SEPULUH - Naya

12.3K 1.3K 116
                                    

Pak Amin baru saja meninggalkan kelas XII-IPS 1 dan menutup pembelajaran Geografinya hari ini setelah bel panjang istirahat kedua dibunyikan. Beberapa siswa langsung terlihat ceria kembali karena mereka akan segera mengisi perut dikantin.

"Weh, kantin nggak lo pada?" tanya Irvan pada Naya dan Sekar yang masih duduk santai di kursi mereka masing-masing. Yang ditanya hanya menoleh, Naya sibuk menata bukunya sementara Sekar menggelengkan kepala.

"Lo mau ke kantin nggak?" tanya Naya pada teman sebangkunya kemudian.

Kepala Sekar menggeleng dua kali, kemudian ia sedikit mengerucutkan bibirnya, "enggak, deh. Gue lagi mager."

"Ooh yaudah deh," Naya mengangguk seraya bangkit dari bangku kayunya. Setelah itu, perempuan yang rambutnya dibiarkan tergerai itu menatap Irvan yang masih setia berdiri di samping Fahmi. "Pan? Lo mau jajan, nggak?"

"Iya, mau bareng lo?" tawar Irvan. Kemudian, Fahmi yang baru selesai menutup tasnya langsung menoleh.

"Gabung ajoooon."

"Iya." Naya mengangguk setuju, dan dua detik setelahnya, Dita bergabung dan mengatakan bahwa ia juga tidak memiliki teman untuk makan siang di kantin hari ini. Maka jadilah, empat siswa kelas duabelas IPS satu itu pergi ke kantin dan makan bersama.

Tadinya, Naya memang tidak yakin akan makan di jam istirahat kedua. Karena ia kira kantin akan bejubal seperti hari-hari biasa. Dan ternyata hari ini dugaan Naya salah.

"Lo mau apa?" tanya Dita mulai mendata apa saja yang dipesan teman-temannya.

"Somay," Fahmi menyahut nomor satu. "Minumnya tidak lain dan tidak bukan nutrisari jeruk peras."

"Lo, Nay?"

"Mi ayam deh, sama es teh," sahut Naya seraya menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga.

"Sip. Lo apaan Kolor Ijo?" tanya Dita jutek pada Irvan yang sedaritadi sibuk mengupil tanpa peduli suasana kantin yang padat dengan siswa.

"Anu– Mi Ayam juga. Minumnya es jeruk."

"Oke," sahut Dita yang berbaik hati menawarkan diri untuk memesakan makanan siang ini. Setelah mengangkat ibu jarinya keudara, anak perempuan berambut pendek itu langsung berbalik badan untuk menghampiri penjual makanan sesuai pesanan teman-temannya.

"Tumben, Nay," celetuk Irvan tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel.

"Apaan?"

"Nggak sama Reza."

Naya reflek tersenyum. Sebetulnya sampai detik ia menghapus senyumnya lagi, perempuan itu tidak tahu apa yang membuat bibirnya tertarik, "kenapa emangnya?"

"Nanya aja."

"Gue tuh ya, tiga tahun mengenal elo, nggak tau kenapa lo sama Reza nggak pacaran aja? Padahal cocok. Lo malah deketnya sama Septian, kan?" cerocos Fahmi dengan gerakan tangannya yang ekspresif.

"Apaan sih bahasa lo kayak Mak Mak Mohabatten," sambar Irvan dengan alis mata mengernyit.

Fahmi menghela napas, "gue kan cuma mengungkapkan yang sebenarnya."

"Ngomong-ngomong, lo nanti pada latihan futsal, kan?" tanya Naya pada kedua temannya. Selain ingin memutar arah pembicaraan, pertanyaan yang baru saja dikeluarkan Naya adalah untuk mengetahui jadwal tim futsal sekolah. Karena Reza termasuk pemainnya.

"Iya."

"Eh, iya! Latihannya dimana dah?" tanya Irvan ketika ia baru ingat bahwa nanti sore akan diadakan latihan futsal seperti rutinitas biasa.

StardustWhere stories live. Discover now