6. G A L A U

3.2K 334 5
                                    



Author's POV

Ini sudah dua hari sejak kejadian malam dimana Naufal mabuk dan mereka berciuman. Namun hingga detik ini pria penyuka Nike itu tak kunjung menceritakan penyebab ia mabuk kepada Dudung. Dan lagi, sudah dua hari ini juga ia dicueki oleh teman se-apartemennya itu.

Entah apa penyebabnya, Dudung juga masih coba menerka. Tidak biasanya ia dicueki seperti ini. Naufal memang  jutek, tapi tidak cuek. Dia itu punya tingkat cerewet high level. Ibaratnya kalo boncabe, dia level 30 deh. Kalau Dudung cerewet karna mulutnya tumpis. Lain lagi Naufal yang cerewetnya nyerempet kaya emak-emak.

Wajar kalau Dudung kelabakan sendiri melihat mantan kekasih Randika itu jadi pendiam. Saat sedang berbicara pun Naufal hanya balas anggukan, gelengan, bahkan kadang hanya mendehem. Gemas rasanya Dudung dicueki begini. Untung aja cueknya dia masih mau masakin Dudung. Kalo nggak terpaksa ia keluar uang untuk makan.

Dudung sempat berfikir. Apakah Naufal marah karna ciuman itu? Tapi kan ia juga diserang malam itu. Bahkan tandanya lebih ungu dan sukses bikin Dudung kembali kena bully. Kalau permasalahannya ada di ciuman, maka Dudung orang pertama yang harus marah di sini.

Sebenarnya ia ingin langsung bertanya saja ke Naufal. Tapi bingung bagaimana tanyanya. Salah-salah bisa melayang pisau yang sedang Naufal pakai potong bawang itu.

Pikiran dan hatinya mulai memantapkan, ia harus membahas ini. Takut rumah tangga semakin rusak. Maka dari itu Dudung beranikan buka suara.

"B-bang..." katakanlah bahwa Dudung kali ini adalah pria lembek. Baru mau sebut nama Naufal saja ia sampai tersedak salivanya sendiri.

Yang dipanggil menghentikan aksi potong-potong bawang dengan suara  hentakan yang menambah ketakutan Dudung. Belum ada jawaban. Bahkan tubuhnya belum berbalik dari posisi.

"Lo marah sama gue?" Batinnya sudah beri intruksi ke otak untuk basa-basi terlebih dahulu. Tapi bibirnya malah berkhianat dengan to the point. Sempat ia mengutuk bibir sialannya itu dengan memukulnya beberapa kali.

Tubuh atletis itu berbalik. Menyenderkan punggungnya ke meja. Kedua tangannya ia pangku di depan dada. Meski Dudung hampir terjungkal melihatnya mengenakan apron motif hello kitty, namun tatapan nyalang Naufal membuatnya tetap bungkam. Ia masih ingat nyawa bahwa pisau ada di sebelah Naufal kalau sampai ia tertawa. 

"Y-ya sudah g-gak u-sah di ja-wab kalau gak su-suka." Siapapun yang mendengarnya sadar bahwa kini suara Dudung bergetar.

"Tsk!" Naufal menghela nafasnya dengan kasar. Membuka apron hello kitty yang dikenakannya, lalu ikut duduk di samping Dudung di meja makan.

Naufal menatap lekat-lekat pria bule yang entah sejak kapan kini sudah merubah surainya menjadi warna ash-brown. Sempat merasa kagum melihat Dudung yang kini, sangat manis.

"Hello bang? Nanti matanya keluar tuh. Tajem banget natap gue-nya. Tau gue ganteng. Gak usah gitu banget."  Dudung nyata sudah tidak takut lagi dengan sikap dingin Naufal. Kalau ia sudah mau duduk bersama lagi, berarti ia mau bercerita.

"Kenapa sih ? Mau cerita nggak? Diem-diem bae!" Sambung Dudung kembali.

Naufal memutar bola matanya malas, "iya, gue cerita!" Ia menyamankan posisi duduknya.

"Dua hari yang lalu waktu gue mabuk, inget?" Tanya Naufal, Dudung mengangguk.
"Sebelumnya gue ketemu Randika sama Alvin."

Tatapan sendu dari matanya dan suara bervolume pelan itu sudah menyimpulkan bahwa Naufal menyimpan pilu. Meski Dudung belum tau apa yang akan dibicarakan kekasihnya ini, tapi hatinya sudah ngilu lebih dahulu. Sebagai sama-sama lelaki yang gagal move on dari Randika, tentu saja ia peka bagaimana isi hati Naufal.

Kuy, Move On! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang