19

35.6K 6.4K 1.4K
                                    

Aku berjuang sampai sejauh ini bukan untuk merasa menyesal.
Bukan untuk kalah, bukan untuk menyalahkan permulaanku, tapi aku ingin bisa sampai di titik saat aku merasa bangga karena telah memberanikan diri memulainya.

Fanart by RiviaaOZ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fanart by RiviaaOZ

***

"A-Ath...?"

Senyumannya mengembang, saat aku menyebut namanya.

Mata biru tosca itu menatapku dengan tatapan senang yang tak dapat kubalas dengan tatapan yang sama. Aku tidak mengerti mengapa berhadapan langsung dengan seseorang yang menyelamatkanku sebelumnya, bisa membuat jantungku berdebar keras, membuatku tertekan alih-alih merasa senang.

Aku memikirkan beberapa hal dalam benakku. Selain tidak bisa memperingatkan Ath tentang betapa bahayanya kota ini untuknya, aku juga tidak bisa memintanya bertingkah seolah dia tidak pernah melihatku. 

Ada Nael di sampingku. Dia mungkin juga pasti punya banyak asumsi tentang lelaki bermata biru yang mungkin belum menyadari keberadaannya.

"Kupikir kau sudah mati," ucap Ath.

Meskipun tidak punya bakat membaca bahasa tubuh atau intonasi nada seseorang, aku bisa menangkap kesimpulan singkat bahwa Ath memang sedang takjub dengan kebetulan ini.

Sedangkan aku di sini, kehabisan kata-kata dan kepalaku berputar untuk memikirkan alasan kepada Nael dan kawan-kawannya nanti. Aku tidak pernah punya bakat untuk berbohong, tetapi dalam keadaanku saat ini, aku harus memikirkan jawaban untuk menyelamatkan diriku sendiri dan juga Ath.

"Skye, ini ... temanmu?" tanya Nael agak terbata-bata. 

"Iya," balasku, mencoba yakin.

Ath mengalihkan pandangannya ke Nael dan langsung melepaskan pergelangan tanganku. Wajahnya yang tadi menyiratkan senang juga langsung berubah kembali menjadi tenang.

"Siapa dia?" tanya Ath sambil memeriksa Nael dari ujung kaki ke ujung kepala--jelas-jelas sedang menilainya.

Dengan adanya keberadaan Nael, aku bukan lagi satu-satunya manusia yang dilihatnya.

"Dia temanku. Namanya Nael," jawabku. "Nael, ini Ath."

"Oh." Jawaban singkat dari Ath yang sama sekali tidak ramah. Ralat, dia memang tidak pernah ramah sebelumnya.

Nael memperhatikan kiri kanan dengan gelisah, sebelum akhirnya bertanya kepada Ath, "Kau datang dengan apa?"

Pertanyaan yang memang akan kupertanyakan jika bertemu orang baru, sekaligus pertanyaan yang mematikan dan menyudutkan kami berdua.

Bukan, mungkin hanya Ath, tetapi pertanyaan itu juga otomatis akan menyeretku untuk terjebak di dalamnya. Aku tidak bisa memundurkan waktu, tidak bisa pula menjawab pertanyaan sederhana dari Nael.

AQUA WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang