Hachi

17 5 4
                                    


Suasana koridor sekolah masih sepi. Seperti biasanya, aku selalu datang lebih awal. Aku sudah mengatakan kepada Shira agar jangan pernah menjemputku lagi. Awalnya, ia tidak mau karena katanya ia menyukai Namisaki. Namun, setelah kuyakinkan lagi, akhirnya ia menurutiku.

Suara uwabakiku menjadi satu-satunya sumber bunyi di sini. Sunyi sepi, tidak ada siapapun di sini. Aku sampai di kelasku.

"Selamat pagi," sapaku.

Hanya ada beberapa siswa saja di sini. Bahkan aku tidak yakin mereka mengenalku. Aku jarang bersosialisasi dan berbicara dengan orang lain. Maka, aku tidak heran jika teman-teman di kelasku sendiri tidak mengenalku

"Akiyama!" sapa seseorang sambil duduk di depanku.

Aku mengangkat kepalaku. "Y-ya?"

"Kau Akiyama, kan?" tanya siswa tersebut memastikan.

Aku mengangguk sambil menatap heran seseorang yang berada di hadapanku sekarang.

"Kau kemarin ke Pameran Seni Tsukiyama, ya?"

Aku mengangguk. "Ya."

"Bersama Hoshigawa Shira dari kelas 2-1?"

Aku mengangguk lagi. "Ngomong-ngomong, dari mana kau tahu semua itu?" tanyaku penasaran.

Anak itu melipat tangannya di dada. "Aku juga anggota Klub Seni. Kemarin aku melihatmu, namun kau tidak menyapaku. Jadi, kubiarkan saja sampai kau sadar kalau aku ada di sana. Tapi, kau tidak juga menyapaku bahkan sampai kau keluar bersama Hoshigawa dan anak kelas satu."

"B-benarkah?" tanyaku. "Mengapa kau tidak menyapaku duluan?"

"Yah, aku ingin mengetesmu sebenarnya," ujar anak itu. "Apakah kau mengenaliku atau tidak."

Aku merasa tersindir oleh kalimatnya. "Maaf," ucapku sambil menunduk.

"Kau benar-benar tidak tahu namaku?" tanyanya.

Aku mengangguk.

Ia tertawa sambil menepuk bahuku. "Ya ampun, Akiyama! Orang paling ganteng di kelas ini pun, kau tidak tahu?" Ia membentuk huruf V dengan jari telunjuk dan jempol di bawah dagunya.

Aku tertawa kecil, garing.

"Aku Mabuchi Yamada. Panggil saja Yamada. Tenang, aku sudah tahu namamu! Akiyama Hajime, kan?" ujarnya memperkenalkan diri.

Ia sangat bersemangat. Berbeda denganku, yang selalu diliputi sinar kelabu dan tidak bersemangat.

"Senang berkenalan denganmu, Mabuchi-san."

"Ayolah..." Yamada menggamit leherku dengan sikunya. "Apa itu 'Mabuchi'? Panggil aku Yamada! Ya-ma-da!"

"B-b-b-baiklah, Yamada! Sakit, tahu!"

Yamada melepaskan tangannya dari leherku sambil tertawa. "Baiklah, Hajime...." Gawat, ia memanggil nama depanku! Aku... sangat... bahagia! "... coba katakan, ada hubungan apa kau dengan Hoshigawa Shira dari kelas 2-1!"

"Tidak ada apa-apa di antara kami."

"Benarkah? Tapi kalian sudah kencan!" Yamada tidak percaya dengan perkataanku.

"Kencan? Entahlah, tapi aku tidak menganggapnya begitu. Aku hanya mengantarkannya ke pameran seni, itu saja!"

"Aduh... jahat sekali..." Yamada meletakkan tangannya di dahi. "Padahal aku sangat menantikan hari itu..." Ia meniru logat Shira.

Tiba-tiba aku teringat dengan perkataan Shira kemarin. "Kapan-kapan, ayo kita pergi bersama lagi!" Ia bilang begitu, kan? Apa mungkin yang kemarin juga dihitung sebagai kencan-sampai akhirnya Yunichiro menemukan kami?

ひとり『Hitori』Kde žijí příběhy. Začni objevovat