Part 16

4.5K 109 1
                                    


Kalo ke pantai emang gak afdol rasanya kalo gak main voli pantai, kaya sekarang ini. Mereka dibagi jadi dua tim, untung mereka berenam jadi pas. Teresa ikut di tim Theo dan Arsen, melawan Dave, Kevin dan Olin. Kalo soal olahraga, Theo dan Kevin jagonya. Tapi emang harus diakui Kevin itu lebih jago dari siapapun kalo urusan olahraga voli gini, soalnya dia pernah masuk tim nasional junior waktu masih kelas satu SMP. Di putaran pertama, tim Kevin yang menang. Sebagai hukuman buat tim yang kalah, mereka harus melepas kaosnya. Tapi pengecualian buat cewe, contohnya disini Teresa, dia bebas hukuman. Awalnya sih Kevin ngusulin supaya Teresa cium dia aja sebagai hukumannya, tapi yang ada malah dia kena damprat sama si Theo. Jadi Teresa cuma disuruh lepas oblong aja, untungnya dia pake tankop.
Main voli sambil telanjang dada, siang terik gini?. Beuhh... panas gila. Untung aja mereka semua khususnya Theo dan Arsen yang lagi shirtless itu pake sunblock, jadi gak bakal gosong deh tuh kulit.
Sekarang giliran Theo service. Bola melambung melewati net, diterima dengan baik sama Dave. Di passing ke depan dan di passing lagi sama Kevin ke arah Teresa. Keliatan banget Kevin sengaja ngasih bola ke Teresa yang posisinya gak menguntungkan gitu. Tapi akhirnya bisa di handle sama Arsen dan akhirnya bola mendarat dengan sangat cantik berkat smash Theo. Tim Theo memimpin angka di babak kedua ini, dan bisa dipastiin mereka bakal menang.
***

Sore harinya Theo duduk menyendiri di tepi pantai. Sementara yang lain udah pada balik ke cottage begitu selesai berenang dan surfing. Theo muluruskan kakinya ke pasir pantai sampai terjangkau ombak. Ekspresinya gak kebaca. Ada raut sedih, lega dan bahagia, semua campur aduk jadi satu. Theo emang bukan tipikal orang yang suka nyantai, apalagi menyendiri. Tapi gak tau kenapa sekarang malah dianya pengen menyendiri, bukan Theo yang biasanya.
Tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya dari belakang. Memiringkan kepalanya ke atas, Theo bisa liat siapa pemilik tangan yang baru aja nyentuh dia, menariknya dari lamunan.
“Hei”, sapa gadis itu ceria lalu duduk di samping Theo. Cukup dekat.
Kok dia disini?. “Eh, hai”, balasnya.
“Sendirian aja. Yang lain kemana?”.
“Udah pada balik”, jawab Theo sambil melirik ke arah cottage. “Kamu sejak kapan disini?”.
“Baru dateng pagi tadi. Kamu sendiri udah lama?”.
“Second day”.
“Akhirnya punya hari libur juga?”.
Gak tau kenapa Theo ngerasa kalimat itu bukanlah pertanyaan, melainkan sindiran. Gadis berkaus putih transparan, tanktop hitam dan celana sepaha di sebelahnya ini adalah Cathylin, mantan pacarnya. Yah, sebenernya hubungan mereka dulu gak jelas banget sih. Gak jelas kapan jadiannya, gak jelas juga kapan putusnya. Intinya mereka deket gitu aja, dan saling menjauh juga tanpa ada kejelasan hubungan. Tapi gimanapun juga Theo tetep nganggap dia pacar, dulu maksudnya. Sekarang dia malah udah gak kepikiran sama sekali soal cewek. Dia lebih seneng sibuk kerja. Jalanin perannya jadi aktor sekaligus bisnisman.
“Yah, begitulah”, jawab Theo ngambang.
“Asyik ya disini. Kebanyakan turis, jadi gak perlu repot-repot nyamar. Gak ada yang ngejar-ngejar”, gumam Cathylin. Matanya menatap lurus ke arah datangnya ombak.
Theo tersenyum membenarkan kata-kata Cathylin barusan. “Kamu ada job disini? Atau sengaja liburan?”.
“Refreshing”. Cathylin menatap Theo tepat ke matanya, lalu tersenyum begitu Theo membalas tatapannya. “Kapan film kamu tayang?”.
Theo mengangkat bahunya. “Gak tau deh pastinya. Mungkin beberapa bulan lagi”.
“Kamu gak berubah”.
Denger penilaian Cathylin itu, Theo meliriknya sambil mengangkat alisnya.
“I miss you”.
Theo kaget denger pernyataan Cathylin barusan. Cathylin kangen gue?. “Hmm... long time no see”, gumam Theo sebagai jawaban. Malas saja ngeladenin ungkapan kangen Cathylin. Bukannya dia benci sama Cathylin, dia cuma gak mau ngasih harapan lagi aja.
Cathylin tersenyum canggung. Theo gak jawab ungkapan kangennya. Keadaan jadi canggung seketika. Sampai akhirnya Theo menanyainya soal kuliah masternya dan obrolan terus mengalir. Bercanda, ketawa-ketawa bareng sampai beradu pendapat.
Tanpa mereka berdua sadari, Teresa ada di bawah pohon kelapa gak jauh dari tempat Theo dan Cathylin duduk. Dari dulu Teresa gak pernah suka sama Cathylin. Dulu aja waktu mereka berdua masih deket, Teresa lebih milih menjauh dari Theo daripada ujung-ujungnya mereka berantem gara-gara Teresa menentang mereka. Teresa sendiri gak tau kenapa dia segitu bencinya sama Cathylin. Intinya dia gak suka aja liat abangnya digelayutin cewek ubur-ubur itu. Alesan Teresa ngasih Cathylin julukan cewek ubur-ubur itu simpel banget. Dulu mereka ketemu di satu acara yang sama. Dandanan Cathylin itu berlebihan banget, terus pas di ruang make up dia itu manja banget. Apa-apa maunya di duluin, harus serba perfect, kalo salah dikit ya ngerengek manja gitu, pokoknya nyebelin. Pernah gak sengaja Teresa nabrak dia dari belakang dan dianya malah marah-marah dan ngeluh macem-macem. Dandanannya rusak lah, badannya pegel lah, ini lah itu lah. Sampe Teresa gemas akhirnya dia pura-pura mijitin lengan atas Cathylin yang gak sengaja kena tembok dan ternyata pas tangannya nempel di lengannya rasanya tuh kaya megang bubur, lentur banget gitu. Iiihhh..........!!!!!!!!!!.
Teresa kabur dari tempat persembunyiannya lalu berbalik ke cottage dengan BT. Tadinya dia mau nyamperin Theo sengaja mau ngajak dia jalan-jalan sambil nunggu malem. Malah pemandangan yang ia temuin gak ngenakin banget. Gimana ceritanya si ubur-ubur itu bisa ada disini? Sama bang Theo pula!.
“Wait wait!. Jangan-jangan bang Theo yang nyuruh dia kesini”, gumam Teresa kesal lalu berjalan lebih cepet lagi ke cottage dan membanting pintunya keras membuat empat orang yang lagi duduk males-malesan itu memekik kaget.
“Kenapa si Re, dateng-dateng kok sangar gitu”, celetuk Kevin bercanda. Sementara yang lainnya memandang heran.
Tapi Teresa gak memedulikan mereka. Dia naik ke kamarnya lalu mengambil i-phone dan dompetnya. “Lin. Jalan yuk!”, ajaknya begitu udah sampe di ruang tengah lagi.
Olin memandang Teresa penuh tanya.
“Ayo jalan!”, tegas Teresa lagi dengan nada yang lebih keras. Semuanya memandang Teresa bingung, mereka bertanya-tanya dalam hati kenapa si Teresa yang biasanya kalem itu.
“Mau kemana si, Re?”. Dave yang buka suara.
“Jalan-jalan. Udah ayo ah jalan”, ajaknya lagi, kali ini mengajak semuanya.
Baru aja pada mau berdiri, pintu kebuka dan Theo muncul diikuti cewek ubur-ubur alias Cathylin itu. Teresa kesal minta ampun. Kenapa sih cewek itu pake diajak kesini segala?.
“Pada mau kemana?”, tanya Theo terheran. Tatapannya terpusat ke Teresa yang keliatan paling siap buat jalan. “Mau kemana Re?”.
“Hang out”. Teresa menjawab tanpa menatap langsung ke abangnya. Theo mengernyit. “Bang Kevin. Ayo cepetan!”, ajak Teresa ke Kevin yang dari tadi matung.
“E-eh. Tadi katanya mau sama Olin”, ujar Kevin bego.
Tolol banget sih!. Gerutu Teresa dalam hati. Jelas dia ngajak Kevin, secara Theo paling gak suka Teresa deket-deket sama Kevin, apalagi kalo pergi cuma berdua. Selain itu, Kevin juga punya satu kesamaan sama dia, mereka sama-sama gak suka sama cewek ubur-ubur itu. Jadi Kevinlah partner yang tepat untuknya saat ini.
“Ih lelet deh!”, geram Teresa sambil menarik lengan Kevin setengah menyeretnya keluar, melewati Theo yang sedikit shock dan Cathylin yang masih berdiri di pintu. Gak ada sapaan juga lirikan.
***

(NOT) Brother ComplexWhere stories live. Discover now