18 : PHP vs CLBK

2.5K 252 54
                                    

Pertama-tama kedua telapak kaki menghentak bergantian di bawah meja, kemudian satu per satu jemari mengetuk permukaan meja seirama mengikuti derap kaki di bawah. Setelah itu mulut mulai bersenandung tanpa lirik dengan pandangan menghambur ke segala arah, menghindari tatapan pemerhati yang duduk tepat di hadapannya.

Reihan jadi salah tingkah sendiri dan mulai gelisah. Baru pertama kali ini baginya makan malam di pinggir pantai dengan suasana super romantis, namun sialnya hanya berdua dengan sesama pria, yang mungkin tidak pernah dia bayangkan sebelumnya bahkan dalam mimpi sekalipun. Dapat dibilang jika hanya dia seorang yang sejatinya berhasil menyabet the real grand prize dibanding ketiga pemenang resmi undian lainnya.

Entah hal itu adalah sebuah anugerah atau kutukan bagi Reihan, yang pasti dia tidak suka dengan suasana hatinya saat ini. Perasaannya campur aduk tidak karuan. Belum juga reda rasa penasaran pada karangan bunga tak bertuan di atas meja di dekatnya, tatapan intens Daffa yang seolah menguncinya dalam kesunyian sedari tadi, sungguh membuat kegugupan mau tak mau mendera batinnya hingga terasa awkward dan sama sekali tidak nyaman. Menit-menit bahkan terasa sangat lambat dilaluinya menunggu pesanan makanan yang tidak kunjung datang.

Sesekali Reihan mencuri pandang ke arah pemuda di hadapannya, yang selalu dibalas senyum kepedean andalannya dengan salah satu alis terangkat ketika pandangan mereka bertemu. Membuatnya langsung membuang muka ke arah lain sembari mengernyit jijik.

"Argghhh... aku benci suasana seperti ini! Ada apa sebenarnya dengan si artis kampung itu? Narsisnya sih masih tetap di tempatnya, nggak lari kemana-mana, tapi kenapa dia mendadak jadi pendiam dan aneh sekarang? Tumben banget, dia nggak mengeluarkan gombalannya yang norak dan nggak bermutu kayak biasanya? Sialan, kalau dia bungkam terus seperti ini, lama-lama bisa mati jantungan aku!"

Reihan tidak tahan. Detak jantungnya yang menggila terasa begitu menyiksa, hingga dia memutuskan untuk mengakhiri kecanggungan yang berkepanjangan di antara mereka berdua.

Biar kali ini Reihan yang ambil inisiatif terlebih dulu untuk membuka percakapan. Dia lantas menghentikan senandungnya, menghirup nafas dalam-dalam mencoba meredakan kegugupannya. Kemudian mengarahkan pandangannya lurus ke depan, menatap si biang kerok yang membuat suasana hatinya jadi carut-marut tidak menentu.

"Hei... artis jelek! Kamu kenapa sih, hah? Kok diam saja dari tadi?" tanyanya dengan nada mirip preman pasar.

Daffa tidak menjawab, hanya mengedikkan bahu clueless.

"Mulutmu sariawan?"

Daffa menggelengkan kepala.

"Kesedak biji kedongdong?"

Daffa menggeleng lagi sambil tersenyum hampir terkekeh.

"Atau hmm..." Reihan mencoba berpikir sejenak lalu melembutkan suaranya setelah teringat sesuatu. "Apa kamu sedang marah sama aku, Daff? Gara-gara tadi aku nggak sengaja menggandeng tangan kamu tiba-tiba."

Daffa langsung buru-buru melambaikan cepat kedua telapak tangannya ingin menepis anggapan Reihan barusan.

"Lalu kalau bukan, kenapa kamu mendiamkan aku seperti ini, Daff?" tanya Reihan kalem, mengubah mimik wajahnya menjadi sendu. Siapa tahu pemuda di hadapannya merasa kasihan dan mau membuka mulutnya.

Tapi ternyata Daffa masih saja mengatupkan rapat bibirnya dengan tatapan yang tak pernah lepas pada lawan bicaranya.

"Ok, Daff! Teruskan saja seperti itu," sahut Reihan mulai tak sabaran. Taktik memelasnya barusan ternyata tidak membuahkan hasil. "Sekalian saja kamu nggak usah ngomong sama aku seterusnya mulai malam ini," tambahnya sedikit sewot lalu membuang wajahnya cepat. Kegugupannya seketika menguap entah kemana dan berganti menjadi rasa jengkel dalam hati.

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang