22 : The End

3.3K 265 82
                                    

A Thousand Years by Christina Perri (violin vers.)

Happy reading and enjoy the last chapter!

______________________________________

"Ok, semua sudah siap, Bell. Kamu bisa mengantar dia menemuiku secepatnya."

"Baiklah, Mas Daffa, eike langsung capcus ke tempat yey sekeranjang..." tutup Bella mengakhiri pembicaraan. Kemudian segera menyimpan iphone-X miliknya ke dalam tas Burberry berwarna pink yang sedang ditentengnya. "Ayo Mas ganteng, eike anterin yey ke tempat Mas Daffa. Diana udin tinta sabarudin nunggu yey..." lanjutnya mengajak pemuda berpakaian necis yang cukup lama menunggu di dalam kamarnya.

"Ah, sebenarnya Daffa sedang menyiapkan kejutan apa sih untukku, Bell? Kenapa dia nggak mendatangiku langsung malah menyuruh menemuimu dulu?"

"Sorry, eike tinta bisikan bilang-bilang. Tugas eike disindang cuma dandanin yey sekeren mungkin terus diantar ke tempat Mas Daffa."

"Ya... ya... aku nurut saja deh, kalau begitu," ucap Reihan pasrah, kurang bersemangat.

"Sorry yah Mas ganteng, eike sekeranjang harus nutup yey penyami mataram," ijin Bella sambil melingkarkan sehelai kain hitam pada wajah bagian atas Reihan dan mengikatnya erat di belakang untuk mengunci. "Yuk, yey coba pegang tangan eike soraya yey bisikan ngikut kemana eike melangkah syantik. Anggap aja eike indang mata-mata yey, hihihi..."

Kemudian Bella membawa keluar Reihan dari kamarnya, terus berjalan melewati pinggiran kolam renang dan berhenti di depan tangga yang terbuat dari batu di ujung salah satu sisi kolam. Dengan hati-hati, Bella menuntun pemuda yang menggamit lengannya, meniti satu-persatu anak tangga menuju ke bawah bangunan bungalow.

Sesampainya di atas hamparan pasir yang membentang luas di pantai bawah, Bella segera melepas kain hitam yang menutup mata Reihan. Lalu berbisik di telinga pemuda itu sebelum melepasnya pergi. "Ingat yah, pesan eike sama yey tadi. Sekarang, sana temui Mas Daffa."

"Ok, Bel..." gumam Reihan pelan bersamaan dengan hengkangnya pria flamboyan itu dari sisinya.

Lalu dia melempar pandangannya agak jauh ke depan. Seketika, batinnya terpana saat kedua matanya mengumpulkan berkas-berkas temaram lampu yang menghiasi sebuah gazebo dipenuhi dekorasi bunga serta kain putih yang menjuntai-juntai dimainkan angin laut. Sungguh sangat indah dan terkesan romantis.

Di bagian tengah bangunan kecil nan mewah di pinggir pantai itu, tampak sebuah meja makan private bernuansa elegan yang sepertinya dipersiapkan secara khusus hanya untuk berdua. Kemudian sorot mata Reihan terhenti pada sosok pemuda rupawan yang tengah berdiri tegap tak jauh dari situ. Setelan tuxedo berwarna putih-putih berhias korsase kuning membalut sempurna tubuh kekarnya, membuatnya makin terlihat menawan bak seorang pangeran dalam negeri dongeng.

"Daffa benar-benar terlihat tampan dan gagah..." gumam Reihan dalam hati mengagumi. Lalu dia menghela nafas panjang. "Aku pasti bisa melalui ini semua..." ucap Reihan memberi semangat pada dirinya sendiri sambil mulai memacu langkah menuju bangunan gazebo.

Alunan syahdu "A Thousand Years" yang dimainkan oleh sebuah band kecil di salah satu sudut gazebo, sayup-sayup menyelip dalam riuhnya deruan ombak yang memenuhi telinganya, ketika langkahnya semakin dekat. Tak ayal, Reihan jadi terharu dan sangat tersentuh. Tidak pernah ada yang memperlakukannya begitu spesial seperti saat ini. Kedua matanya pun mulai berkaca-kaca saat langkahnya berakhir tepat di hadapan pangeran tampan yang tengah menantikan kedatangannya.

"Selamat datang, Rei..." sapa Daffa lembut sambil tersenyum begitu manis.

"Daff... aku..." ucap Reihan terbata, mencoba mengutarakan sesuatu yang sedari tadi membebani hatinya.

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang