Kembali melangkah ke tepian kolam, Theo menyodorkan jubah mandi ke arah Teresa dan menatapnya intens. Mencoba membaca ekspresi dari raut Teresa, tapi cuma rasa terkejut yang ia dapat, selebihnya lagi ekspresi Tere datar-datar saja.

"Hai", sapa Theo akhirnya.

"Hai", balas Teresa sambil memakai jubah mandi dari Theo dan melipat kedua tangannya ke depan dada berusaha menghalau hawa dingin yang terasa semakin dingin akibat pertemuan gak terduga ini.

"Hey, mau kemana?", Theo menarik pergelangan tangan Teresa saat Teresa hendak berlalu meninggalkannya di tepi kolam.

"I need a shower".

"Oke. Abis itu kita bicara. Abang tunggu kamu di kebun". Teresa gak jawab dan malah pergi ke dalam rumah.

***

Setelah hampir satu jam Theo menunggu akhirnya Teresa menghampirinya juga ke kebun, tapi dengan telinga yang disumpal dengan earphone.

Teresa duduk di kursi bambu di samping abangnya sambil menyenandungkan lagu yang didengarnya, mengabaikan keberadaan Theo. Dia memang sengaja, masih males aja.

"Re".

Hening.

"Tere", panggil Theo lagi, tapi masih tetap hening. Yang dipanggil cuek-cuek aja. Akhirnya Theo menarik paksa earphone dari kedua telinga Tere yang dihadiahi pelototan mata adiknya.

"Ishh.. udah berani melototin abang ya", geram Theo bermaksud bercanda. Tapi ternyata Teresa justru buang muka. "Re, ilangin dong betenya. Kan abang udah minta maaf".

"Hmm"

"Hmm itu gak ada di kamus bahasa Indonesia sayang".

"Gak usah panggil sayang sayang. Yang di sayang gak lagi disini", jawab Teresa galak.

"Siapa bilang gak disini? Orang dia lagi disini kok, tuh bibirnya lagi manyun, matanya melotot, pipinya merah lagi. Bentar lagi pasti keluar tanduknya".

"Setan itu mah. Tanduknya merah", balas Teresa.

"Coba liat dulu tanduknya warna apa", ujar Theo sambil menarik kepala Teresa ke depan dadanya membuat Teresa menggeram marah.

"Awas abang ih gak usah pegang-pegang!", teriak Teresa sambil menyingkirkan tangan Theo dari kepalanya.

"Orang dibilang pengin mastiin warna tanduknya juga".

"Gak usah becanda, gak lucu!", maki Teresa.

Melihat Teresa yang marah-marah Theo justru terkekeh pelan, membuat Teresa semakin geram.

Demi langit dan bumi, Teresa berusaha menjauhi abangnya ini sejauh mungkin, tapi sayang dia cuma bisa pergi kesini gak bisa lebih jauh lagi karna mamanya gak kasih izin. Dan benar dugaan Teresa kalo abangnya ini pasti nyusulin dia kesini.

"Udah dong Re, kasih abang senyum. Jelek ih ngambek mulu", rayu Theo sambil menarik kedua pipi adiknya membentuknya menjadi senyuman.

"Lepas ih! Jauh-jauh deh sana!", balas Teresa sambil mengibas-ibaskan tangannya menyuruh Theo menjauhinya.

"Yakin tahan lama-lama jauh dari abang?", goda Theo.

"Iyalah".

"Ah masa si? Ntar yang ada kangen berat lagi".

"Ih situ kali yang kangen", elak Teresa. "Lagian udah kebuktikan hampir dua minggu ini kita jauh, dan aku enjoy aja tuh", lanjut Teresa mantap, meskipun dalam hati sebenarnya ia juga kangen berat, tapi kangennya terkalahkan dengan keegoisannya yang niat banget marah ke abangnya itu.

Mendengar jawaban Teresa yang menohoknya membuat Theo bungkam. Ia sadar selama ia pergi ia begitu khawatir pada Teresa, ia takut terjadi sesuatu pada adiknya, takut adiknya sedih apalagi sampai menangis. Dan satu hal yang paling ia rasakan adalah kerinduannya pada adiknya yang sangat disayanginya itu.

Ekhemm.

Sebuah deheman membuat Theo kembali ke dunia nyata. Ia melirik Teresa yang ternyata sudah melenggang pergi meninggalkannya. Ia hanya bisa tersenyum kecut sambil memandangi punggung Teresa yang semakin menjauh sampai akhirnya hilang begitu Teresa berbelok ke halaman depan.

***

Theo saat ini sedang menemani omanya di kamar sambil menyuapi omanya jeruk. Ia menimpali setiap pertanyaan omanya dengan penuh senyum padahal dalam hati ia dongkol setengah mati. Pasalnya Teresa sengaja banget pergi berdua sama Irwan menghindarinya.

Tere kalo udah ngambek gini susah banget deh diakurinnya. Mau dicekoki barang-barang branded juga gak bakal mempan, apalagi sama rayuan gombal. Batin Theo frustasi.

"Tey", panggil oma.

"Eh iya Oma. Kenapa?"

"Mikirin apa sih kamu, dari tadi ngelamun mulu. Oma panggil-panggil juga kamunya diem aja", selidik omanya.

"Oma kepo deh", jawab Theo sambil nyengir.

"Hsss, anak jaman now jadi gini nih kalo diajak ngomong orang tua".

"Hahaha.. oma ternyata up to date juga ya", balas Theo ngakak. "Tapi oma, Theo itu udah 25 tahun bentar lagi mau 26 kok masih dibilang bocah si".

"Orang belum jadi orang tua ya makanya masih kaya bocah", sindir omanya.

"Ya ampun oma, mulai nih mau ceramahnya. Pasang kuping ajalah", balas Theo sambil menjewer telinganya lebar membuat omanya geleng-geleng kepala.

Omanya ini sudah pengin banget ngeliat cucu-cucunya nikah. Tapi ia tidak ingin mereka menikah dengan orang yang tidak seharusnya, yang bukan orang yang omanya inginkan.

"Kamu serius sama wanita itu Tey?", tanya oma.

"Siapa oma?"

"Yang kamu bilang kekasih kamu itu di berita"

Theo diam tidak menyahut perkataan omanya sampai akhirnya omanya kembali bersuara. "Oma gak suka dia".

Semua orang juga gak ada yang suka dia.

"Tey. Maaf ya kalo kamu tersinggung", ujar omanya dengan nada menyesal.

"Gak papa oma. Emang dia orangnya begitu, jadi banyak yang gak seneng"

"Lha kamu kok bisa seneng?"

Sebenernya sih enggak!

"Tey. Kalo kamu emang gak suka sama dia ya kamu udahin aja semuanya. Jangan memanfaatkannya terlalu jauh, takutnya nanti dia terlanjur berharap banyak sama kamu", titah omanya.

"Gak sekarang oma. Theo gak mau merusak apa yang lagi coba Theo perbaiki", jawab Theo lesu.

"Teresa?", tebak omanya tepat sasaran. Theo hanya mengangguk.

"Teresa gak akan bisa marah lama sama kamu. Tapi kalo kamu terus ngelanjutin ini yang ada dia malah makin sebel sama kamu, ujung-ujungnya makin ngejauhin kamu lagi"

Omongan oma ada benernya juga. Tapi Theo belum bisa menyudahi semua ini begitu saja, dia butuh waktu yang tepat. Dia tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi lagi pada mereka, karna bukan hanya mereka yang akan dirugikan tapi juga keluarga dan orang-orang terdekat mereka.

"Oma tau apa yang kamu lakuin sekarang ini demi kebaikan kalian, tapi asal kamu tau aja, ada hati yang tersakiti disini".

Hati yang tersakiti? Siapa? Jawabannya adalah dirinya sendiri. Dia sakit hati dengan apa yang ia lakukan pada adiknya, dan dia sakit hati karna dijauhi adiknya, orang tersayangnya yang selama ini berusaha ia jaga sebaik mungkin.

"Ada dua hati yang harusnya bersama, tapi waktu belum berpihak pada mereka bedua", gumam oma pelan.

Tapi Theo mendengarnya, dan ia bertanya-tanya siapa dua hati itu?. Namun omanya memilih bungkam dan menyudahi percakapan mereka.

***


Alhamdulillah bisa update lagi, mumpung lagi ada libur jadi aku kebut.

Semoga kalian suka ya...

(NOT) Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang