LA. 3

4.3K 346 3
                                    

Calistia POV

Mataku terasa berat. Tubuhku terasa lemas. Entah apa yang terjadi sampai Aku bisa pingsan. Langit sudah gelap. Aku pasti sudah pingsan lama sekali. Kepalaku terasa berat, seperti tertimpa batu.

Tiba-tiba pintu terbuka. Bibi Marlyn masuk dengan membawa nampan berisi makanan. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran.

"Bagaimana kepalamu, Sayang? Ada yang sakit?" nada cemas terdengar dari suaranya. "Bibi sangat khawatir tadi."

"Tidak apa, Bi. Bibi jangan khawatir lagi. Mungkin Aku cuma kelelahan tadi. Karena tadi pertama kalinya aku menggunakan sihir," jawabku. "Hanya aku masih bingung, kenapa mereka bilang mereka belum pernah melihat sihir seperti milikku? Bibi pernah melihatnya?"

"Bibi juga tidak tahu. Setahu Bibi dari semua sihir yang ada, Bibi tidak pernah melihat sihir yang seperti itu. Kamu sepertinya memiliki kekuatan langka, Calistia. Bibi sangat bangga padamu."

"Aku pasti akan merindukan Bibi," jawabku dengan suara bergetar.

"Kamu tidak perlu merasa sedih. Kamu bisa berkunjung ke sini saat liburan. Bibi senang karena kamu bisa mendapat beasisiwa."

"Terima kasih, Bi. Aku pasti akan selalu ingat pada Bibi," jawabku.

Dan setelah itu, Bibi memelukku, meninggalkan kamar, dan akan bertemu denganku besok untuk yang terakhir sebelum aku pergi.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Keesokan harinya mobil datang tepat pukul 8 pagi. Dalam perjalanan menuju Lichtwood Academy aku hanya melamun, menatap pemandangan dari jendela yang nampak buram karena mobil yang melaju dengan cepat di area hutan.

Akhirnya setelah perjalanan yang cukup panjang, mobil memasuki area Lichtwood Academy. Areanya sangat luas. Udara terasa sejuk karena tempat itu di kelilingi hutan yang lebat.

Lichtwood Academy sebenarnya bangunan berupa kastil. Dengan lapangan yang luas dan bangunan lainnya yang mendukung pembelajaran para penyihir muda.

Sekarang aku dalam perjalanan menuju kantor tata usaha. Melewati banyak koridor yang terasa membingungkan. Setelah beberapa kali mencari, akhirnya aku sampai di kantor tata usaha.

Setelah berbicata panjang lebar dengan Ms. Betty -petugas tata usaha- untuk mengambil jadwal dan kunci kamar asrama, Ms. Betty memintaku untuk mendatangi ruang Kepala Sekolah.

Ruang Kepala Sekolah memiliki pintu yang besar. Seperti pintu istana, berwarna emas dan terdapat ukiran yang menambah kesan mewah. Segera aku masuk setelah mengetuk pintu.

Suasana di dalam tenang, dan hangat. Di ruangan itu terdapat 2 rak buku yang sangat besar di sisi kri dan kanan ruangan. Terdapat 2 sofa yang berhadapan dan meja kaca yang menjadi pemisahnya. Juga ada meja kerja panjang yang di poles mengkilat serta kursi kerja yang membelakangi meja. Seorang pria yang kuperkirakan sudah tua karena rambutnya yang mulai memutih duduk di kursi itu. Pria itu kemudian membalikan kursi menghadap kearahku.

"Ah, akhirnya kamu datang. Kamu pasti Calistia Evelyn. Murid penerima beasiswa itu, kan?" ucap pria itu ramah.

"Benar, Pak. Ada apa Bapak memanggil saya?"

"Jangan panggil Bapak. Semua guru yang barada di akademi ini di panggil Profesor. Jadi panggil saya Profesor Wiliam."

"Ah, iya. Profesor Wiliam. Saya mengerti."

"Nah, karena kamu sudah ada disini, jadi saya akan menjelaskan alasan saya memanggil kamu kesini," ucapnya yang kemudian menjadi serius. "Begini, menurut laporan Profesor Thomas dan Profesor Robert, kamu menggunakan sihir yang belum pernah dilihat sebelumnya, betul?"

"Saya tidak tahu, Profesor. Bahkan saya belum pernah menggunakan sihir sebelumnya. Saya tidak mengerti. Apa Profesot tahu sihir apa itu?"

"Ada satu kemungkinan. Dari yang dapat saya simpulkan, saya menduga kamu menggunakan sihir cahaya."

"Sihir cahaya? Sihir apa itu? Saya belum pernah mendengarnya."

"Memang. Hanya segelintir orang yang tahu mengenai penyihir cahaya. Kekuatannya tidak bisa diwariskan kepada keturunannya. Kekuatan yang sangat kuat. Dan unik. Maka dari itu saya merasa terhormat karena kamu mendapat beasiswa itu."

"Terima kasih, Profesor. Saya yang seharusnya yang merasa terhormat," jawabku tersanjung.

"Itu saja yang saya sampaikan. Sekarang kamu bisa menuju kamarmu. Istirahat dan sampai ketemu besok."

"Terima kasih, Profesor. Saya Permisi."

Kemudian aku pergi menuju kamarku. Bersiap untuk hari baru di Lichtwood Academy.

_________________________________________________________________

Sabtu, 16 April 2016

Lichtwood AcademyWhere stories live. Discover now