Ichi

86 19 11
                                    

Aku kesal. Benar-benar kesal. Dan ia...

"Apa kau tidak bisa lebih cepat lagi? Kau membuang-buang waktuku yang berharga, Hajime!" Suara Natsu terdengar semakin berisik.

"Berisik! Kalau mau cepat, bantu aku, dong!" Akhirnya aku mengeluarkan suaraku yang terpendam sedari tadi. "Lagipula, gara-gara dirimu aku jadi ikut menerima hukumannya!"

"Apa kau bilang?!"

Aku menghela nafas. "Ya, terserahlah." Kutinggalkan Natsu di koridor yang sudah sepi ini. Memancing keributan dengan orang seperti Natsu hanya akan mengulur waktuku dan membuatku pulang semakin malam.

Sebenarnya aku tidak terima kalau aku juga terseret ke masalah yang didapat Natsu. Ya, Natsu dari kelas 2-5 ini adalah bulan-bulanan guru di sekolah. Aku menyesal kenapa aku berada di tempat yang sama dengannya tadi.

Natsu lagi-lagi mengintip rok seorang siswi. Dan aku tidak sengaja berada di belakangnya saat siswi tersebut berteriak memanggil guru. Memalukan memang. Akhirnya, aku yang kebetulan lewat tadi harus ikut menanggung perbuatannya.

Hiroko-sensei menyuruh kami membawa buku-buku ke perpustakaan. Buku-buku tersebut adalah sumbangan dari pemerintah untuk sekolah kami yang datang tadi siang. Tapi, hanya akulah yang bekerja keras membawa semua buku ini. Menyebalkan!

"Yosh, ini yang terakhir!" gumamku sambil meletakkan buku-buku sumbangan di lantai perpustakaan.

"Ah, Akiyama-kun."

Aku menoleh ke belakang. Hiroko-sensei, petugas perpustakaan mendekatiku. "Kau bisa pulang sekarang. Terima kasih, ya!" ujar Hiroko-sensei. "Aigo-kun?"

Aku menghela nafas panjang. "Dia kabur."

Hiroko-sensei terkejut. "Anak ini... Awas saja kalau ketemu nanti!" ujarnya geram. "Kau tahu, kupikir semua guru pun sudah lelah menghadapi berandal itu."

Aku tertawa sambil menggaruk kepala belakangku. "Ya, hahaha... kupikir juga begitu."

Hiroko-sensei mengizinkanku pulang. Aku meregangkan otot-otot bahuku lalu mengambil tasku. Benar-benar melelahkan.

Rumahku terletak di Namisaki, tidak begitu jauh dari sekolahku yang berada di Okuchiyama. Namisaki adalah kawasan yang ramai karena di sana terdapat pusat perbelanjaan yang lumayan besar.

Seperti biasanya, aku berjalan kaki saat pulang ke rumah. Jalanan sudah tidak seramai tadi siang karena matahari sudah terbenam di ufuk barat.

Tidak pernah kubayangkan aku akan pulang selarut ini.

***

"Selamat pagi, Akiyama-kun!"

Aku terkejut. Pertama kalinya ada yang mengucapkan "selamat pagi" kepadaku. Ya, aku adalah seorang siswa yang tidak begitu menonjol di sekolah. Istilahnya, sebagai tokoh pembantu yang tak dianggap. Begitulah.

Aku menoleh. "P-pagi..."

Demi apa?! Seorang gadis menyapaku pagi-pagi! Aku merasa terkejut, namun aku berusaha untuk terlihat normal.

Gadis berambut sebahu itu mengimbangi langkah kakiku. Tunggu, sepertinya aku mengingat sesuatu!

"K-kau..."

Pipinya memerah. "Hei! Lupakan semuanya!" gadis itu langsung memotong ucapanku.

Ternyata benar. Dia adalah gadis yang kemarin. Korbannya Natsu yang membuatku ikut dihukum. Ah, sungguh memalukan...

"Hoshigawa Shira," ujarnya memperkenalkan diri.

"O-oh... yoroshiku. Akiyama Hajime desu," balasku.

"Mau ke sekolah bareng?" tawarnya.

Aku masih tidak mengerti, tapi aku mengangguk tanpa kusadari. Ini pertama kalinya aku berangkat ke sekolah bersama seseorang-lebih tepatnya seorang gadis seumuranku. Aku menjadi agak canggung.

"Rumahmu," Shira memulai pembicaraan. "ada di daerah Namisaki ya?"

"Ya, benar. Kau mengetahuinya?" selidikku.

Shira mengangguk. "Aku adalah salah satu anggota perwakilan siswa, jadi tentu saja aku tahu data semua siswa di sekolah."

"Serius?"

Shira mengangguk. "Rumahku berada di Tsukiyama."

"Tsukiyama?" ulangku. "Bukankah itu jauh dari sini? Lalu, kenapa kau mampir dulu ke Namisaki?" tanyaku kemudian.

"Tentu saja aku ingin menemuimu!" balasnya sambil tersenyum.

Aku agak malu mendengar hal tersebut dari seorang gadis seperti Shira. "Oh, begitu ya..."

"Kau kemarin ikut dihukum juga ya?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Maafkan aku. Karenaku, kau ikut dihukum oleh Hiroko-sensei. Padahal, sebenarnya kau tidak bersalah," ujarnya.

"Tidak, tidak, ini bukan salahmu. Serius!"

"Tapi tetap saja aku merasa bersalah karena kau yang tidak tahu apa-apa jadi ikut dihukum seperti kemarin," sesalnya.

"Sudah kubilang, ini bukanlah salahmu, Hoshigawa-san! Aku kebetulan lewat di sana saat sensei datang. Jadi, itu adalah salahku sendiri."

"Baiklah, karena aku tetap merasa bersalah, bagaimana jika nanti kutraktir ramen?" tawarnya.

"Hoshigawa, sudah kubilang kalau ini bukanlah salahmu."

"Memang ini bukan salahku!" ujarnya membuatku terkejut. "Tapi aku merasa bersalah kepadamu," ia melanjutkan.

Yah... ia membuatku kehabisan kata-kata.

"Jadi, apa jawabanmu?"

Aku mengangguk. "Terserahlah."

Ia menyikutku. "Begitu saja dari tadi! Tidak usah malu-malu!"

"Sakit."

"Oh, maaf." Ia menjauhkan lengannya dariku. "Baiklah nanti pulang sekolah kutunggu di gerbang sekolah. Jangan terlambat, jangan piket, jangan ke ruang klub!"

"Iya, iya!" balasku setuju. "Ngomong-ngomong, kau dari kelas mana?"

"2-1."

Kami akhirnya sampai di sekolah. Aku dan Shira mengganti sepatu kami di loker dengan uwabaki. Pagi ini masih belum banyak siswa yang terlihat. Mungkin ini karena aku sengaja datang lebih awal tadi.

"Baiklah Akiyama, kita berpisah di sini. Jangan lupa nanti ya!" ujar Shira sebelum ia bergabung dengan beberapa temannya yang terlihat di loker untuk menuju ke kelas bersama-sama.

Aku berjalan menuju ke kelasku sendirian. Sangat membosankan rasanya. Yah, tapi begitulah keseharianku.

***

Terima kasih telah membaca tulisan saya. Saya harap, kalian menyukainya. Saya adalah pemula, sehingga saya membutuhkan banyak bantuan serta koreksi. Apabila kalian memiliki saran untuk tulisan saya, silakan mengungkapkannya pada kolom comment. Dengan senang hati saya akan menerima segala masukan.  

ひとり『Hitori』Where stories live. Discover now