14

59.5K 4.5K 236
                                    

Hari pernikahan makin dekat. Jujur, aku takut menghadapinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana menjalani sebuah pernikahan dengan dosenku sendiri.
Ini seperti masuk dalam suatu tempat yang asing sama sekali.

Yang membuatku sedikit lega adalah karena dalam dua minggu ini aku tidak akan bertemu dengannya. Seminggu kedepan, Mas Dewa ada urusan ke luar kota, sementara minggu sesudahnya kami sudah mulai dipingit dan tidak boleh bertemu hingga hari H.
Mama dan Mama Mala-pun tidak menghiraukan protes Mas Dewa yang keberatan dengan adat pingitan itu.

Hari ini Mas Dewa memintaku mengantarnya ke bandara. Jadwal penerbangannya satu setengah jam lagi.

"Ra, kita makan dulu yuk."

"Mas Dewa mau makan di mana?" aku mengangguk mengikutinya berdiri.

"Di sana saja ya. Tempatnya bersih dan tidak begitu ramai," Mas Dewa menunjuk sebuah tempat makan franchise yang berada agak jauh dari tempatku berdiri.

"Boleh," aku mengangguk lagi.

Mas Dewa meraih tanganku dan menarikku ke tempat makan berlogo warna merah itu.

Setelah memilih dan membayar makanan serta minuman yang kami pesan, Mas Dewa membawaku ke meja yang berada di sudut.
Tangannya masih menggenggamku.
Aku duduk dengan gelisah. Jantungku mulai berdetak cepat. Apa aku harus periksa ke dokter?

"Selama aku tidak ada, kamu jangan dekat-dekat cowok lain ya, Ra. Ingat, dua minggu lagi kita menikah," kata Mas Dewa mengusap-usap punggung tanganku dengan ibu jarinya.

"Galaksi dan Alvin kan sahabatku, Mas. Masa aku tidak boleh dekat dengan mereka? Kita kan sudah bahas ini," protesku merengut.

"Iya. Tapi jangan terlalu dekat. Jangan berduaan saja, harus ada Naomi atau Amora. Mengerti?"

Aku mengangguk sambil mencibir. Malas membantah. Lagipula makanan pesanan kami sudah datang. Mas Dewa menyuruhku segera makan. Ia bahkan membantuku memisahkan daging ayam milikku dari tulangnya.

"Mas, boleh bertanya gak?" tanyaku ragu setelah aku selesai dengan makanku dan sedang menyeruput minuman float-ku

"Boleh. Tanya saja," jawab Mas Dewa sambil membersihkan bibirnya dengan tissue.

"Uhm.... sebenarnya Mas Dewa itu pacaran nggak sih sama Miss Nessa?" sungguh, aku penasaran sekali tentang hubungan Mas Dewa dengan Miss Nessa.

"Nessa? Kamu berpikir aku pacaran dengan Nessa? Hmm.... kamu pasti cemburu banget ya?" Mas Dewa terkekeh senang.

Astaga! Jangan mulai lagi sikap menyebalkannya!

"Mas! Jawab yang serius!" bentakku mulai kesal.

"Iya iya... duh, calon istriku kalo kesal begini jadi imut banget... jadi pengen cium," katanya makin ngawur.

"Mas Dewa!"

"Ehm... iya... galak amat sih... Mas sama Nessa gak ada hubungan apa-apa. Cuma teman dekat. Seperti kamu dan Alvin. Bukan seperti kamu dan Galaksi! Kamu dengan Galaksi kan dekat banget Kedekatanmu dengan Galaksi itu berbeda dengan kedekatanmu dengan Alvin. Kalian berdua tidak saling suka kan?" kenapa tiba-tiba Mas Dewa jadi kesal? Bukannya aku yang seharusnya kesal?

"Kok Mas Dewa jadi bahas Galaksi? Aku yang nanya hubungan Mas Dewa dan Miss Nessa loh!" gerutuku sebal.

"Mas nggak ada hubungan apa-apa dengan Nessa, Ara. Waktu itu Nessa butuh tempat curhat. Dia lagi suka sama cowok. Tapi cowoknya jauh lebih muda dari dia. Dia bingung," terang Mas Dewa berubah serius.

"Mas tidak bohong?"

"Tidak. Swear Ara. Ngapain juga Mas bohong. Mending Mas cium kamu saja," Mas Dewa menyeringai senang.

MY POSSESSIVE LECTURER  (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang