1. Namanya Raymond

655 37 4
                                    

"Baru satu tahun udah balik. Nggak betah lo di penjara?" cibir Dexie seolah-olah penjara adalah tempat yang nyaman.

"Dex, jangan begitu, nggak baik," ucap Yunita lembut. Wajah wanita berumur 42 tahun itu masih ayu dan anggun. Sejak awal mengenal ibu Yola, Levi sudah mengaguminya. Sosok Yunita adalah sosok istri dan ibu idaman. Bukan hanya baik hati, tapi semua persyaratan sempurna untuk menjadi seorang istri dan ibu seolah menjadi miliknya sejak lahir.

"Ma, kenapa Kak Ray ada di rumah kita?" tanya Yola perlahan karena ngeri dengan tatapan Ray yang begitu dingin.

"Ray baru saja bebas bersyarat. Papa yang sudah mengurus kasus Ray." Yunita menatap Ray kemudian tersenyum. "Ray, ini Levi, teman Yola yang ngekost di sini sejak satu bulan yang lalu."

Levi diam membeku tak tahu harus melakukan apa. Jika seharusnya dia mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri, kini tangannya seolah tak mampu digerakkan. Kedua bola matanya bertatapan dengan mata menyipit milik Ray.

"Dan Levi, ini Raymond, keponakan tante," lanjut Yunita semringah karena keponakannya telah bebas dan bisa diajaknya kemari.

"Iya, Tante," jawab Levi lemah kemudian menunduk karena tak tahan ditatap penuh intimidasi dari Ray.

"Jadi malam ini, Ray mau nginap di sini, Ma?" tanya Sammy resah.

"Bukan cuma menginap, Sam. Tapi Ray akan tinggal di sini bersama kalian."

Yola menutup mulutnya karena terkejut. Kalau saja berani dia pasti sudah berteriak dan protes kepada ibunya yang tanpa pikir panjang membawa mantan narapidana ke rumah mereka.

"Yang bener aja, Ma," ucap Dexie sinis. Kali Dexie dan Ray saling tatap penuh misteri. Tak ada yang mengartikan apa makna tatapan Ray untuk Dexie. Levi menyimpulkan bahwa kedua mata mereka bermakna ancaman.

"Dexie, Sammy, Yola," Yunita menarik napas terlebih dulu, "Ray adalah saudara kalian. Dia anak dari adik Mama."

"Mama, dia kan..."

"Jangan ungkit masalah itu, Sam. Mama sudah pernah bilang pada kalian berulang kali."

"Iya, Ma," jawab Sammy lesu karena protesnya langsung disangkal.

"Nah, sekarang Mama mau antar Ray ke kamar dulu ya. Sam dan Dexie bantu Papa bawa oleh-oleh di mobil. Dari tadi Papa masih ngobrol sama Pak Anto di luar."

Tanpa banyak membantah, Sammy melenggang keluar sambil mengumpat. Ketika mencapai pintu, dia baru sadar kalau Dexie tidak ikut jalan dengannya. Kakak sengaknya itu justru berbalik mencari remote yang sudah tidak digenggam Levi.

***

Yunita membawa Ray ke lantai atas. Di rumah itu ada lima kamar. Empat kamar berukuran kecil di lantai dua. Dan dua kamar berukuran luas di lantai satu. Levi dan Yola tidur dalam satu kamar. Sedangkan Dexie dan Sammy memiliki kamar sendiri-sendiri. Jadi tinggal satu kamar kosong di lantai atas. Kamar itu yang mulanya digunakan oleh anak-anak tersebut sebagai tempat untuk meletakkan barang-barang berlebihan atau buku-buku yang sudah tidak terpakai, akan dimanfaatkan sebagai kamar Ray.

"Ray, ini kamar kamu. Nanti Tante akan suruh Dexie dan Sam untuk membersihkan kamar ini. Sementara kamu letakkan saja ranselmu di sini."

"Makasih banyak, Tante. Aku berutang budi sama Tante." Ucap Ray tanpa ekspresi.

"Ini sudah menjadi tugas Tante buat mengurus kamu, Ray. Kamu keponakan Tante, keponakan itu ibarat anak sendiri. Anggap saja ini rumah kamu. Jangan pedulikan kalau saudara-saudara kamu ngomong yang enggak-enggak, ya?" ucap Yunita lembut penuh senyum tulus dan sangat membuat Ray tenang.

Ray hanya mengangguk. Yunita baru akan berbalik untuk menuju lantai bawah ketika dia melihat keempat anak itu sudah sampai di tangga atas.

"Loh, Ma?" si konyol Sammy melotot melihat ransel yang sudah layak untuk dibuang ke tempat sampah itu, bertengger di depan pintu sebuah kamar. "Itu maksudnya apa?" tanya Sammy sambil menunjuk tas milik Ray.

"Ini kamar Ray. Jadi kalian berempat harus membersihan kamar ini malam ini juga, karena kalian yang membuat kamar ini menjadi kotor."

"Yaelah, Ma. Biar dia sendiri aja yang bersihin. Udah beruntung juga ada kamar kosong buat dia," jawab Dexie malas.

"Bersihkan sekarang, Dexie!"

Sebuah suara berat khas seorang pria dewasa menginterupsi pembicaraan mereka. Damar, suami Yunita sekaligus ayah dari Dexie, Sammy, dan Yola, baru saja selesai memasukkan mobil ke garasi dan mengunci pintu pagar.

Jika Damar yang memerintah, keempat anak itu tidak berani membantah. Dengan wajah tertunduk menahan kejengkelan, akhirnya mereka terpaksa menuruti perintah Damar.

"Buka, Sam!" perintah Dexie kesal karena kedatangan Ray itu membuatnya bad mood. Sammy melotot pada kakaknya tapi tangannya memegang handle pintu.

"Ray, kamu pasti lapar. Mari makan bersama di bawah," ajak Damar membuat Sammy dan Dexie membeliak dengan mulut menganga. Ketiga orang itu turun meninggalkan kedua remaja lelaki itu berdecak kesal.

"Beruntung banget tuh orang, diterima di rumah ini udah kayak anak raja aja," omel Sammy yang lebih dulu masuk ke kamar yang berantakan itu. Dexie lebih memilih untuk berdiri dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku seperti seorang mandor. Sedangkan Levi dan Yola memunguti buku-buku sekolah dan novel-novel lawas mereka untuk kemudian ditaruh di gudang bawah.

"Lo ambilin barang gue dan masukin ke kamar gue," perintah Dexie kepada Sammy yang langsung dielak oleh adiknya itu.

"Enak aja lo perintah-perintah udah kayak bos aja. Angkut sendiri, Coy!"

"Lo ngelawan?"

"Lah, emang lo siapa? Kakak aja nggak pernah gue pilih."

"Sialan lo!" Dexie sudah akan menjitak kepala Sammy ketika Levi dan Yola baru muncul setelah mengangkut barang-barangnya ke bawah.

"Biar gue aja yang bantuan Kak Dexie," ucap Levi tulus tanpa bermaksud apa-apa.

Dexie menghentikan tangannya dan memandang Levi penuh kerut. Kesal karena Levi berusaha menggagalkan keusilannya kepada Sammy.

"Nah, tuh ada sukarelawan yang berbaik hati mau bantuin lo. Sekarang lo minggir."

"Biarin diangkut sendiri deh, Lev. Nggak usah dimanjain begitu." Yola bersungut.

Levi tak menghiraukan ucapan Yola. Gadis itu tetap membungkuk untuk mengambil barang Dexie. Tapi sebelum tangannya menyentuh barang Dexie, cowok itu menghalanginya dulu.

"Udah, nggau usah. Biar gue aja," kata Dexie kemudian mengangkat tumpukan sendiri tanpa menghiraukan siulan Sammy.

"Cuit, cuit, sok romantis deh," goda Sammy sambil melangkah pergi. Dexie mendahuluinya kemudian menjitak kepalanya. Sammy mengaduh lalu mengumpat. Sementara Levi dan Yola hanya tertawa menyaksikan tingkah kedua cowok bersaudara itu.

***

InvidiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang