Kaki

98 13 2
                                    

Tantangan day 5: membuat cerita bebas dari gambar di atas

Tantangan day 5: membuat cerita bebas dari gambar di atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kondisinya pun semakin membaik. Bahkan wanita yang kulitnya penuh keriput dimakan usia itu sudah bisa bercanda denganku. Meskipun belum lama melewati masa kritis, ibu masih saja berusaha menutupi rasa sakit di depan anak-anaknya.

Sejak dulu ibu memang selalu begitu. Sesulit apapun keadaannya, beliau tak pernah mengeluh, bahkan selalu terlihat tersenyum. Senyum yang mampu menenangkan aku dan kedua kakakku, hingga kami percaya semua akan baik-baik saja.

Ibu sudah merengek minta pulang, tetapi aku, Mbak Nilam, Mas Bintang, dan bapak sudah setuju untuk tidak meluluskannya sebelum dokter mengizinkan. Aku hanya bisa menghibur, membacakan novel lama kesukaan ibu, atau menceritakan pengalamanku selama di rantau. Pokoknya berusaha membuatnya lupa dengan keinginannya.

Hari yang dinanti akhirnya tiba. Dokter memberitahu bahwa kondisi ibu semakin sehat, dan sudah boleh pulang jika seluruh masalah biaya dan administrasi selesai diurus. Kami mengucap syukur bersama.

Dengan penuh semangat kurapikan pakaian dan barang-barang lain milik ibu yang ada di nakas. Semua kumasukkan ke dalam tas jinjing berukuran besar. Setelah semua urusan pembayaran dibereskan kedua kakakku, aku dan bapak memindahkan ibu ke kursi roda. Kondisi ibu masih agak lemah untuk berjalan sendiri.

Kubiarkan bapak membawa tas jinjing. Sementara aku mendorong kursi roda ibu. Mbak Nilam dan Mas Bintang menunggu di lobi untuk memesan kendaraan.

Saking semangatnya aku mendorong, tak sengaja aku justru menabrak seorang wanita hingga terjatuh.

"Ya, Tuhan! Maaf, saya tidak sengaja," ucapku tulus sambil membantunya berdiri.

Namun, sekali lagi tanpa sadar aku malah membuat kesalahan.

"Oh, sepertinya kau mematahkan kakiku," katanya.

Ia segera membuka rok panjangnya dan memperlihatkan besi yang mencuat dari kakinya.

Aku dan ibu hanya bisa terperangah menatapnya. Kuserahkan ibu kepada bapak. Sementara aku membereskan urusanku dengan wanita itu. Aku tidak mungkin pergi begitu saja tanpa tanggung jawab.

Sekali lagi aku meminta maaf padanya. Aku benar-benar tak sengaja telah merusak kaki palsunya. Aku benar-benar panik. Jika harus mengganti...

Kalkulator otakku langsung menghitung gaji dan uang tabungan yang kupunya. Harga kaki palsu pasti mahal. Aku akan memohon agar bisa menyicil untuk menggantinya.

"Mbak, saya pasti tanggung jawab untuk mengganti kaki Mbak yang patah. Tapi, saya minta waktu. Uang saya sepertinya nggak cukup sekarang, saya janji akan cicil tiap bulannya," ujarku terbata-bata.

Tak kuduga dia justru tersenyum. Sama sekali tidak marah seperti perkiraanku.

"Nggak apa-apa, Mbak. Memang kebetulan kaki saya ini bermasalah, sepertinya memang sudah ada yang rusak. Saya ke sini justru mau menemui prosthetic orthotics untuk memperbaikinya."

Syukurlah dia tidak menuntut apa-apa kepadaku. Sebagai permintaan maaf, akhirnya aku mengantar wanita itu ke tempat tujuannya.

 Sebagai permintaan maaf, akhirnya aku mengantar wanita itu ke tempat tujuannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah nyambung apa nggak, aku ngerasa interpretasiku lugas banget.

Pas banget cerita sebelumnya mengangkat setting di rumah sakit, jadi aku lanjutin aja dengan setting yang sama.

Note: prosthetic orthotics : profesi ilmu kesehatan yang bertujuan untuk merehabilitasi pasien dengan anggota tubuh buatan.

Catatan PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang