Sesaat setelah itu, banyak polisi yang memasuki tempatnya disekap, dan yang terakhir dilihat oleh Sohee adalah bibinya, Yoo Ara yang langsung memeluk tubuhnya dan meminta maaf.

"Semuanya sudah selesai, Kang NamHi sudah tiada, dan Hyunseng juga sudah menyesali semua perbuatannya. Semuanya sudah membaik, kau tidak perlu merasa khawatir dan ketakutan lagi."
.
.
.
.
.
Sejak kejadian penculikan itu terjadi, HooJong dan istrinya memutuskan bahwa Sohee akan tinggal bersama mereka di mansion Im. Tentu saja mereka harus berdebat dengan keluarga Park terlebih dulu, terutama Park Jinyoung dan putrinya Park HaeJa.

Tetapi mereka juga mengerti bahwa HooJong tentu merindukan momen-momen seperti itu, dimana dia bisa berkumpul bersama dengan keponakannya.

"Selamat pagi Paman, Bibi." Sapa Sohee dengan tangan yang menyusun menu sarapan pagi mereka.

HooJong dan Ara yang baru saja tiba di meja makan tersenyum melihat tingkah keponakannya itu.

Ara berjalan pelan kearah Sohee lalu menuntunnya untuk duduk di kursi makan.

"Bukankah sudah Bibi katakan agar tidak perlu memasak sarapan seperti ini ? Banyak pelayan di rumah ini yang bisa melakukan itu nak, kau tidak perlu melakukannya."

Sohee tersenyum kecil, sejak tinggal disini beberapa minggu yang lalu, baik paman ataupun bibinya sangat memanjakannya.

"Ini sudah menjadi kebiasaanku jika bibi lupa. Sekarang lebih baik paman dan bibi sarapan saja. Aku akan ke rumah Jinyoung Oppa dulu, semalam HaeJa merajuk agar aku mengantarnya ke sekolah pagi ini."

Dengan pasti, Sohee bangkit dari duduknya dan meraih kotak makan untuk HaeJa yang sudah disiapkannya tadi. Melihat keponakannya yang terburu-buru, HooJong hanya bisa terkekeh geli.

"Apa kau tidak sarapan dulu Sohee ? Semalam kau melewatkan makan malammu."

"Sudah paman. Maaf aku sarapan lebih dulu. Aku pamit paman, Bibi." Pamit Sohee sembari memberikan pelukan pada paman dan mencium bibinya.

HooJong dan Ara tertawa bahagia melihat itu, sudah lama sekali mereka tidak merasakan ketenangan seperti ini. Tapi kini kondisi dan keadaannya sudah lebih baik, Kang NamHi sudah tewas, dan putranya Hyunseng juga sudah menyesali perbuatannya dan meminta maaf.

Maka dari itulah mereka memutuskan bahwa Hyunseng tetaplah bagian dari keluarga mereka, karena anak itupun hanya melakukan perintah yang sebenarnya tidak disenanginya.

"Makanlah, setelah ini kau harus menemaniku ke kantor polisi, sudah 2 hari ini aku tidak mengunjungi Hyunseng, anak itu pasti sedang kesal saat ini."

Kata Ara pada suaminya, dibayangannya sudah terlintas wajah kesal Hyunseng karena menunggunya. Karena anak itu memang tidak suka menunggu.
.
.
.
.
.
Sohee menginjakkan kakinya di mansion Park tepat saat jam sipergelangan tangannya menunjukkan angka 6 lewat 20 menit.

Dibukanya pintu utama mansion megah itu, dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah gadis ciliknya yang tengah merajuk.

"HaeJa tidak ingin kesekolah jika bukan Mommy yang mengantar."

Rajukan HaeJa biasanya membuat Jinyoung kalang kabut, tapi pagi ini berbeda. Sohee bisa merasakan hal itu, Jinyoung nampak acuh, bahkan saat kekasihnya itu menatap kearahnya yang masih berdiri di depan pintu, lelaki itu tampak tidak peduli.

Hanya menatap sekilas lalu, "Berbaliklah, lihat siapa yang datang."

Sohee merasa aneh dengan sikap Jinyoung, ini sudah hari ke 3 dimana pria itu mengacuhkannya, awalnya Sohee mengira bahwa itu hanya karena ada masalah di kantor. Tetapi ini sudah lewat dari batasannya, Sohee harus membicarakan hal ini dengan Jinyoung. Karena dia merasa tidak suka dan tidak tenang dengan kondisi hubungan mereka yang menjadi renggang entah karena apa.

"MOMMYYYYYY..." Teriakan HaeJa sepertinya cukup mampu untuk mengalihkan Sohee dari kegelisahannya mengenai dirinya juga Jinyoung.

Tangan nya direntangkan guna menyambut gadis ciliknya yang kini tengah berlari kearahnya, setelah HaeJa didepan Sohee, bocah itu langsung memeluk Sohee erat, sejak kemarin dia tidak bertemu dengan Momnya itu, jadi dia amat merindukannya. Ditambah lagi Sohee sudah tidak menemani tidurnya selama beberapa minggu ini.

"HaeJa kira Mom tidak akan datang." Rajuk HaeJa pada Sohee yang membuat senyum kecil tersungging di bibir indah Sohee.

Sohee menciumi seluruh wajah HaeJa hingga anak itu merasa geli. "Bukankah semalam Mom sudah janji akan mengantar HaeJa kesekolah, Mom tidak akan ingkar janji."

Jinyoung melangkah mendekati mereka, "Kau datang terlalu lama, apa kau tidak tahu bahwa HaeJa sudah menunggumu sejak tadi. Harusnya kau bisa memposisikan dirimu disini, HaeJa sudah menganggapmu sebagai ibunya, harusnya kau bisa memposisikan dirimu sebagai seorang ibu."

Mendengar perkataan Jinyoung, Sohee merasakan sebuah perasaan sakit di ujung hatinya. Untuk pertama kalinya, yah selama ini Jinyoung sama sekali tidak pernah mengucapkan kalimat sesadis itu padanya.

Sohee menahan air matanya, dia tidak boleh menangis dan berburuk sangka pada Jinyoung, mungkin karena Jinyoung merasa cemas padanya.

"Maaf Oppa, aku terlambar bangun pagi ini. Tapi aku janji besok aku tidak akan terlambat lagi, aku akan datang pagi-pagi sekali."

"Tidak perlu, besok dan seterusnya, kau tidak perlu lagi datang untuk mengantarkan HaeJa kesekolah. Aku, orang tuaku dan juga JaeBum hyung bisa mengantarkannya. Kau tidak perlu repot-repot Sohee-ssi. Lebih baik kau pulang, aku sendiri yang akan mengantarkan putriku kesekolahnya."

Kali ini Sohee sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Jinyoung bisa berubah menjadi seperti ini.

Sohee menurunkan HaeJa dari gendongannya yang membuat gadis cilik itu kebingungan.

"Momm.."

"Sekali lagi maaf tuan Park, aku..."

Tanpa menyelesaikan ucapannya, Sohee berbalik meninggalkan ayah dan anak itu yang memandangnya dengan tatapan berbeda.

"Maaf."

.
.
.
.
.

Wiuuuyy itu Jinyoung kenapa yah kok mendadak jutek gitu ? Ada yang tau kenapa nggak nih ?

Gak jadi End di Part ini. Tapi part depan udah benar-benar End. See you next Part yah, part terakhirnya akan saya Up besok sore....

Bay bay all.

Wassalamualaikum wr,wb

^baby

With Duda ??? Why NOT (END)Where stories live. Discover now