TIGA PULUH SATU - Reza

6.1K 676 56
                                    

Hari-hari berlalu dengan cepat. Setelah hari itu, Reza dan Naya akhirnya sepakat menyembunyikan hubungan mereka dari kedua orang tua masing-masing. Naya dan Reza sudah bukan lagi anak-anak berseragam SMA. Naya kini sudah menjadi mahasiswi semester akhir sedangkan Reza baru saja memastikan diri menjadi mahasiswa smester 3 di universitas swasta di Jakarta.

Itu artinya, ini adalah tiga setengah tahun usia hubungan Naya dan Reza. Sejak hari dimana tangan Reza memukul wajahnya, Nigel berhenti mendekati Naya. Saras pun akhirnya menyesal pernah berusaha merebut Reza dari Naya. Dan pada akhirnya, saat melihat Reza begitu menyayangi kekasihnya itu Saras memutuskan berhenti sebelum dirinya lebih tersakiti. Tapi untungnya, atas bantuan Reza, Saras akhirnya jatuh hati pada Pamor dan keduanya memutuskan menjalin hubungan satu tahun yang lalu.

Suasana ruangan berbentuk persegi itu mulai ramai dengan celotehan para mahasiswa. Naya masih sibuk memasukkan bindernya ke dalam tas warna biru navy yang ia dapat dari Sekar sebagai hadiah ulang tahun beberapa bulan yang lalu. Cewek itu kemudian menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga sebelum kemudian mengambil ponsel yang sejak tadi ia letakkan di dalam tas yang sama.

Dosen baru saja meninggalkan ruangan kelas. Dan mata kuliah baru saja berakhir. Beberapa orang sibuk berhamburan keluar. Tetapi Naya memilih menunggu kelas sepi terlebih dahulu.

"Mampir makan, yuk?" ajak Fahmi. Naya menoleh ke sumber suara. Lalu ia tersenyum disusul dengan anggukan kepala pertanda persetujuan.

"Bentar yak," katanya sebelum memalingkan wajah kearah ponsel kembali. "Ngabarin Reza dulu."

"Sans."

Naya dan Fahmi tiga setengah tahun lalu mencoba peruntungan mereka dengan mencoba jalur SNMPTN tetapi nyatanya mereka berdua sama-sama tidak lolos. Tetapi, Naya tidak mau menyerah. Ia masih ingin berusaha pada jalur SBMPTN sedangkan Fahmi tidak mau ambil pusing dengan mendaftarkan diri di salah satu universitas swasta.

Dan setelah Naya gagal dengan SBMPTN nya, akhirnya anak perempuan itu mengikuti jejak Fahmi daripada ia harus mengikuti tes jalur mandiri.

Udah capek mikir. Kira-kira begitulah jawaban Naya saat Reza memaksanya untuk mengikuti ujian mandiri.

Untungnya, Naya mengambil Fakultas yang sama dengan Fahmi dan mereka satu kelas. Tentu saja Naya sangat bersyukur karena ia tidak perlu repot-repot memulai pertemanan dari nol. Setidaknya ada Fahmi.

"Makan dimana, Mi?" tanya Naya seraya bangkit berdiri.

"Terserah." Fahmi ikut bangkit lalu dua mahasiswa jurusan hukum itu berjalan kearah pintu kelas. "Kemana yak?"

Naya terdiam sejenak. Sebelum senyumnya mengembang. "SUTRIS YUK?"

***

SMA Wijaya Kusuma banyak berubah setelah ia tinggalkan. Naya sekali lagi menoleh kearah gedung berlantai empat yang dulu menjadi sekolahnya selama tiga tahun. Disana lah ia mengukir berbagai macam pengalaman dan cerita. Jika ada yang berkata masa SMA adalah masa-masa terbaik sepanjang hidup seseorang, maka Naya akan setuju.

"Kangen yak," celetuk Fahmi seraya mengunyah baksonya. Matanya ikut-ikutan menatap pada gerbang sekolah. "Kangen nggak sih nongkrong bareng Irvan, Yuda, Yanuar di depan gerbang sambil ngecengin adek kelas?" tanya Fahmi mengingat masa lalu.

"Kangen lah gila," balas Naya.

"Lo nggak sama Reza apa, Nay?" Suara Sutris yang sejak tadi sibuk dengan korannya kembali berbunyi.

"Kaga, Tris."

"Tris, anak-anaknya yang sekarang asik-asik nggak?"

"Kagak." Sutris memanyunkan bibirnya. "Asikan jaman lo pada."

StardustWhere stories live. Discover now