quatre(4) : Memori Manis

6.3K 284 37
                                    


Chapter 4 : Memori Manis

"Lo pikir manis, dia pikir biasa aja. Jangan baperan!"

Bima berjalan tertatih saat masuk ke sebuah apartement, tangannya terus ia gosokkan di punggungnya yang masih terasa sakit.

Lagi-lagi dia merasa malu dihadapan Senja, apa lagi dengan posisi dia yang terjengkang. Bima tidak ingin mengingat peristiwa itu lagi.

"Lo kenapa?" tanya seseorang yang sedang membawa gelas kosong dan kembali berjalan ke arah dapur setelah mengetahui bahwa Bima lah yang masuk ke apartement.

Bima tidak menghiraukan, melainkan menjatuhkan badannya di kasur berukuran twin yang dibalut dengan bed cover bergambarkan klub bola kesukaan pemiliknya.

"Lepas dulu sepatu lo!" teriak orang tadi.

Bima mengerang,
"Berisik banget sih, Nu! Keluar sono! Pergi!" balas pria itu lalu menutup seluruh badannya dengan selimut.

Hal itu membuat Wisnu kesal bukan main, dia segera menarik selimut tebal itu lalu beralih menarik telinga Bima tanpa ampun. Tentu saja pria itu terus mengeluh kesakitan.

"Lo bilang apa tadi? Lo lupa ini apart punya siapa?" tanyanya dengan tatapan tajam yang dapat membuat siapa saja ketakutan.

Bima terus bergumam, Wisnu pun terus mengatur napas panasnya.
"Lo cuma numpang, Bim. Mending balik ke rumah kakak lo deh." ucap Wisnu setelah melepaskan tangannya dari telinga Bima dan menyisakan warna merah di sana.

"Sori deh, nggak lagi-lagi deh.. tega banget ngusir gue--"

"Salah sendiri." potong Wisnu yang sudah duduk di sofa depan benda elektronik berukuran 40 inci.

Bima kembali beranjak lalu ikut duduk di sofa itu dengan susah payah.

"Gue tanya, lo kenapa?" tanya Wisnu, nampaknya dia tahu bahwa sahabatnya ini sedang bermasalah dengan tubuh bagian belakang.

"Jatuh di depan Senja. Malu banget gue." balas Bima seraya melepas sepatu kulitnya.

"Kasian banget Senja."

"Lah, kenapa?"

"Ya yang jatuh di depannya tuh bukan pangeran macam kisah dongeng." ucapnya, dia terus menekan tombol remote untuk mencari acara bola kesukaannya.

"Gue kan ganteng, kurang apa coba buat jadi pangerannya Senja?" tanya Bima.

Wisnu berdecak,
"Kalo ganteng sih gue juga ganteng, Bim." Bima mengangguk-ngangguk seakan menyetujui pernyataan itu.

Bego. Batin Wisnu seraya menahan tawa tapi masih cool mode on.

"Pangeran tuh yang sering bikin putri seneng. Lah elo? Sering hukum, galak, ajakin debat mulu. Gimana Senja mau sama elo?" ejek Wisnu.

Bima masih memikirkan ucapan Wisnu.

"Yang tau sifat lo kayak gini cuma gue doang ya, di luar lo tuh tsundere, kebanyakan nonton anime sih." lanjut pria itu.

Bima masih berpikir dan di pikirannya semua ucapan Wisnu memang benar.

Sifat tsundere sudah melekat kuat di dalam dirinya. Di depan Senja dia berlagak mengesalkan, tapi di belakang, Bima bisa saja berguling-guling senang karena kejadian-kejadian yang dia alami bersama gadis itu.

Wisnu sudah tahu sifat Bima yang satu ini, dia bahkan sudah sangat terbiasa dengan Bima yang curhat setelah pulang dari magangnya. Senja yang begini lah, Senja yang begitu lah. Wisnu jadi mengenal gadis itu meskipun belum bertemu dengan orangnya langsung.

My Teacher, My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang