"Cepat menyerah saja nak!!" Seorang pria bersenjata tiba-tiba keluar dari balik pepohonan. Siap menarik senapannya kapan saja. Tak memperdulikannya, Sean hanya terus mengerang. Ia tak tahu reaksinya akan menjadi seperti ini. Ia merasa dapat menanggung itu semua sebelumnya, menahan selagi ia terus melarikan diri menjauh dari gedung tersebut. Tapi ternyata itu juga salah.

Pemuda itu merasa kulit-kulitnya pun menjadi semakin kasar. Sebagian porinya mengeluarkan sesuatu yang aneh. Kepingan-kepingan tipis berlendir terlihat. Bermunculan dari mana-mana, pelan-pelan menutupi beberapa bagian tubuhnya.

"Anak itu mengeluarkan sisik!" Salah satu dari mereka berseru kencang. Seorang pria yang berada sedikit lebih dekat dengan Sean.

Orang itu melihat makin jelas. Sisik-sisik lebih kecil muncul pula di wajah Sean. Tepatnya di pipi dan dahi. Terlihat samar-samar menyatu dengan kulit wajah pemuda itu. Berwarna keperakan dan sedikit berkilau di bawah sinar rembulan yang lumayan terang. Di bagian bawah telinganya, daging dan kulit itu membelah dengan sendirinya. Seakan teriris sepanjang tiga centimeter. Memunculkan pula dua garis serupa di bawahnya menyerupai insang. Terbuka dan tertutup ketika Sean terus berteriak. Meronta luar biasa.

Pergolakan yang cukup pelik ketika Kedua kakinyapun mulai melekat satu sama lain, merapat dan menyatu. Daging yang saling menempel, Bergumul dengan darah bercampur keringat dan lendir yang tak henti melumuri tubuh telanjangnya seperti lem. Membuat ia tak dapat merasakan apapun selain rasa sakit yang terus dan terus bertambah. Semakin meningkat ketika salah satu dari pria-pria itu tiba-tiba menembakan sesuatu padanya. Menghunus sangat keras dan membuatnya seketika terlontar kebelakang, masuk ke dalam jurang gelap yang rupanya hanya berada beberapa centimeter darinya. Jatuh! berguling di dinding jurang dengan cepat, hingga akhirnya ia sampai ke dasar jurang, ke sebuah... TELAGA.

-

Di dalam sana, air terasa sangat dingin. Tubuh Sean menghantam keras permukaan dan tenggelam ke dasar. Jatuh di tengah-tengah gelembung-gelembung kecil yang justru naik ke atas.

Sean merasa benar-benar Mati. Mati ketika rasa sakit yang tadi begitu hebat kini mendadak-lenyap! Tak lagi terasa. Hilang bersamaan dengan detak jantungnya yang juga mulai melambat. Sel-sel sarafnya seakan terjadi sesuatu, semuanya tak lagi aktif. Ia tak bergerak, terdiam dan terus menjatuhkan dirinya dalam kegelapan dasar air. Seperti kehilangan semua kemampuan yang baru saja ia miliki untuk melarikan diri. Bahkan, kemampuan untuk merasakan rasa sakit itu.

Sayup-sayup kata-kata Tn. James terdengar, terngiang di telinganya yang kini berhenti mengeluarkan darah "...Reaksinya akan lebih sakit jika kau tak masuk ke dalam air..." Kalimat itu, keterangan yang ia dengar sekitar satu jam lalu itu, sepertinya benar! Ia tak merasakan apapun. Rasa sakitnya hilang ketika ia menyentuh air. Namun, ia tahu itu juga bukan hal yang bagus.

Sean terus menenggelamkan diri, tekanan air seakan tak henti menyeretnya lebih dalam. Pergolakan dalam dirinya membiarkan ia terus jatuh. Ke dasar, ke tengah-tengah ruang yang yang seakan hampa. Lenyap dari orang-orang tadi. Peristiwa yang akhirnya membuat ia sedikit merasa-nyaman.

Semakin nyaman saat tubuh bagian bawahnya mendadak begitu-ringan? Bertambah ringan sebelum ia menyadari sesuatu, Kedua kakinya, ia melihat kedua kakinya... LENYAP!- tergantikan oleh sebatang ekor besar nan indah, ekor ikan dengan selendang-selendang halus yang menyala dalam kegelapan, ekor yang terkibas untuk, pertama kali.

********

...

Cabble Beach, Nassau

00:18 a.m

...

Paman Tom bersantai di balkon sebuah rumah yang ia beli beberapa tahun silam. Sebuah bangunan di pesisir utara Pulau Nassau, Bahama. Tempat yang saat itu cukup tenang, sunyi dan hanya terdengar desiran ombak yang mengunjungi pantai tak jauh dari sana.

"Dia pasti sangat cantik." Ujarnya. Ia memandangi bulan yang bersinar di langit, sementara tangannya menggenggam secangkir kopi.

"Dia?!" Seseorang menghampiri. Wanita yang bersamanya di kapal pesiar itu. Wanita berambut pirang dengan senyuman sangat manis oleh kedua lesung pipi yang terlihat menyamar di bawah cahaya bulan. "Ya, ia akan jauh lebih indah dari ayahnya. Wiliam. Apa kau tak merasa bersalah?" Sambung wanita itu.

Paman Tom menghela nafas. "Kuharap dia akan memaafkanku. Sean, kuharap ia mengerti kenapa aku melakukan ini."

"Ia takkan mau mengerti. Ia takkan memaafkanmu, Tommy." Wanita itu menyahut. "Sama sepertiku, kami tak bisa melupakan apa yang sudah kau perbuat. Ia memang akan terlihat cantik. Mahkluk air yang luar biasa. Tapi, bagaimana caramu meyakinkanku kalau dia takkan menjadi, Monster. Alih-alih berguna untuk semua ambisi kalian, kupikir, ia justru akan menjadi Monster untuk kalian. Monster indah yang menghambat langkah kalian sendiri. Apalagi, setelah ia mengetahui kebusukan lain yang kau buat pada hidupnya." Wanita itu mendekatkan diri.

Paman Tom tersenyum "Kebusukan lain yang kubuat pada hidupnya? Apa maksudmu, karirnya?" Pria itu berseringai lebar. "Tak ada pilihan lain yang harus kulakukan, kau tahu itu. Bahkan saat aku mengatakan padamu kalau ia sakit. Semua cara tampaknya harus kugunakan untuk mempertanggung jawabkan keputusan yang sudah kuambil. Termasuk jika aku harus mengirim surat pengunduran diri Sean dari dunia olah raga. Membuatnya, BERHENTI MENJADI SEORANG ATLET. Kau pikir, bagaimana seseorang bisa melanjutkan kehidupanya setelah ia menjadi bagian dari semua ini. Bagaimana ia akan kembali pada semua hal yang normal dengan, 'ekor' itu."

-

THEIR MERMAN [COMPLETE]Where stories live. Discover now