Lantas ku lingkari dengan pulpen merah sambil senyam senyum sendiri. Begitu menyadari bus telah berhenti,aku segera menemui si supir bus.

"Ahjusshi,tadi aku menemukan koran ini disana, kukira akan dibuang. Bolehkah aku mengambilnya? Aku akan membayar lebih jika kau mau..." ucapku memelas.

Supir bus itu tertawa dan menatapku heran.

"Mana ada orang membayar koran yang sudah dibaca? Diatas bus pula? Lagipula ini bukan milikku, kau boleh mengambilnya" balasnya ramah.

"Gamsahabnida ahjusshi"  tambahku sambil membungkuk dan tersenyum.

Begitu selesai membayar ongkos,aku mengambil langkah seribu menuju gerbang sekolah. Tak pelak,seorang wanita berkacak pinggang di depan gerbang seolah menanti kedatanganku. Ku perlambat langkah sambil mengingat-ingat sesuatu. Begitu ku menyadarinya, keringat dingin muncul tanpa ku sadari. Sambil meneguk air liur, ku beranikan diri kembali berjalan menuju arah wanita yang mulai menampakkan raut wajah seolah ingin menerkamku saat itu juga. Aku membuat pilihan yang salah untuk datang terlambat hari ini. Kamis, hari dimana seorang guru yang bertugas piket hari ini. Salah satu guru diantara tiga guru yang terkenal dengan nama The Angry Angels. Astaga...ceramah apakah yang akan kudapat kali ini? Akankah aku membersihkan toilet lagi? Atau keliling lapangan? Ya Tuhan,kumohon jangan lagi...

"Kenapa baru datang?"

"Emm itu ssaem..."

"Kau tahu ini sudah jam berapa?"

"Tau ssaem..."

"Lalu? Kenapa masih terlambat? Apakah terlambat adalah kebiasaan mu?" Ujarnya sambil menoyor keningku.

Aku tak berani mengusap keningku meski rasanya tidak sakit. Namun itu berhasil membuatku terhuyung kebelakang sedikit. "Josonghabnida...tadi itu..."

"Sudah, sudah jangan berkelit lagi,ingat! Aku akan memaafkamu kali ini. Jika lain kali kau masih terlambat... "

"Aku akan membersihkan halaman belakang ssaem... na yaksokhae..." tuturku sambil menundukkan kepala tak berani menatapnya.

Kudengar ia menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Arasseo,untung saja bukan Livy ssaem yang menghukummu. Kau tahu bukan dia seperti apa?"

Aku menganggukkan kepala pelan. Ada benarnya juga yang dikatakan Jisook ssaem. Jika yang menghukumku adalah Livy ssaem, sudah di pastikan bahwa hukuman ku akan memakan waktu lama hingga melewati batas jam sekolah.

"Kau boleh pergi"

Aku mendongakkan kepala sambil menatapnya tak percaya. Aku tak tahu harus berkata apa,yang jelas air wajah dan hatiku tak bisa membohongi apa yang kurasakan saat ini. Seorang guru killer membiarkanku begitu saja tanpa hukuman apapun? Whoooa...daebak!! Begitu ia pergi meninggalkan ku,kulihat tubuh mungilnya dari kejauhan sambil memahami satu hal. Kini aku melihat sosok penyayang Jisook ssaem. Dia bukan pribadi yang pemarah,mungkin ia hanya berusaha untuk lebih tegas. Ya,kurasa begitu hihi.

Belum sempat kedua kakiku ini menjejak lantai kelas, aku dikagetkan oleh seseorang yang berhasil mencuri perhatianku. Ia berusaha melompat ke dalam pagar sekolah yang tingginya hampir mencapai tinggi 2 orang dewasa. Aku rasa dia terlambat juga sepertiku,tetapi kenapa harus lewat pagar beton setinggi itu? Untuk lelaki seukurannya,akan sangat hebat jika ia berhasil turun tanpa luka sedikitpun.

BRUUUK!

Mataku terbelalak melihat lelaki itu jatuh dan aku bisa mendengar suaranya meringis menahan sakit. Refleks aku menghampiri lelaki itu dan menanyakan keadaan nya.

"Yaaa! Gwaenchana?" Tanyaku sambil berusaha menatap wajahnya.

Netra ku menangkap mata kakinya yang berlumuran cairan merah. Sontak  aku kaget dengan apa yang kulihat barusan. Dia terluka.

"Kakimu berdarah..." tambahku yang saat itu sedang menggigit kuku karena cemas.

"Jangan pedulikan aku,pergilah..." ucapnya yang tak membalas tatapan wajahku.

"Nde? Geundae..."

"PERGILAH! AKU TAK BUTUH BANTUANMU!" Bentaknya kasar sambil berusaha bangkit dan berlalu meninggalkanku.

Aku mundur beberapa langkah karena takut sekaligus kaget. Apa Ia marah? Apa ia Kang Taejoon si pangeran sekolah itu? Dan dia baru saja membentakku?

Kakiku gemetaran dan berusaha agar menjauh dari orang itu. Kurasa aku sudah mengganggunya. Yah mungkin benar dia tak butuh bantuanku.

◈◈◈◈◈◈◈◈◈

"Kau darimana saja? Apa kau terlambat?"

Aku mengangguk. Lalu melihat perwakan gadis satu ini.

"Yaa! Kenapa bajumu basah? Apa kau baru saja membersihkan toilet?" Tanyaku heran sambil bertopang dagu.

"Ahahaha anii hanya saja.... tadi aku ada masalah dengan Eunha" jelasnya santai sambil merapikan rambut.

"Yang benar? Ahhh...mianhae itu semua salahku..."

Ia berhenti. Melihat gelagat bicaraku yang aneh sambil memiringkan kepala penuh selidik.

"Salahmu? Kok??  Ada apa memang?"

Aku mendesah panjang. "Pagi ini kami bertengkar. Kau tahu? Seperti masalah keluarga..."

"Emmm sebenarnya aku juga bersalah Hana, harusnya aku mengalah pada Eunha" tuturnya lembut.

"Anii akulah yang membuatnya menjadi seperti itu" tambahku.

Tiba-tiba seseorang menghampiri kami berdua.

"Seol Hana, apa kau anggota UKS?" tanya nya sambil menatapku yang masih dalam keadaan bingung. Aku menganggukkan kepala tanda 'ya' aku seorang anggota UKS.

"Jangan mengangguk saja! Ada yang membutuhkan bantuanmu di ruang UKS, Yerin ssaem yang menyuruhmu" jelasnya.

"Ne, arrayo..."

7 Juli 2018

하루 만 (ONLY ONE DAY)Where stories live. Discover now