DUA PULUH TUJUH - Reza

4.9K 698 101
                                    

Ini adalah minggu terakhir Nigel menjadi guru PKL di SMA Wijaya Kusuma. Senin depan, Nigel sudah harus kembali masuk ke kampus untuk menyelesaikan laporan akhir sebelum akhirnya mulai membuat skripsi. Di minggu terakhirnya untuk menjadi guru pengganti, Nigel betul-betul gelisah.

Ia memikirkan bagaimana caranya supaya ia dan Naya tetap bisa dekat dan sering bertemu saat nanti ia sudah tidak lagi mengajar. Nigel sendiri tidak habis pikir terhadap dirinya. Rasa penasarannya pada Naya berubah menjadi ketertarikan yang ia kira sesaat. Tetapi semakin hari, rasanya perasaan yang ia miliki semakin sulit dikendalikan.

Tapi Nigel tahu persis seperti apa dirinya dimata Naya saat ini. Apalagi jika mengingat respon Naya ketika Nigel menyatakan perasaannya.

"Woi ayo!" Fajar menepuk lengan kiri Nigel pelan seraya bangkit berdiri. Kemudian, yang diajak hanya membalas dengan helaan napas panjang. Lalu dua mahasiswa itu bergegas meninggalkan ruangan yang mereka sebut basecamp itu.

Setelah keluar ruangan, Nigel dan Fajar langsung disambut oleh suasana lorong SMA Wijaya Kusuma sudah sepi. Para siswa sudah masuk ke kelasnya masing-masing karena bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu.

Fajar yang sibuk membolak-balikkan tumpukan kertas ditangan mulai merasa ada yang janggal dengan sikap teman seperjuangannya itu. "Lo kenapa, Nig?"

"Apaan?" tanya Nigel malas.

"Puasa senin kamis lo, ya?"

Nigel menyipitkan mata, lalu menoleh ke arah lelaki berjas almamater biru navy itu. "Apaan dah lo goblok. Jelas-jelas tadi pagi kita ngopi bareng."

"Terus kenapa?"

"Apanya?"

Fajar menatap Nigel jengkel. "Kenapa lo lemes amat anjing maksud gue," katanya sebal.

"Gakpapa." Ada jeda. "Males aja gue bentar lagi udah mulai balik ke kampus."

"Kirain," balas Fajar.

"Kirain kenapa?"

"Gapapa, sih."

Nigel yang sejak tadi menunduk menatap ujung sepatu pantofel hitamnya langsung menoleh ke arah Fajar lagi, "Lo mikir gue kenapa emang?"

"Nggak mikir apa-apa gue."

"Tai."

"Sumpah!"

"Lo mikir gue galau yak?"

"Hah?" Fajar menoleh sekilas, "apaan, jing? Gue nggak mikir gitu sumpah."

"Terus?"

"Gue kirain lo anemia."

Pernyataan Fajar barusan membuat Nigel menyipitkan mata. "Kok anemia?"

"Iya abisan," ada jeda. "Lemah, letih, lesu, lunglai, dan lemas."

"Najis." Keduanya lalu sama-sama terkekeh menertawakan percakapan mereka sendiri. Lalu, Nigel menghentikan langkahnya saat ia menyadari ada sesuatu yang salah. "Bentar..."

"Apaan?" Fajar yang sudah satu langkah lebih maju ikut-ikutan mematung seraya memutar posisi badannya menghadap Nigel.

Yang ditanya langsung menoleh ke arah belakang, "Kita ngajar di kelas apa?"

"12 IPS 1, kan?" tanya Fajar polos.

Nigel dan Fajar reflek tertawa nyaris bersamaan saat mereka sadar apa yang salah sejak tadi. "Ngapain kita lewat sini, tolol! 12 IPS 1 kan di sebelah sono!"

***

Pukul 10.00 pagi. Naya tidak masuk sekolah hari ini. Badan Naya tidak demam, perutnya juga sedang tidak sakit karena diare. Naya dalam keadaan baik-baik saja. Tapi entah karena apa, gadis itu sedang tidak ingin berangkat ke sekolah dan mengikuti pembelajaran di hari ini.

StardustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang