LA. 10

691 44 4
                                    

"Jelaskan padaku. Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kau ingin mempermainkanku?" Aku masih terus memelototi Aria. Namun tampaknya gadis itu tidak merasa terintimidasi dengan tatapanku.

"Calistia, tenangkan dirimu. Aku minta maaf atas apa yang telah kulakukan. Tapi kau harus mendengarkan penjelasanku." Gadis itu menatapku dengan sorot memohon.

Merasa tidak nyaman dengan tatapan yang diberikan gadis itu, akhirnya aku tersenyum menenangkan gadis itu. "Baiklah. Sekarang jelaskan padaku apa yang maksud dari semua ini."

Gadis bersurai perak itu menatapku dengan gugup, tampak canggung untuk mulai bercerita.

"Ada masalah apa? Jika itu merupakan sesuatu yang penting sebaiknya tidak perlu kau ceritakan."

"Tidak. Bukan itu yang kumaksud. Hanya saja bisakah kita bicara masalah ini berdua?" Dia menatap pemuda yang berdiri di sampingku dengan was-was. "Aku merasa tidak nyaman jika harus membicarakan masalah ini dengan orang asing."

Aku menatap Darius. Aku begitu sibuk meminta penjelasan dari Aria hingga tidak sadar bahwa pemuda itu telah berdiri di sampingku.

Darius terlihat bingung mendengar jawaban Aria. "Memangnya kenapa? Jika kalian lupa, kita saat ini diminta membahas strategi untuk menghadapi kelompok lain. Ingat, kita tidak punya banyak waktu." Pemuda itu menatap kami berdua dengan sorot angkuh. "Inilah yang kubenci jika harus bekerja sama dengan perempuan. Kalian akan membuang waktu yang berharga dengan terus membahas hal yang tidak penting."

"Maafkan aku, Darius. Hanya saja---" Aku mencoba mencari alasan untuk membela diri. "Lupakan. Sebaiknya kita fokus dengan apa yang akan kita hadapi sekarang."

"Baiklah. Kita bisa mulai membahas strategi yang akan kita pakai." Darius menatap Aria. "Aku tidak tahu harus memanggilmu apa."

"Maafkan aku." Aria menatap pemuda itu dengan sorot meminta maaf. "Perkenalkan namaku Aria Athela. Aku berasal dari Kerajaan Zellyndor."

"Wajahmu nampak tidak asing." Seakan teringat akan sesuatu, pria itu menambahkan. "Aku ingat sekarang. Kau putri yang dicanangkan akan menjadi ratu itu, bukan?"

Aria menganggukkan kepala. "Benar sekali. Aku cukup terkejut kau bisa mengetahui informasi itu. Namun, mengingat posisi ayahmu kurasa itu hal yang wajar."

Seketika ekspresi Darius berubah drastis. Raut wajahnya menjadi semakin kaku dan dingin. "Jangan membawa nama ayahku." Darius kembali menatapku. "Sebaiknya kita segera mulai. Waktu kita tidak banyak."

Darius berjalan mendahului kami. Karena tidak tahu arah yang harus dituju, aku dan Aria memilh mengikuti pemuda itu dari belakang.
Akhirnya kami sampai di tempat aku dan Darius berlatih beberapa hari yang lalu.

Darius membalikkan badan dan menatap kami dengan serius. "Baiklah. Aku akan mencoba menjelaskan situasi yang akan kita hadapi. Pahami baik-baik karena aku tidak akan memberikan pengulangan." Aku dan Aria segera menganggukkan kepala. "Jumlah tim yang sudah terbentuk ada 25 tim. Dan hanya tim kita yang memiliki jumlah anggota 3 orang. Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi kita. Namun jika dalam pertarungan, hal itu tidak akan terlalu berarti. Di tim kita saat ini yang memiliki kemampuan paling rendah adalah kau, Calistia."

Aku cukup tersinggung mendengar pendapat yang disampaikan Darius. "Baiklah. Jadi menurutmu aku hanya menjadi beban bagi tim ini?"

"Bukan itu maksudku. Mengenai macam-macam elemen sihir, tipe sihir paling kuat adalah sihir cahaya dan sihir kegelapan. Namun dalam menghadapi pertarungan, pengguna sihir cahaya lebih unggul dari pengguna sihir kegelapan. Sihir cahaya bisa dikatakan lebih sedikit menguras mana. Hal ini berbanding terbalik dengan sihir kegelapan yang menguras banyak mana. Kau mengerti maksudku?"

"Jadi sekarang kita harus apa? Kemampuanku saat ini belum mengalami peningkatan sementara waktu kita makin menipis. Bahkan bukan hanya itu masalahnya. Saat ini hanya aku satu-satunya penyihir cahaya di negeri ini. Jika aku ingin mengembangkan kemampuanku, aku seharusnya berlatih dengan pengguna sihir cahaya, bukan?"

"Aku baru akan membahas hal itu." Darius menatapku dengan sorot jengkel, kesal karena aku memotong penjelasannya. "Aku sudah memikirkan jalan keluarnya. Dan kita akan membutuhkan bantuan si gadis pucat ini." Darius menunjuk Aria yang masih mencerna perkataannya.

Aria mengerutkan keningnya, tampak berpikir. Selang beberapa saat, gadis itu menjawab. "Aku mengerti. Kita menggunakan familiar?"

"Tepat sekali." Darius tampak puas karena Aria mengerti jalan pikirannya.

"Aku masih tidak mengerti dengan maksud kalian. Menggunakan hewan sihir?" Aku menatap mereka dengan sorot kebingungan.

Darius tampak menghela napas. Tampak malas untuk memperjelas rencananya. "Ya. Kita akan menggunakan familiar saat pertarungan nanti. Aku sudah memastikan hal ini dengan Profesor Elisa dan cara ini dapat kita gunakan. Kau mengerti sekarang?"

"Kita sudah mencarinya, Darius. Apa kau lupa? Kurasa ide ini tidak akan berhasil." Aku langsung terlihat patah semangat. Wajar saja, kami sudah mencoba mencarinya kemarin dan hasilnya nihil.

"Aku tahu itu. Peluang kita untuk menangkap makhluk itu hampir terasa mustahil. Namun jangan lupakan anggota tim kita yang baru ini." Darius kembali menatap Aria. "Kurasa kita cukup beruntung karena kehadiran anggota kita yang baru."

"Apa maksudmu? Apakah Aria sekuat itu?"

"Kuat bukan kata yang tepat untuk menggambarkan kemampuanku, Calistia. Tapi aku memiliki mantra yang berguna dalam situasi ini." Aria berkata dengan tenang. Tidak terlihat raut angkuh di wajahnya.

Aria menatapku lekat. "Bukankah sebelumnya aku sudah memberitahukan gelarku padamu?"

Aku mencoba mengingat kembali perbincangan kami. Cukup sulit karena pada saat itu aku sudah sangat kelelahan. "Sesuatu yang berkaitan dengan melodi dan semacamnya. Aku tidak begitu ingat."

Darius nampak geli mendengar jawabanku. "Maksudmu Lady of Melody?"

"Itu maksudku. Aku kurang begitu memahami gelar-gelar bangsawan. Kuharap kalian mengerti, karena aku berasal dari panti asuhan." Aku menatap Darius dengan tatapan menantang. Merasa kesal karena dia seperti meledekku.

"Aku mengerti kondisimu, Calistia. Maafkan aku karena membuatmu harus mengungkit hal itu." Aria menjawab dengan murung.

"Bukan masalah. Jadi bisa kau jelaskan maksud dari perkataanmu tadi?"

"Baiklah." Gadis itu kembali tersenyum. "Maksud dari rencana Darius adalah kemampuanku dapat dipakai untuk mencari familiar milikmu. Calistia, aku mendapat gelar Lady of Melody bukan tanpa alasan. Karena aku adalah pengguna elemen suara."

Ada jeda beberapa saat sebelum gadis itu melanjutkan. "Kondisi yang kita alami kurang lebih sama, Calistia. Karena di negeri ini, hanya aku satu-satunya penyihir suara yang masih tersisa."

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

hai semuanya!!

Aku update lagi nih...
Semoga kalian suka!

Jangan lupa buat terus vote dan comment. Itu sangat berarti buatku

Thank you♡

Selasa, 10 Juli 2018

Lichtwood AcademyOn viuen les histories. Descobreix ara