.."

"Terimakasih." Ia tersenyum puas "Kalau begitu, siapkan borgol dan cambuk! Aku tidak ingin dia melawanku ketika aku mengajarkan bagaimana caranya.. berpesta Seks di Atlantik."

-

THEIR MERMAN [COMPLETE]Where stories live. Discover now