Bagian 33: Even If You Cannot Hear My Voice, I'll Be Right Beside You, Dear.

2.9K 265 37
                                    



Di Sebuah Sanggar Tari di Ubud, Bali

Sanggar Tari Tradisional

"Lo yakin kan mau ketemu mami?" tanya Bagas sambil menepuk punggung Brian. Brian tersenyum yakin. "Kalau Bri gak yakin ya ngapain Bri jauh jauh ikut ke sini, Pi."

"Apapun reaksi mami, lo siap?"

Brian mengangguk. "Siap lah."

"Itu baru anak papi!"

Mereka melewati beberapa anak perempuan yang sedang berlatih menari. Terlihat ekspresi bahagia di wajah mereka, sepertinya mereka sangat menikmati belajar di sanggar ini. Anak kecil berusia sekitar 8 tahun hingga gadis gadis muda Bali sama sama berlatih berbagai tarian tradisional di tempat ini.

Beberapa pandangan anak remaja di sana terarah ke Brian dan Bagas. Brian nyengir kecil menyadari keberadaannya menarik perhatian cewek-cewek penari yang ada di sana.

"Permisi, Ratih nya di mana ya? Tanya Bagas sopan.

Seorang cewek kira kira berusia 17 tahun menjawab, "ada di rumahnya, di belakang sanggar. Mau aku antar?"

"Aku saja yang antar," kata gadis yang dari tadi menatap Brian dari jauh.

"Kamu kan masih latihan."

"Kamu sendiri juga harusnya latihan, kompetisi sebentar lagi."

"Udah udah. Anterin aja bedua gimana?" kata Brian menengahi. Bagas menggeleng. "Sok Ganteng lo!" bisiknya. Kedua gadis itu akhirnya menatap Brian.

"Dari Jakarta, ya?" tanya salah seorang Gadis itu. "Aku Tattya."

"Kalau aku Dessati," kata gadis yang satu lagi tak mau kalah. Ia menyalami Brian.

"Hehe. Gue Brian. Iya nih dari Jakarta, kok tau sih?"

"Ya gaya kayak gini pasti dari Jakarta. Mau nyewa penari buat kawinan ya?" tembak Dessanti.

"Eh.. enggak. Mau ketemu Bu Ratih aja. Urusan Pribadi," jawab Brian heran. Agresif juga dua cewek ini ya. Apa gak pernah liat cowok kayak Brian?

"Ini rumah Bu ratih, tunggu aja sebentar lagi Bu Ratih keluar," jawab Dessanti sambil melambaikan tangannya ke arah Brian.

Bagas mengetok pintu terlebih dahulu, namun Brian sudah tidak dapat menunggu. Ia membuka pintu rumah yang tak terkunci.

"Bri! Yang sopan!" tegur Bagas.

Brian terperangah ketika melihat bagian dalam ruang tamu rumah Ratih. Ruangan itu tertata dengan indah, banyak dekor bunga dan hiasan tradisional di dindin. Namun yang paling mengejutkan adalah foto yang terpampang di dinding ruang tamu tersebut.

Hanya ada satu foto. Foto berukuran kecil dan seakan menjadi pusat dari ruangan itu. Brian terperangah sementara Bagas tak kuat menahan air matanya.

Foto Brian kecil terpampang jelas di sana. Foto Brian yang masih berusia beberapa bulan. Satu satunya foto Brian yang disimpan oleh Ratih. Satu hal yang saat itu Brian sadari, ibunya belum melupakannya.

"Maaf siapa ya?" kata seorang perempuan yang melangkah keluar dari dalam kamar. Ratih

Ratih terpaku diam ketika ia melihat dua orang pria yang berada di hadapannya. Yang pertama wajah seorang pria yang masih dan akan terus ada di sebuah tempat spesial di hatinya. Pria yang masih berstatus suaminya. Yang lebih membuatnya bergetar adalah seorang pria yang berdiri disamping suaminya tersebut. Anaknya.

Waktu terus mengalir namun waktu tidak bisa mengikis kecantikan Ratih. Ia tetap seorang perempuan menawan dengan kulit kecoklatan yang dulu sangat dicintai oleh Bagas.

Mio FiglioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang