"Eksperimen?"

"Ya, Aku tak mau melewatkan musim kawin para duyung betina itu selagi aku memiliki umpan yang sangat bagus di sini."

"Tn. James..-"

"Yang kumaksud kau." Ia menyela. "Sebenarnya aku tak tahu apa aku bisa mengembalikanmu seperti semula atau tidak. Tapi yang pasti saat ini aku hanya harus mengubahmu menjadi sama seperti mereka. Para duyung itu. Membuatmu agar bisa menarik perhatian mereka lalu menangkap mereka semua!" James terkikik.

Sean, entahlah. Semua keterangan yang ia dengar seperti peledak yang mengunjang isi kepalanya. "Tn. James, anda sudah gi.. Mmppphh..-" James membungkam mulut Sean.

"Ya, ya seperti yang pamanmu juga bilang. Aku memang sudah gila." Ujarnya saat Sean meronta kembali. "Tenang anak tampan, hidup akan menjadi mudah kalau kau menurut. Aku akan berusaha mengembalikanmu seperti semula, tapi jika tidak berhasil, jangan salahkan aku. Salahkan saja pamanmu yang telah menjualmu hanya untuk kepentingan pribadinya." Ujarnya.

Tak lama ketika mereka berbincang, tiba-tiba saja ponsel hitam milik Sean berbunyi.

"Mmmpphh!" Sean mencoba melepaskan diri. Menarik dan memutar pergelangannya sementara James meraih benda tipis itu.

'Kevin.'

"Dia lagi." Ia berpaling. "Sejak tadi ia menelpon terus, apa dia teman dekatmu?" Tanyanya. "Apa kau ingin mendengar suaranya untuk yang, terakhir kali?"

Lelaki yang belum genap dua puluh tahun di hadapannya itu hanya memandanginya memohon.

"Oke-oke baiklah, aku mengabulkan permintaanmu." James meletakan kembali ponsel tersebut ke atas meja. Ia lalu mengambil dua buah kain putih tak jauh dari sana. Tangannya yang tadi membungkam mulut Sean ia angkat, membuat anak itu hampir bernafas lega sebelum ia mencengkram kembali dagu Sean, membuka paksa mulut pemuda itu, lalu dengan sigap memasukkan salah satu kain yang lebih tebal ke dalam sana.

Sean meronta, mencoba mendorong kain itu dengan lidahnya. Namun apa daya ketika kain yang satunya diikat kuat menutup mulutnya. Jangankan berbicara sepatah kata, untuk mengeluarkan suara saja ia harus benar-benar berusaha. Gumpalan kain seakan di dorong dan menyumbat ujung tenggorokannya. Hanya erangan-erangan tertahan dan nafasnya yang tak beraturan yang terdengar.

James menyabet kembali ponsel yang masih berbunyi tadi. Menjawab panggilan itu, menyalakan mode speaker agar bisa terdengar ke seluruh ruangan.

'Halo Sean?' Suara Kevin terdengar. 'Pagi ini Pamanmu datang ke tempat latihan dan memberi tahu kalau kau sakit dan tak bisa mengikuti latihan sampai beberapa hari ke depan. Ada apa denganmu? Kupikir kau baik-baik saja kemarin. Apa perlu kubawakan seorang gadis berdada besar untuk menemanimu?' Pemuda itu berbicara sangat nyaring.

'Halo?! Kau dengar tidak? kenapa tak bicara? Apa kau dirawat oleh seorang perawat seksi hingga berani melupakanku? ha?! Berikan aku ID-nya. Aku bisa mengajaknya tidur untuk tahu sebrapa luar biasanya dia. Lagipula pengalamanku lebih banyak darimu. Aku bisa mengerti mana gadis yang benar-benar baik untukmu hanya dari merasakan bokong mereka..' Pemuda itu terdengar tertawa sebelum James tiba-tiba memutuskan panggilan tersebut.

"Wow!" Pria berumur itu memijat keningnya, meletakkan lagi benda itu ke atas meja. Sean terus mencoba melepaskan diri ketika orang itu mengambil sarung tangan.

"Maaf hanya sebentar, aku cukup terkejut dengan temanmu." Katanya memakai sarung tangan itu. "Berapa lama kalian berteman? Apa dia juga senang menyewa wanita-wanita jal*ng?" Tanyanya.

"Ya, kurasa ribuan kali. Berbeda sekali denganmu. Itulah sebabnya aku yakin memilihmu. Para Siren bisa mencium aroma-aroma yang masih murni. Kau tahu? bangsa mereka, begitu pemilih." Ujarnya menggeser tatapan matanya. Mengalihkan fokus pada area kejantanan pemuda itu. "Oke, lupakan saja soal temanmu. Sekarang, mari buat perubahan juga." Sambungnya.

Mata tuanya yang mulai dihiasi keriput menatap tajam, seakan mencermati baik-baik area intim tersebut. Mendadak membuat Sean semakin tak nyaman.

Dalam keadaan mulut yang tersumpal, Sean mencoba mengeluarkan suaranya, sesekali meronta agak kuat. Jujur ia mulai jijik dan muak dengan orang tua itu. Tak henti ia menarik salah satu kakinya untuk menutup bagian kemaluannya. Namun apa daya ketika tali-tali kulit itu ternyata jauh lebih kuat.

"Maafkan aku nak, sebenarnya aku juga tak ingin melakukan ini." Ujar James lagi. "Tapi para Mermaid sangatlah sensitif. Mereka bisa mengetahui kalau kau bukan dari bangsa mereka jika aku tak mematikan, fungsi organ reproduksimu." Ia mengambil sebuah pisau bedah.

'Apa!'

Sean tak bisa berpikir apa-apa lagi mengenai James. Ia tak tahu sudah separah apa orang tua itu, namun tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Ia memandang memohon, mencoba agar James tak benar-benar melakukannya, namun sebaliknya, James justru mulai menjulurkan tangannya. Menyentuh skortum-nya pelan. Tangan besar itu menjamah dan akhirnya mulai menggenggam.

'Tolong jangan!' Sean berusaha mengeluarkan seruan. Seruan yang mustahil akan di dengar.

Sementara James Brenner, tak membuang waktu ia mendekatkan pisaunya. Dengan hati-hati memainkan benda tajam tersebut. Mulai mengiris, merobek lapisan terluar kulit atau skortum itu, membuat darah segar, mengalir keluar...

******

"Tommy, di mana keponakanmu?" Wanita itu bertanya. Tiupan angin laut yang menerpa di tengah gelapnya langit malam membuat rambut panjangnya melambai indah.

Tommy yang sejak tadi menghisap rokoknya berpaling. Mengalihkan fokusnya dari pemandangan laut di dek kapal pesiar mewah tersebut. "Dia? Dia sedang sakit. Dirawat di sebuah tempat di mana tak ada seorang pun yang bisa mengganggunya."

"Sakit?"

"Ya."

"Sejak kapan? Kenapa bisa terja...-"

"Kau tahulah, anak muda, anak laki-laki, apa yang bisa mereka lakukan selain membuat ulah dan berakhir dengan, cedera." Tommy menatapnya lembut. "Jangan khawatir. Dia akan segera bertemu denganmu setelah dia-sembuh." Jawab pria itu sambil tersenyum.[]

...


THEIR MERMAN [COMPLETE]Where stories live. Discover now