[4]

321 37 21
                                    

Malam Minggu sudah tiba. Tidak berpengaruh bagi jomblo sepertiku. Aku tetap menjalankan rutinitas ku mengaji. Iya, malam Minggu juga masuk. Kata guru ngajiku, "biarin malem Minggu masuk, biar gapada maen. Mending ngaji. dapet pahala."

Mira juga satu pengajian denganku. Dari dulu, selalu bersama. Hanya SMP yang berpisah. Alasanku dulu konyol sekali!padahal, dulu sudah ngambil formulir dan bayar 100rb. Alasanku waktu itu begini, "gajadi di Mts Garuda ah."

Ibu ku kaget, karena memang tadinya aku yang kekeuh sekolah disana. Iya, Mts Garuda, masih satu yayasan juga dengan SMK dan SMA Garuda. "Kenapa?udah bayar juga. Sayang, 100rb ge duit."

"Atuh, Della takut naik angkot."

Kalau ingat itu, rasanya aku ingin tertawa sekencangnya. Hanya karena takut naik angkot aku memilih untuk tidak bersekolah disana.

Azan isya sudah berkumandang, aku dan Mira juga sudah selesai mengaji. Karena yang Al-Qur'an belakangan, jadilah selesai habis isya. Bahkan kalau lagi ramai sekali anak anak kecil yang ngaji, bisa bisa selesai sampai jam setengah sepuluh, atau saat Mama Kayla bercerita tentang agama, bisa bisa sampai jam setengah sebelas. Bercerita hanya dilakukan terkadang, kalau ada yang bertanya, baru ia menjelaskan, dan merembet ke lain cerita.

"Mama Kayla, pulang ya, assalamualaikum." Aku dan Mira bergantian mencium tangan guru ngaji yang baik itu.

"Iya, ati ati. Waalaikumsalam."


"Del, anter gua yuk?"

"Kemana?"

"Gatau, si Bowo ngajak maen."

"Ah anjir, jadi nyamuk ntar gue!"

"Kagalah gila!ada si Denis."

Aku jelaskan sedikit, Denis adalah mantan pertama ku. Kita menjalin hubungan selama tiga bulan, entah lebih atau kurang. Aku lupa. Dan, kalian harus tau. Setiap aku berpacaran, aku tidak pernah benar benar menyukai pasanganku. Sikapku selalu dingin. Apalagi waktu berpacaran dengan Denis. Aku merasa jahat sekali, waktu itu sedang liburan sekolah karena mau puasa, juga semester sudah berakhir. Libur panjang. Jadilah aku begadang. Dia selalu mengabariku, menanyakan apakah aku sudah makan atau belum. Bukannya senang, aku justru risih. Dan aku lebih memilih menjawab. "Udah tadi. Udah dulu ya. Ngantuk." Padahal, aku masih bermain Remi sampai kisaran jam dua pagi.

Ku kira, sikap ku yang seperti itu hanya akan terjadi pada Denis, nyatanya, setiap aku berpacaran, sikapku tetap sama.

Aku berfikir sejenak tentang ajakan Mira, "yaudah, gue taruh Alquran dulu." Al-Qur'an memang aku dekap di dada.

🍁

Setelah berpamitan, aku dan Mira langsung berjalan ke tempat yang disuruh Glen. Tempat itu tidaklah jauh dari rumah. Glen juga sudah jauh jauh kesini. Memang rumah Glen berbeda kampung dengan rumah ku dan Mira. Tapi masih satu kota. Iya kota Bogor.

Mira sibuk menelfon Glen, karena sudah hampir lima belas menit kita menunggu, "lama bat tai!" Gerutunya.

"Dia baru otw dari rumahnya?"

"Kaga, tadimah bilang udah di Setu."

Aku tidak menjawab, sampai Glen datang. Sendiri. Hanya satu motor, itu artinya, bonceng tiga lagi.

Setelah Glen memutar balik motornya, ia menyuruh Mira naik, tapi, aku belum naik, motor Glen sudah melaju. "Sialan!Woo gue belum naiik." Teriakku. Tapi tetap menjaga supaya tidak terlalu keras. Warga sini resek.

SENJAKUWhere stories live. Discover now