1. kasus.

131 44 6
                                    

"Maaf, Tapi untuk kali ini sekolah sudah tak bisa menampung Cathrina. dia sudah melanggar perarturan sekolah lebih dari 5x, dan batas kesabaran saya sebagai kepala sekolah sudah berakhir." Ucap seorang pria berwajah cukup tua dengan kacamata berlensa yang bertengger dibatang hidungnya.

"pak ... saya mohon ... pertimbangkan lagi anak saya ... anak saya cukup berprestasi kan pak." jawab seorang laki laki yang berperawakan cukup muda dengan jas hitamnya, sepertinya dia adalah orang tua dari seorang siswi di sebelahnya.

"cathrina memang berprestasi, bahkan sangat berprestasi. tapi apa daya pak ... saya mohon maaf, dia sudah mencoreng nama baik sekolah." kata pria cukup tua itu yang diketahui adalah kepala sekolah di sekolah menengah atas tersebut.

"Baiklah ... saya akan pasrah terserah dengan keputusan bapak kepala sekolah."

"besok saya akan urus surat perpindahan dari sekolah ini. jadi Cathrina besok tak perlu bersekolah lagi disini."

"baik saya mengerti, terimakasih atas segalanya. dan terimakasih sudah mau menampung cathrina."

...

CATHRINA PoV.

"SUDAH BERAPA KALI AYAH BILANG, JANGAN BIKIN MASALAH TERUS DI SEKOLAH! KAMU BIKIN MALU KELUARGA KITA! KELUARGA KITA ADALAH KELUARGA YANG CUKUP TERKENAL DI KALANGAN MASYARAKAT! HARUSNYA KITA MEMBERI CONTOH YANG BAIK!" itu suara ayahku. aku sudah terbiasa di bentak olehnya.

Maksud dari omongannya barusan tentang keluargaku sebagai contoh masyarakat adalah, keluarga ku itu adalah keluarga terkaya nomor 2 di indonesia. perusahaan ayahku mengalami kesuksesan hingga perusahaan luar negeri pun menawari kerja sama dengan ayahku. jadi banyak sekali masyarakat indonesia yang mengenal ayahku dan keluargaku. jadi tak heran jika ayahku berbicara seperti tadi.

aku hanya diam, menatap layar ponselku, tak perduli dengan segala bentakan ayahku.
Tiba-tiba saja ponselku di rebut paksa dengan ayahku.

PRANG!

iya benar. itu suara bantingan ponselku. ponselku pecah belah begitu saja di lantai. aku menatap tajam ke arah ayahku.

"ADA APA DENGAN MATAMU ITU? TURUNKAN MATAMU! TAK PANTAS MENATAP SEPERTI ITU PADA AYAH! AYAH MALU PUNYA ANAK SEPERTIMU!" ucapan ayahku barusan sukses membuatku naik pitam.

untuk pertama kalinya aku membalas perkataan ayahku, "Lalu? menurut ayah saya itu tidak seperti anak yang ayah harapkan, begitu? ayah pikir, ayah adalah ayah yang seperti saya harapkan? Tidak. ayah jauh seperti yang saya harapkan. saya tidak butuh ayah yang bekerja selalu di kantor, saya tidak perlu ayah yang berprestasi dengan usahanya, saya tidak butuh ayah yang terkenal, yang saya butuhkan adalah ayah banyak waktu untuk keluarga, ayah yang selalu bisa menemani putrinya, ayah yang bisa mengerti putrinya!"

"KAMU SAMA SAJA DENGAN IBUMU! SUDAH SELINGKUH ... SEKARANG JUSTRU MALAH MENINGGALKAN KELUARGA! LEBIH PARAH MANA IBU ATAU AYAHMU INI."

"Ibu gak akan selingkuh kalau ayah ada waktu buat kita! ibu gak akan ninggalin saya dan ayah kalau ayah bisa bahagiain ibu selain dengan materi!"

ayahku menaikkan tangannya ke udara, sepertinya ia ingin menamparku. namun, dia menahan niatan itu, lalu menurunkan kembali tangannya.

ayahku menarik menapasnya dengan kasar, sepertinya dia sedang mengatur gejolak emosinya.

"besok ikut ayah ke sekolah baru. kamu tidak mungkin berhenti sekolah. ayah mohon jangan membuat masalah lagi." setelah berkata seperti itu ayah meninggalkanku.

aku menatap ponselku yang terpecah belah, kalau dipikir pikir ini sudah kesepuluh kalinya ayah membanting ponselku. padahal dia yang membelikan ponsel itu untukku, dan harganya sangat mahal, tapi kenapa begitu mudahnya dia merusak itu, padahal itu adalah hasil jerih payah dirinya.

End Of Jakarta [END]Where stories live. Discover now