11. Brother and Sister

3.2K 271 25
                                    

"Halo..." seorang wanita membuka percakapan melalui jaringan seluler.

"Halo, Kak!"

"Iya, Rei, tumben pagi amat bangunnya. Sebenarnya, kamu itu sedang liburan atau ikut wajib militer, sih?

"Huh... Kak Lina ini yah, adik sendiri nelfon bukannya ditanya ada apa, malah diledekin pagi-pagi."

"Hahaha... becanda kali, Rei! Jangan ngambekan gitu, donk! Hmm... tapi beneran kakak masih penasaran nih, di Bali sedang ada gempa kah, sampai bisa membuat kamu terbangun sepagi ini?"

"Terus... terusin saja, Kak! Kalau perlu sekalian saja ada tsunami biar adikmu ini hilang terbawa arus," sindir Reihan sewot yang dibalas ledakan tawa di seberang. "Ehmm... anyway, panggilanku ini nggak merusak yang sedang mimpi indah, kan?"

"Wah, mau menyerang balik nih, ceritanya? Sorry yah, memangnya kakakmu ini pemalas kayak kamu, yang harus dibangunin tiap pagi atau kalau nggak, bisa terlambat kuliah? Kakak sudah bangun dari jam lima tadi, Reihan sayang. Sudah, sekarang ada apa kamu telfon kakak? Apa jangan-jangan dari semalam kamu nggak bisa tidur sebab nggak sabar kepingin ketemu kakak, yah?"

"Hiii... Kak Lina kok kepedean gitu, sih!"

"Ih, dasar kurang ajar! Masa kakak sendiri dibilang kepedean. Iya, iya... kakak ngerti deh, rasa kangenmu itu pasti cuma buat Dhea seorang, kan. Kalau sama kakak, mana pernah? Yang ada, waktu butuh doang baru omongannya manis-manis."

"Nggak lah, Kak, nggak salah, hehehe..."

"Tch... kamu itu memang selalu pilih kasih sama kakak. Tapi nggak papalah, yang penting kakak selalu sayang Reihan meskipun nggak ada timbal baliknya dari kamu."

"Reihan juga sayang sama Kak Lina, kok. Sayang banget, malah!"

"Halah... gombal! Pasti ada maunya, nih!"

"Tuh, kan... bilang nggak sayang salah, bilang sayang dikira ada udang di balik rempeyek. Memang susah yah, kalau ngomong sama tante-tante."

"Kurang ajar! Masa kakak masih imut-imut gini dibilang tante-tante. Penistaan ini namanya!"

"Memangnya ada yah, yang bisa dinistakan dari kakak? Perut sudah mulai membuncit gitu kok nggak mau dibilang tante-tante. Adikmu yang lebih muda ini saja sebentar lagi juga segera jadi om-om."

"Hihihi... benar juga sih kamu, Rei." Erlina terkekeh sembari mengelus-elus perutnya yang makin hari makin membulat mirip sebuah balon gas saja .

"By the way, Kak Lina lagi ngapain?"

"Hmmm... barusan kakak habis belanja dari pasar. Rencananya sih, kakak mau masak sayur asem sama ayam penyet kesukaanmu."

"Aduh Kak, kenapa harus repot-repot seperti itu, sih? Ingat, ada calon keponakan Reihan yang sedang tidur di dalam perut kakak. Jangan terlalu banyak aktifitas nanti kecapekan lho, Kak!"

"Wah, kakak nggak sedang mimpi, kan?" sahut Erlina pura-pura takjub. "Tumben banget nih, kamu perhatian sama kakak."

"Tau ah, gelap!"

"Aduh... kamu kok jadi sensi sih sekarang, dikit-dikit ngambek kayak cewek sedang jatuh cinta saja," goda Erlina sambil cekikikan sendiri. "Tenang saja, Reihan sayang... kakakmu ini cuma sedang hamil, bukan kena penyakit lumpuh yang nggak bisa ngapa-ngapain dan mesti diam saja di rumah. Malahan bagus banyak gerak biar nanti keponakanmu keluarnya mudah. Terus apa kamu lupa, tiap hari kakak juga pergi kerja mengurusi administrasi bengkel. Terlambat, Rei, kalau kamu baru khawatir sama kakak sekarang. Lagian, kakak juga sama sekali nggak merasa repot kok masak buat adik sendiri."

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang