Satu

20.1K 405 9
                                    

SATU

KONYOL!

Itulah satu kata yang pantas untuk mendeskripsikan situasi ini. Mana mungkin kita melakukannya. Dosa besar namanya. Mau mengirim kami ke neraka dengan cara sialan ini?. Ke neraka saja sendiri kau botak dangkal!

Bobby Astro. Sutradara muda yang menangani film yang mereka perankan ini masih bungkam setelah hampir 15 menit menyekap mereka berdua di ruang make up. Tapi tatapannya benar-benar tajam seakan ingin membunuh sepasang artisnya itu. Khususnya pada gadis manis yang masih saja menunduk dengan wajah cemberutnya.

"Teresa. Lakukanlah dengan baik. Aku tau ini konyol buat kalian. Tapi inilah peran!", ujarnya tegas.

Ada begitu banyak kalimat penolakan di otaknya, tapi rasanya sia-sia saja. Toh dia tidak diberi kesempatan untuk menolak.

"Ajak dia bicara Tey. Dia pasti lebih dengerin apa katamu", perintah Bob pada laki-laki yang duduk disamping Teresa. Dan berlalu meninggalkan ruangan.

Laki-laki itu menghela nafasnya keras dan bangkit menuju sudut ruangan. "Kita gak bisa menghindar Re. Kamu tau itu".

Teresa. Mendengar perkataan itu justru memberikan tatapan penolakan dan tidak percaya.

"Kita memang harus melakukannya".

"Mana mungkin kita melakukannya bang. Abang lupa siapa kita?", bantahnya menahan emosi. "Mana mungkin seorang kakak mencium adiknya, di bibirnya?".

Ya. Inilah akar permasalahannya. Alfarish Theodore Jacob, pengusaha muda, atlet renang, top model fashion and sport, bintang iklan dan pemain film yang sudah memiliki popularitas tinggi sebagai artis ibukota itu kini dirundung masalah rumit dalam perannya. Ini pertama kalinya dalam dunia perfilman. Dimana sepasang kakak beradik beradu peran sebagai sepasang kekasih yang saling mencintai. Dan inilah inti permasalahannya, dimana mereka harus melakukan adegan ciuman, benar-benar berciuman.

"Aku tau ini konyol. Tapi inilah peran". Theo berjalan mendekati adik perempuan satu-satunya itu dan berlutut dihadapannya. "Bukannya ini peran yang kamu inginkan? Dan sekarang kamu udah ngedapetinnya, jadi perankanlah sebaik mungkin".

"Tapi bukan abang yang dapet peran ini seharusnya!"

"Dan kamu berharap bisa beradu peran sama artis brutal macam Adrian Roger? Haha".

"Dia membatalkan castingnya".

"Ya. Karna dia gak kenal yang namanya komitmen dan tanggung jawab!", ujar Theo bersungut-sungut.

"Bang. Kenapa jadi mendebatkan dia sih?".

Theo mendesah frustasi. Adiknya ini benar-benar keras kepala. Berdebat dengannya sama saja perang urat syaraf. Perdebatan itu terhenti begitu Jerry sang asisten sutradara menginterupsi mereka dan mengatakan bahwa syuting hari ini cukup sampai disini dan akan dilanjutkan besok pagi.

Sepeninggal Jerry ruangan tampak hening. Tidak ada yang bersuara, bahkan untuk bergerak saja terasa canggung. Absurd. Sampai akhirnya Theo yang membuka suara.

"Sebaiknya kita pulang sekarang. Mumpung belum terlalu larut".

"Aku bawa mobil sendiri bang", ujar Tere.

"Aku ikutin mobil kamu dari belakang".

"Gak perlu bang-"

"Aku gak mau dibantah!", tegasnya final.

Akhirnya keduanya keluar dari ruangan yang terasa seperti sasana tinju itu dan berpamitan pada beberapa kru yang yang masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Juga pada Bob yang masih nampak kesal pada mereka, khususnya Teresa. Memang ini semua salahnya, tapi lebih salah lagi jika mereka melakukannya. Meskipun hanya akting, tapi ciuman tetaplah ciuman. Entah itu tuntutan peran, hasrat ataupun cinta. Dia merasa ini tidak seharusnya terjadi.

(NOT) Brother ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang